Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 07 Juni 2011

Menjawab Tantangan Pastoral Keluarga


EMPAT belas pasutri dengan bunga di dada berjalan dengan anggun menuju altar. Seketika itu juga pandangan umat yang hadir terpusat pada keempat belas pasutri tersebut.

Rona wajah para pasutri memancarkan kebahagiaan. Senyum kebahagiaan mereka merekah. Tangan para pasutri erat bergandengan saat melangkah menuju ke depan altar, Gereja Santo Aloysius Gonzaga (Algon)Surabaya, Minggu, 27/2. Di depan altar, mereka berdiri berjajar berpasang-pasangan. Dengan lantang mereka mengucapkan janji perkawinan. Selanjutnya, me­reka diperciki air suci dan diberi sertifikat perayaan ulang tahun perkawinan.

Di Paroki Algon, Misa Ulang Tahun Perkawinan rutin diadakan pada Minggu terakhir dalam bulan, sejak 2004. Pasutri yang merayakan ulang tahun berkisar antara 10 hingga 20 pasang.



“Ini adalah salah satu upaya pendampingan keluarga di paroki kami,” ujar Antonius Suliyanto (43), sekretaris Tim Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) Kevikepan Surabaya Barat.

Katekis lulusan Institut Pastoral Indonesia (IPI) Malang,1992, ini menjelaskan bahwa di parokinya, pendampingan keluarga juga dilaksanakan melalui Kursus Persiapan Perkawinan (KPP). Metode yang dipakai dalam KPP tidak melulu dalam bentuk seminar, tetapi lebih banyak berbentuk diskusi kelompok. Satu kelompok terdiri dari empat pasangan. Dalam diskusi, peserta diberi kesempatan untuk sharing dan mendengarkan sharing pasutri pendamping.

Pembenahan Perkawinan

Di samping Misa Ulang Tahun Perkawinan dan diskusi kelompok, di Keuskupan Surabaya masih ada pastoral pendampingan keluarga-keluarga Katolik. Intinya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dimaksudkan untuk menyapa dan memperhatikan keluarga-keluarga Katolik. Kegiatan KPP dan Misa Ulang Tahun Perkawinan juga dilakukan di keuskupan-keuskupan lain.

Uskup Padang Mgr Martinus D. Situmorang OFMCap mengungkapkan bahwa di keuskupannya ada berbagai macam pelayanan pastoral keluarga. Di paroki-paroki, Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) dan pendampingan keluarga-keluarga muda tampak lebih menonjol.

Sebagai penanggung jawab pastoral keuskupan, dan secara nyata memiliki perangkat yakni Komisi Kerasulan Keluarga, Mgr Martinus bersama tim dan para imamn berusaha meningkatkan pelayanan pastoral keluarga sampai ke paroki-paroki kampung.

“Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Padang sebenarnya lebih menganimasi dan memberi bekal kepada kelompok-kelompok kerasulan keluarga di paroki-paroki. Pada kesempatan khusus, tim ini juga terjun langsung ke paroki-paroki untuk memberikan penataran atau pembahasan topik tertentu. Meski demikian, pastoral keluarga yang ada di Keuskupan Padang belum intensif dan belum memadai,” demikian Mgr Martinus.

Gereja domestik, menurutnya, tak henti-hentinya melakukan penyadaran, penyuluhan, dan pendampingan. Harapannya, dengan cara-cara ini, keluarga-keluarga bisa berkumpul, saling menolong, meneguhkan, dan berbagi. Mgr Martinus yakin, nilai gerakan komunitas semacam ini akan berdampak sangat besar untuk kekokohan keluarga.

Menyampaikan tantangan yang harus dihadapi, Mgr Martinus mengatakan, “Persoalan ekonomi keluarga menyebabkan suami merantau. Dorongan keterbatasan ekonomi dan juga tren kehidupan saat ini memaksa istri juga bekerja. Rasa kekeluargaan dan relasi yang intensif kian sulit dibangun. Akibatnya, konflik dan pertengkaran bermunculan dan berlarut-larut, tak segera tertangani karena jarak berjauhan.”

Menyinggung problematika konkret yang dihadapi Keuskupan Padang, ia mengutarakan dengan tegas, Keuskupan Padang kini sedang fokus pada persoalan pembenahan dan pembenaran status yuridis perkawinan.

Kawin Adat

Di wilayah Keuskupan Weetebula, pelayanan pastoral keluarga di Keuskupan Weetebula, masih berkutat pada usaha untuk menyejahterakan keluarga miskin di perkampungan dan pedesaan.

Diungkapkan Uskup Weetebula, Mgr Edmund Woga CSsR, pastoral keluarga di keuskupannya fokus pada bidang ekonomi, melalui komunitas basis. Upaya ini memanfaatkan bermacam sarana baik milik Gereja maupun pemerintah. Upaya yang paling kentara, yaitu pendampingan para petani dan pendirian koperasi. Dalam upaya ini Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Weetebula bekerja sama dengan Komunitas Basis Gerejani (KBG).

Selain persoalan kemiskinan, keuskupan ini juga dihadapkan pada hukum adat yang kuat. Persoalan khasnya berupa mas kawin dan unsur-unsur adat yang nyata-nyata masih menjadi beban untuk calon keluarga baru.

“Gereja berusaha mengurangi mas kawin, atau juga perkawinan saudara dekat, yang menurut hukum Gereja, perkawinan itu tidak boleh. Tetapi menurut adat, itu sesuatu yang ideal. Secara adat perkawinan semacam ini terpuji, tetapi tidak bagi Gereja,” ungkapnya.

Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM mengungkapkan hal yang sama. Di daerah pedalaman Papua, di antara banyak suku, masalah yang sering dihadapi yaitu banyaknya umat yang nikah secara adat. Pemberkatan pernikahan di Gereja amat jarang ditemukan. Perkawinan adat memudahkan orang untuk cerai dan nikah lagi. Orang banyak memilih nikah secara adat daripada di Gereja. Sedangkan di daerah perkotaan, masalah yang muncul, yaitu semakin banyaknya kawin campur. Tantangan pastoral keluarga di Papua pada umumnya juga terkait mas kawin yang mahal.

Untuk menangani masalah-masalah tersebut, Mgr Leo Laba, yang pada 4 November 2011 mendatang genap berusia 68, ini telah mengupayakan kegiatan persiapan perkawinan yang lebih intensif di tingkat paroki. Tahun depan, ia berencana menyelesaikan kasus-kasus perkawinan secara hukum Gereja dan membina keluarga-keluarga yang mulai retak untuk bersatu kembali, serta menyiapkan komisi keluarga di keuskupannya.

Minimnya Tenaga Pastoral
Situasi pastoral keluarga di Keuskupan Banjarmasin lain lagi. Uskup Banjarmasin Mgr Petrus Boddeng Timang mengungkapkan keprihatinannya terkait kasus pasangan yang sudah hidup bersama dalam satu rumah, tetapi belum menikah secara Gereja, apalagi secara sipil. Gereja setempat berupaya keras membereskan kasus-kasus ini.

“Kawin campur, entah beda agama ataupun beda Gereja juga cukup banyak. Perkawinan antara pendatang dengan penduduk asli yang beda suku dan beda agama tidak dapat dihindarkan lagi,” tegasnya.

Persoalan lain yang lebih memprihatinkan, demikian Mgr Timang, menyangkut pendidikan iman anak. Umumnya, orangtua di Kalimantan Selatan sibuk mencari nafkah. Mereka bekerja di daerah tambang, perkebunan sawit, dan perkebunan karet. Pendidikan iman anak kurang mendapat perhatian karena mereka sibuk dengan pekerjaan.

Langkah-langkah yang sudah dilaksanakan Mgr Piet Timang dan timnya dalam upaya pastoral keluarga selama ini, yaitu mencanangkan kegiatan pendampingan umat di kelompok-kelompok kecil.

“Penataran-penataran dan pendalaman-pendalaman iman sudah dilaksanakan, namun hasilnya belum optimal. Kami ingin menjangkau kelompok kecil di daerah terpencil, tetapi tenaga pastoralnya masih kurang,” ujarnya.

Para pastor kalau datang ke stasi terpencil, jelas uskup kelahiran Tana Toraja pada 7 Juli
1947, ini tidak hanya datang untuk memimpin Misa Kudus, tetapi sekaligus mengadakan pendalaman iman dan pendampingan keluarga-keluarga. Hal serupa juga dilakukan para suster, frater, dan katekis ketika mengadakan kunjungan ke stasi terpencil, karena minimnya tenaga pastoral di keuskupan ini.

Antonius Nendro Saputro
Laporan: Johannes Sutanto de Britto

Lanjut...

Renungan Harian 8 Juni 2011

Bacaan:

Kis. 20:28-38;
Mzm. 68:29-30,33-35a,35b-36c;
Yoh. 17:11b-19
Renungan:

Bagi Paulus, hidup Tuhan Yesus menjadi contoh dan acuan pewartaan-Nya. Dengan gigihnya Paulus pergi kemana-mana untuk mewartakan Kabar Gembira. Semangat St. Paulus dalam mewartakan Injil tak pernah habis-habisnya, tak juga surut ketika menghadapi pelbagai tantangan. Ia diusir ke luar kota untuk dibunuh, hampir tenggelam di laut karena gelombang besar, digigit ular berbisa, namun tidak mati. Seluruh hidup, waktu dan tenaga dicurahkan sepenuhnya untuk tugas panggilannya mewartakan karya keselamatan Allah yang diyakininya bersumber pada hidup Yesus sendiri. Daya tahan yang luar biasa dan dedikasi yang sudah teruji itu kiranya bersumber dan mendapatkan acuannya pada kehidupan Yesus sendiri.

St. Paulus ingat akan contoh hidup Yesus yang bekerja untuk membantu yang lemah. Ia kemudian menyampaikan kata-kata Yesus yang diingatnya, yang mendasari apa yang dilakukannya: "Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima" (Kis 20:35). Kata-kata ini bisa menjadi semboyan hidup kita. Pengalaman memberi hal-hal sederhana dan kecil dalam nama Yesus akan memberikan kegembiraan, kelegaan dan kebahagiaan yang tiada taranya.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Rabu, 20 April 2011

KAMIS PEKAN SUCI 21 April 2011

Rekan-rekan yang baik!

Hanya dalam Injil Yohanes sajalah didapati kisah pembasuhan kaki para murid (Yoh 13:1-15) yang dibacakan pada Pesta Perjamuan Tuhan pada hari Kamis dalam Pekan Suci. Memang lazim orang membasuh kaki sendiri sebelum masuk ke ruang perjamuan sebagai ungkapan datang dengan bersih. Hanya tamu yang amat dihormati sajalah, misalnya seorang guru atau orang yang dituakan, akan dibasuh kakinya. Bila dilakukan, akan dijalankan sebelum perjamuan mulai. Tetapi dalam Injil Yohanes peran-peran tadi dibalik. Yesus sang guru itu membasuh kaki para muridnya. Lagi pula pembasuhan ini terjadi selama perjamuan sendiri, bukan sebelumnya seperti biasa dilakukan orang. Kiranya memang hendak disampaikan hal yang tidak biasa. Pembasuhan kaki di sini tidak ditampilkan semata-mata sebagai tanda memasuki perjamuan dengan bersih, tetapi untuk menandai hal lain. Apa itu? Baiklah didekati kekhususan Yohanes dalam menyampaikan kejadian-kejadian terakhir dalam hidup Yesus.



KAITAN DENGAN BACAAN PERTAMA Kel 12:1-8; 11-14.
Yohanes menyampaikan kejadian pada hari-hari terakhir Yesus dengan cara yang agak berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Dalam Injil Markus, Matius dan Lukas, kedatangan Yesus ke Yerusalem mengawali peristiwa-peristiwa yang mengantar masuk ke dalam penderitaan, kematian serta kebangkitannya nanti, termasuk juga perjamuan Paskah. Yohanes lain. Dalam Injil Yohanes kedatangan Yesus ke Yerusalem dan pembersihan Bait Allah dipisahkan dari peristiwa salib dan kebangkitan. Bagi Yohanes, serangkaian kejadian yang berakhir dengan kebangkitan itu justru berawal pada perjamuan malam terakhir. Berbeda juga dengan ketiga Injil lainnya, perjamuan ini bukan perjamuan Paskah, melainkan perjamuan malam yang diadakannya sebelum Paskah. Bagi Yohanes, Paskah yang sejati terjadi dalam pengorbanan Yesus di salib.

Dengan demikian Injil Yohanes membaca kembali pengorbanan Yesus di salib sebagai perayaan Paskah yang dahulu mulai sebagai ingatan akan saat Tuhan memimpin umatNya keluar dari tanah Mesir dengan kuasa besar sebagaimana dibacakan dari Kel 12:1-8; 11-14. Darah domba kurban Paskah yang dahulu dioleskan pada bingkai pintu rumah (Kel 12:8) menandai darah yang terpoles pada kayu salib. Salib menjadi ambang memasuki hidup baru bersama Yang Ilahi. Bingkai pintu yang terpoles darah domba itu juga menjadi tanda bahwa di rumah itu tinggal umat yang akan dipimpin keluar dari tanah Mesir dan penghuninya tidak kena bencana dan hukuman (Kel 12:12-13). Salib yang menandai darah pengorbanan Yesus menjadi tanda bahwa yang berada di balik salib itu ialah orang-orang yang diselamatkan. Namun dalam peristiwa perjamuan yang dikisahkan Yohanes, semua ini baru terjadi nanti pada saat Yesus disalibkan, wafat, dan kurbannya menjadi tanda keselamatan siapa saja yang ada bersamanya. Sekarang, dalam perayaan perjamuan malam sebelum Paskah hendak disampaikan bagaimana semua ini bisa terjadi, bagaimana pengorbanan ini memang menurut kemauan Yang Maha Kuasa dan utusannya, yakni Yesus, kini siap menjalankannya. Pengorbanan ini dijalaninya karena mengasihi "sampai pada kesudahannya" yang diungkapkan Yohanes pada awal perjamuan ini (Yoh 13:1). Marilah kita simak dari dekat peristiwa perjamuan ini

MEMBASUH KAKI PARA MURID
Yohanes juga menekankan, Yesus sadar bahwa dirinya "datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah" (ay. 3). Karena itu mereka yang mengenalnya akan mengenali Yang Ilahi dari dekat. Ini semua diajarkan Yesus kepada para murid terdekat pada perjamuan malam terakhir itu dengan membasuh kaki mereka. Dia yang sadar berasal dari Allah dan sedang kembali menuju kepadaNya ingin menunjukkan bahwa orang-orang terdekat itu sedemikian berharga, sedemikian terhormat. Lebih dari itu, ia ingin berbagi "sangkan paran" - dari siapa dan menuju ke siapa - dengan mereka. Inilah yang dimaksud dengan mengasihi sepenuhnya (ay. 1, Yunaninya "eis telos"). Tidak setengah-setengah melainkan hingga tujuan kedatangannya terlaksana, yakni membawa manusia ke dekat Allah, asal terang dan kehidupan.

Petrus terheran-heran dan tak bisa menerima gurunya membasuh kakinya. Yesus mengatakan bahwa kelak ia akan mengerti walaupun kini belum menangkapnya (ay. 6-7). Tetapi Petrus belum puas dan bersikeras menolak dibasuh kakinya oleh gurunya itu. Pada saat inilah Yesus menjelaskan, " Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku." (ay. 8). Dia yang "sangkan paran"-nya ialah Allah sendiri mau berbagi kehidupan dengan para murid. Dan berbagi asal dan tujuan kehidupan inilah jalan keselamatan bagi manusia. Bila asal dan akhir itu Allah sendiri, tentunya yang di maksud ialah Allah sumber terang, sumber kehidupan. Utusannya itu datang ke dunia yang masih berada dalam ancaman kuasa gelap untuk membawa kembali orang-orang yang dekat padanya kembali ke sumber terang, kepada Allah, ke sumber kehidupan sendiri. Itulah "sangkan paran" yang diungkapkan di dalam perjamuan ini.

BERBEKAL TELADAN
Pada kesempatan itu Yesus juga mengatakan bahwa pembasuhan kaki itu disampaikan sebagai teladan bagi para murid, agar mereka berbuat seperti itu satu sama lain (ay. 15). Teladan ini kemudian menjadi bekal kehidupan orang-orang yang percaya bahwa Yesus itu datang dari Allah dan pulang kepadaNya setelah berhasil memperkenalkan siapa Allah itu sesungguhnya.

Boleh dikatakan saat itulah lahir kumpulan orang yang hidup berbekal sikap Yesus yang menganggap sesama sedemikian berharga sehingga pantas dilayani dan dihormati. Inilah Gereja dalam ujudnya yang paling rohani, paling spiritual. Dalam arti inilah Gereja berbagi "sangkan paran" dengan Yesus sendiri. Hidup mengGereja yang berpusat pada ekaristi baru bisa utuh bila dijalani dengan bekal yang diberikan Yesus tadi. Hanya dengan cara itu Gereja akan tetap memiliki integritas. Memang masih berada di dunia, masih berada dalam kancah pergulatan dengan kekuatan-kekuatan gelap, tetapi arahnya jelas, ke asal dan tujuan tadi: ke Sumber Terang sendiri bersama dengan dia yang diutus olehNya.

Karena itu tak perlu heran bila para murid - dan Gereja - tidak semuanya bersih. Yesus berkata dalam ay. 11 "Tidak semua kamu bersih." Kata-kata itu bukan mencela melainkan mengakui kenyataan bahwa ada kekuatan-kekuatan gelap. Nanti pada saat ia kembali kepada Allah, kekuatan ilahi akan tampil dengan kebesarannya dan saat itu jelas kekuatan-kekuatan gelap tidak lagi menguasai meskipun tetap dapat menyakitkan. Penderitaan ini tidak akan memporakperandakan kumpulan orang-orang yang percaya kepadanya. Malah menguatkan harapan.

Salam hangat,
A. Gianto

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Minggu, 10 April 2011

Renungan Harian 11 April 2011

Senin, 11 April 2011

Bacaan:

* Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62
* (Dan. 13:41c-62)
* Mzm. 23:1-3a,3b-4, 5,6;
* Yoh. 8:1-11

Renungan:

Konfrontasi antara Yesus dan para ahli Taurat serta kaum Farisi dimulai ketika mereka datang membawa seorang perempuan berdosa. Sambil mengemukakan keputusan Taurat Musa tentang kasus yang jelas, yaitu pembunuhan dengan pelemparan batu bagi wanita yang kedapatan berbuat zinah, mereka meminta pendapat Yesus tentang hal itu. Permintaan itu bermaksud untuk mencari bahan yang bisa dipakai untuk mempersalahkan Yesus.

Ketika mereka sudah tidak bisa diajak diskusi lagi, Yesus memberi jawaban singkat dan jitu, yang meluputkan-Nya dari jerat mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Yesus memberi jawaban yang mendukung keputusan hukum Taurat, namun menambahkan suatu syarat yang mencegah pelaksanaannya. Jawaban Yesus itu membalikkan seluruh situasi mereka yang tadi datang untuk menghukum seorang perempuan yang sudah tak berdaya, dan ingin mencelakainya ini, kini pergi meninggalkan keduanya, mulai dari yang tertua.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 10 April 2011

Minggu, 10 April 2011

Bacaan:

* Yeh. 37:12-14;
* Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8;
* Rm. 8:8-11; Yoh. 11:1-45
* (Yoh. 11:3-7,17,20-27,33b-45)

Renungan:

Injil hari ini merupakan puncak percakapan tentang hidup baru atau kebangkitan, "Akulah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup serta percaya kepadaKu tidak akan mati selama-lamanya."

"Bangkit" berarti hidup secara baru. Orang beriman harus mati terhadap cara hidup lama, menolak cara hidup lama, agar bangkit dalam hidup baru seperti dan bersama dengan Kristus. Dunia daging harus ditinggalkan dan diganti dengan dunia Roh yang menghadirkan kehidupan sejati. Kita tidak lagi hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, kalau Roh Allah memang tinggal di dalam diri kita. Orang yang tetap hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan di hati Allah. Orang seperti itu tidak memiliki Roh Kristus, maka ia juga bukan milik Kristus. Sebaliknya, jika Roh Allah diam dalam dirimu, maka Ia akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh Roh-Nya yang diam dalam dirimu.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 6 April 2011

Rabu, 6 April 2011

Bacaan:

* Yes. 49:8-15;
* Mzm. 145:8-9,13cd-14,17-18;
* Yoh. 5:17-30

Renungan:

Keyakinan iman semua orang kristen tentang Allah Tritunggal, sebagai satu Allah yang ber-pribadi tiga, didasarkan atas sabda-sabda Tuhan Yesus yang menegaskan adanya kesatuan yang erat antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Sebagai Putra yang menjelma menjadi manusia, Tuhan Yesus memiliki kesatuan erat baik dengan Bapa maupun dengan Roh Kudus.

Kesatuan antara Bapa dan Putra itu tidak hanya terletak pada "tingkat hakikat", melainkan juga pada tingkat karya-karya yang konkret di dunia ini. Karena adanya kesatuan itulah maka Tuhan Yesus berani memberi kesaksian bahwa karyakaryaNya adalah karya-karya Bapa. Karya terpenting Bapa, Putra, maupun Roh Kudus, adalah karya penyelamatan dan karya penghakiman bagi umat manusia.

Dengan kata lain, karya ilahi mempunyai dua sisi, yakni sisi positif maupun sisi negatif. Sisi positif berupa ganjaran abadi bagi mereka yang berkenan kepada Allah. Sedang sisi positif berupa hukuman abadi bagi mereka yang tidak berkenan kepada-Nya.

Sebagai Hakim yang adil, Tuhan Yesus, mewakili Bapa, memberi kebebasan kepada orang-orang yang tidak bersalah kepada-Nya. Sebaliknya, juga mewakili Bapa, Tuhan Yesus menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang telah bersalah kepada-Nya.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 5 April 2011

Selasa, 5 April 2011

Bacaan:

* Yeh. 47:1-9,12;
* Mzm. 46:2-3,5-6,8-9;
* Yoh. 5:1-16

Renungan:

Hari ini pemazmur menggugah penghayatan dan pengalaman kita mengenai Allah: Siapakah Allah itu bagi kita? Dengan jelas pemazmur menyatakan penghayatannya: Allah itu tempat perlindungan dan kekuatan, Ia adalah penolong di dalam kesesakan. Ia selalu menyertai kita, Ia adalah kota benteng kita.

Yehezkiel menampilkan kuasa Allah itu ibarat air, air kudus yang keluar dari Bait Suci dan mengalir menjadi sungai yang besar. Ke mana saja air itu mengalir, segala makhluk yang ada di dalamnya menjadi hidup. Bahkan, daya air itu menyuburkan tetumbuhan. Pada kedua tepi aliran sungai itu tumbuh beraneka pohon buah-buahan, yang daunnya tak pernah layu dan buahnya tak pernah habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat.

Kuasa Allah yang sama dinyatakan Yesus lewat penyembuhan. Orang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit mendadak sembuh oleh perkataan yang diucapkan Yesus, "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Penyembuhan yang dikaruniakan Yesus ini membawa konsekuensi pada perilaku seharihari, "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Jumat, 01 April 2011

Renungan Harian 1 April 2011

Bacaan:


Hos. 14:2-10;
Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17;
Mrk. 12:28b-34
Renungan:

Sejak kecil kita sudah diajari tentang hukum Kasih. Hukum tersebut menjadi begitu penting di dalam ajaran kristiani. Karena itu, semua orang kristiani diandaikan tahu dan sungguh menghayatinya.

"Kasihilah Tuhan... Kasihilah sesamamu..." Tetapi mengapa selalu saja ada cekcok, perkelahian, perang, benci dan dendam sehingga kerukunan, keharmonisan dan kedamaian tidak terjadi?

Ya, selama kita tidak bersedia menerima keterbatasan dan mengakui kesalahan, bersedia mengampuni dan bersikap rendah hati, kedua perintah kasih itu tidak akan terwujud. Selama kehausan untuk memiliki harta, ketenaran, status sosial - kerap kita peroleh lewat gesekan, aduh mulut dan otot - masih lebih penting dari sesama dan Tuhan, selama itu pula kasih tetap akan menjadi utopia.

Perintah mengasihi bukan sekadar seperangkat hukum, bukan sekadar perintah, ajaran dan komitmen, tetapi terutama sebuah praksis hidup menjadikan sesama sebagai mitra hidup sepadan dan praksis mengalahkan ambisi diri untuk menjadi tuan, raja, super atas apa pun.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Sabtu, 12 Maret 2011

Jadwal Misa Minggu 13 Maret 2011

Minggu Prapaskah I
Tempat: Gereja St F Asisi Kolhua
Waktu : Pukul 07.00 Wita
Pastor: Rm Sebas Kefi, Pr
Injil: Mat 4:1-11; Kej 2:7-9 dan 3:1-7)


IBLIS, PENGGODA, SATANA DAN KEBESARAN TUHAN

Rekan-rekan yang budiman!
Karena Injil bagi Minggu Prapaskah kali ini (Mat 4:1-11) akan diuraikan dengan panjang lebar oleh Matt sendiri, maka ulasan kali ini hanya menyangkut bacaan pertama, yaitu Kej 2:7-9 dan 3:1-7. Disebutkan pada bagian awal bagaimana Tuhan membentuk manusia dari "debu tanah", yakni bahan yang ujudnya gumpalan-gumpalan berserakan belaka. Ini cara Alkitab menggambarkan sisi rapuh dari manusia.

Namun sentuhan-sentuhan tangan ilahi memberinya bentuk. Begitu pula, hembusan nafas hidup dariNya menjadikannya makhluk yang hidup. Ini bukan hanya cerita melainkan penegasan iman yang berani. Bila tetap bersentuhan dengan Yang Mahakuasa dan membiarkan diri dihidupi olehNya, maka serapuh dan seringkih apapun manusia akan se-nafas denganNya. Karena itu manusia juga memiliki tempat kehidupan yang membahagiakan di firdaus. Tetapi, seperti dikisahkan dalam bagian kedua, manusia akhirnya menjauh dari padaNya karena terpukau ajakan sang ular yang memakai ujud manusia, bisa berkata-kata, bisa meyakin-yakinkan, tetapi yang melilit dan akhirnya melumpuhkan.

Kisah memakan buah larangan tentu sudah lazim dikenal. Bila dimakan, maka buah itu, menurut sang ular, akan membuat manusia terbuka matanya dan tahu tentang "yang baik dan yang jahat" , artinya jadi mahatahu seperti sang Pencipta sendiri. Tetapi baiklah kita jeli menafsirkan hal ini dan tidak segera menghukum dorongan ingin tahu sebagai kesombongan manusia di hadapan Tuhan. Kan tak ada jeleknya ingin mengetahui apa saja. Bahkan bukankah ini ciri hakiki manusia? Coba kita ingat, manusia ditegaskan sebagai makhluk yang se-nafas dengan Dia Juga diceritakan dalam kisah firdaus yang tidak ikut dibacakan hari ini bagaimana manusia dibimbing Sang Pencipta agar memberi nama kepada semua makhluk hidup yang diciptakanNya (Kej 2:19-20). Maka manusia diberi kemampuan mengetahui apa saja yang bisa diketahui. jadi bukan di situ letak permasalahan serta kendala manusia. Memang dalam kisah kejatuhan manusia ditandaskan bahwa keinginan tahu akan segala sesuatu itu tidak tercapai dan mereka tidak menjadi seperti Tuhan sendiri. Yang diperoleh hanyalah kesadaran mengenai keadaan diri sendiri: telanjang (Kej 3:7). Begitu maka manusia menyadari keterpisahannya dengan Yang Ilahi.

Yang membuat manusia menjauh ialah ketidaktaatan pada pesan jangan memakan buah pengetahuan baik dan jahat yang bisa mematikan (Kej 2:17). Bila dibaca ulang, akan menjadi jelas bahwa bukan larangannyalah yang ditekankan, melainkan pesan agar menjaga kehidupan yang dihembuskan ke dalam diri manusialah yang dilanggar. Manusia diminta agar memelihara keadaan se-nafas denganNya. Tapi gagal.

Setelah makan buah larangan, memang manusia menyadari keadaan diri sendiri, tetapi mengapa tidak langsung mati seperti terungkap dalam larangan tadi? Bisa dijelaskan bahwa maksudnya ialah manusia menjadi makhluk yang "mortal", yang bisa mengalami kematian, seperti kenyataannya. Akan tetapi bisa pula dimengerti bahwa. sebenarnya kematian akan langsung terjadi pada saat manusia melanggar pesan tadi. Hanya kemurahan Tuhan sajalah yang mengurungkan kematian serta merta itu. Ini kiranya warta yang tersirat dalam kisah di atas. Semakin didalami, semakin terang bahwa kisah ini bukannya berpusat pada hukuman melainkan pada kerahimanNya. Memang manusia kini mengalami jerih payahnya menjaga nafas hidup yang diberikan Pencipta. Tetapi ia tetap disertainya dalam pelbagai cara. Dan hanya dengan demikianlah bisa dimengerti betapa keramatnya pesan menjaga kehidupan tadi. Dalam Injil kali ini oleh Matt akan ditampilkan seorang manusia yang mampu berteguh menghayati pesan ilahi menjalani kehidupan yang berasal dari padaNya seperti apa adanya. Tetapi baiklah kita dengarkan uraian Matt berikut ini. Selamat menikmatinya!

A. Gianto

=================================================

Kawan-kawan yang baik!

Dengar-dengar pada hari Minggu pertama masa puasa sebelum paskah tahun ini akan kalian dengar kisah Yesus dicobai di padang gurun menurut Matius. Tahun lalu dari versi Luc, tahun depan tentunya dari Mark. Saya dan Luc (Luk 4:1-13) sebetulnya mengolah kembali catatan Mark (Mrk 1:12-13) dengan menyertakan bahan mengenai pembicaraan Yesus dengan penggodanya yang belum tersedia ketika Mark menyusun karangannya. Seluk-beluk selanjutnya tanya Gus; ia gemar menduga-duga maksud kami. Tapi ia malah minta saya menjelaskan sendiri, "biar rada otentik" bujuknya.

Sebelum menulis Mat 4:1-11, saya sudah dengar dari Mark bahwa Yesus dibawa Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis selama 40 hari. Maksudnya, Yesus dibawa Roh sampai ke tempat itu dan tetap disertai olehNya di sana selama itu. Luc memperjelas dengan mengatakan Yesus dibimbing Roh "di" padang gurun. Jadi Yesus tidak ditinggalkan Roh yang turun ke atasnya pada waktu menerima baptisan (Mrk 1:10 Mat 3:16 Luk 3:22). Catatan Oom Hans malah menyebut Yohanes Pembaptis melihat Roh turun dari langit dan tinggal di atas Yesus (Yoh 1:32). Tolong ini diingat bila kalian menguraikan teks kami.

Tak usah kisah itu ditafsirkan sebagai kisah tentang orang yang luar biasa laku tapanya sehingga mampu mengalahkan godaan sebesar apapun seperti yang digambarkan dalam kakawin Arjunawiwaha, mahakarya sastra Jawa Kuno itu. Kami tidak ada maksud menampilkan Yesus sebagai manusia sakti atau petapa digdaya, ksatria suci yang siap menempur si angkara murka Niwatakawaca, bukan pula sebagai manusia teladan yang dijadikan tauladan. Tujuan kami berbeda. Yesus kami wartakan sebagai manusia yang disertai Roh, bukan agar dikagumi dan dicontoh, melainkan agar diikuti. Dia itu yang diutus Yang Mahakuasa kepada semua orang untuk membawa kita semua kembali ke diri kita yang sejati.

Ada tiga godaan. Yang pertama yakni mau mengurus semuanya sendiri sehingga tak ada kesempatan mendengarkan isyarat-isyarat ilahi. Akhirnya Yang Ilahi tak masuk dalam pola bertingkahlaku. Mau merebut yang termasuk wilayah Sana. Ini godaan besar. Kami mengatakannya dengan memakai lambang dari dunia orang Yahudi. Yesus lapar dan digoda agar mengubah batu jadi makanan. Ingat kisah umat pilihan yang kelaparan dan kehausan di padang gurun dulu dan mulai menyangsikan Tuhan, mereka datang ke Musa minta mukjizat (Kel 17:1-7). Ini namanya mencobai Tuhan. Mukjizat akhirnya terjadi, tapi mukjizat yang diminta dengan paksa itu cuma menepis rasa haus, tidak memuaskan batin. Yesus tidak memaksa batu jadi makanan, seperti dulu Musa yang terpaksa membuat padas kersang memancarkan air segar. Memang Yesus lapar, tapi ia tidak menukar kesertaan Roh dengan makanan. Ia tetap Anak Allah, maksudnya, orang yang amat dekat denganNya sampai dapat membiarkanNya sendiri terlihat. Ia anak Allah bukan dalam arti yang hendak diisikan oleh penggoda: pembuat mukjizat untuk diri sendiri. Yesus yang disertai Roh itu bersedia hidup dari sabda ilahi yang menyebutnya "anak terkasih" yang diperdengarkan pada saat ia dibaptis.

Godaan kedua lebih berat. Menjatuhkan diri dari puncak Bait Allah agar Allah sendiri mau tak mau menyelamatkan. Jadi memaksaNya bikin mukjizat! Apakah Ia akan membiarkan Yesus binasa terbanting? Dan apa malaikat-malaikat akan berpangku tangan nonton saja? Kan tertulis dalam Mzm 91:11-12 bahwa Allah akan menyuruh malaikat-malaikat menadahi kakinya agar tak terantuk batu, begitulah bisikan Iblis. Ia juga mahir memakai Kitab Suci dan menafsirkannya bagi tujuan sendiri. Tetapi Roh menjernihkan budi Yesus sehingga ia tetap melihat kedudukan dirinya sebagai Anak Allah sejati. Tidak mau mencobai Dia. Roh juga mengarahkan ingatan pada ayat suci Ul 6:16 yang melarang orang membiarkan diri dikuasai perasaan ragu akan Yang Mahakuasa. Jadi, tak usah gentar pada Iblis, ada Roh yang menyertai kalian. Biarkan Roh menjernihkan kembali tafsir yang dikisruhkan Iblis.

Godaan ketiga makin gencar. Yesus ditawari kekuasaan atas seluruh dunia beserta kemegahannya. Syaratnya, sujud menyembah Iblis. Semakin dipikir semakin mengerikan. Iblis bisa menawarkan dunia dan kemegahannya. Berarti semuanya bisa dialihmilikkan begitu saja oleh Iblis! Dan kalian hidup di dunia yang begitu itu. Untunglah ini baru wacana, belum kejadian yang nyata. Baru menjadi nyata kalau Yesus menurutinya. Syukur tidak. Roh tetap menyertainya dalam berteguh pada pilihannya. Karena itu penggoda kehabisan akal dan tersingkir oleh daya Roh.

Nanti Yesus menjadi Kristus Raja Alam Semesta seperti kalian tahu. Tapi ini terjadi karena ia tetap meniti jalan ilahi, tidak mengikuti lorong satani. Ia tidak mendahului langkah-langkah Roh.

Dalam semua godaan itu Yesus berpegang pada ayat-ayat suci, semuanya dari Kitab Ulangan; ay. 4 = Ul 8:3; ay. 7 = Ul 6:16; ay. 10 = Ul 6:13.) Apa intinya? Seruan untuk mementingkan Dia Yang Mahatinggi itu. Tiga ayat suci itu memberi ruang bagi sabda yang datang dari Dia, bagi kesungguhanNya melindungi, bagi kebesaranNya.

Mau mengenali si penggoda dari dekat? Dalam petikan yang kalian bacakan itu ia tampil sebagai "diabolos" (= Iblis, ay. 1, 5, 8, 11), "peirazoon" (= pembujuk, ay. 3), dan "satana" (= setan, ay. 10). Yang ketiga ini bahkan diucapkan oleh Yesus sendiri. Sayang dalam terjemahan LAI, kata "setan" dalam ay. 10 itu cuma dialihkan jadi "Iblis" - kata yang sudah beberapa kali dipakai. Yesus kan menggertak, "Enyahlah, Setan!" Hardikan ini terdengar sekali lagi dalam kesempatan lain, lihat di bawah.

Penggoda tampil pertama-tama sebagai "Iblis", Yunaninya "diabolos". Menurut arti kata itu, pekerjaannya ialah memecah belah pikiran dan membuat hati bercabang. Ia mau menduakan perhatian Yesus yang sepenuhnya terarah kepada Bapanya. Iblis mau membuatnya berorientasi pada dia juga. Perhatikan yang dikatakan dalam ay. 8 ketika Iblis menawari Yesus kekuasaan akan dunia dan kemegahannya. Ia tidak meminta Yesus meninggalkan Yang Mahakuasa. Iblis cuma ingin agar dirinya ikut diakui oleh Yesus. Itu cukup. Jadi inti godaannya ialah menyisihkan sedikit tempat bagi Iblis dengan imbalan seluruh isi dunia dan kebesarannya. Pemikirannya begini: ah, Yang Mahakuasa kan sudah punya apa saja, kalau kita ada simpanan rahasia sedikit tak apa kan? Apalagi kalau sedang tak beres hubungan dengan Dia, ke mana kita akan sembunyi?

Tetapi Yesus mengusir Iblis dan menghardiknya sebagai "setan". Kalian ingat peristiwa pemberitahuan pertama mengenai penderitaan Yesus? Langsung Petrus berusaha mencegah agar Yesus tidak terus berjalan ke arah penderitaan itu. Yesus berpaling dan mengucapkan (Mat 16:23 Mrk 8:33) "Enyahlah setan!" seperti ketika menggertak penggoda tadi. Petrus mau menduakan perhatian Yesus. Lihat betapa lembutnya godaan itu. Setan pintar menabur benih perseteruan di dalam batin manusia sendiri. Ia menuduh-nuduh apa cara hidupmu ini benar, apa yang ini yang terbaik, kok ndak gini saja, dst. Ia membimbangkan, ia membuat orang jadi ragu-ragu. Ia itu bisa terasa amat dekat, bahkan kayak orang kepercayaan. Dalam Injil, setan itu bukan jejadian yang membikin bulu kuduk berdiri kayak yang disuguhkan tontonan horor di TV kalian. Ia punya wajah kalem tapi diam-diam menjerumuskan ke jalan buntu.

Heran bahwa hardikan keras kepada Petrus di atas tidak ikut disebut Luc? Tapi kawan kita ini kiranya mau menyampaikannya dengan cara lain. Segera setelah pemberitahuan pertama mengenai sengsara (Luk 9:22), Luc mengutipkan beberapa ajaran tegas Yesus tentang arti mengikutinya..., baca Luk 9:23-27. Seluk-beluknya tanya sama Luc sendiri, atau minta Gus menjelaskannya nanti.

Bagaimana membeda-bedakan yang benar dari yang tipuan? Sendirian kita tak bisa. Hanya dengan bantuan Roh kita akan mendapati jalan kebenaran. Tak bisa dengan kekuatan sendiri saja. Tak mungkin dengan keberanian belaka. Tak cukup dengan laku tapa melulu. Bahkan berkutat menjalani retret Ignatian sebulan tak akan membekali kalau dalam waktu itu belum bisa belajar membiarkan diri disertai Roh.

Memang tak gampang mengenali "pembujuk", Yunaninya "peirazoon" yang maknanya "dia yang berusaha meyakin-yakinkan dengan niat menipu dan menjatuhkan". Orang dulu paling takut pada cobaan seperti ini. Pasti kalah. Pada akhir doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus dan diteruskan Luc secara apa adanya (Luk 11:4) itu ada permohonan, "Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan". Untuk menjelaskan lebih lanjut, saya perluas rumusannya dengan "tapi bebaskanlah kami dari yang jahat"(Mat 6:13). Godaan itu alam yang jahat yang amat mengerikan. Manusia tak bisa melawan. Satu-satunya yang bisa dilakukan ialah minta Bapa melepaskan dari kuasa jahat itu. Dan Ia menjalankannya dengan kekuatan yang datang dariNya sendiri, yakni Roh. Ingat juga, nanti di Getsemani Yesus tergoda untuk ambil jalan lain, tapi ia tetap mendekatkan diri kepada Bapanya (Mrk 14:36 Mat 26:39 Luk 22:42).

Begitulah di padang gurun Yesus berjumpa dengan "diabolos", Iblis pemecah belah, bertemu "peirazoon", pembujuk yang menyebar benih permusuhan, dan bertatap muka dengan "setan" yang mau menyeretnya ke jalan sesat. Yesus berhasil keluar dari padang gurun karena ia tetap disertai Roh. Tokoh utama dalam kisah di padang gurun itu Roh sendiri! Kalian amati gerak geriknya ketika menyertai Yesus dan ambil hikmatnya!

Bagaimana kita tahu kita didampingi Roh? Bila kita ikuti jalan Yesus, bila tidak kita sangsikan kesungguhan Yang Mahakuasa, dan bila kita membiarkan diri dituntun kekuatan dari atas untuk mengerti kebesaran ilahi yang sesungguhnya. Itulah langkah-langkah membuka diri bagi bimbingan Roh.

Semoga kalian tetap didampingi Roh!
Matt



Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Kamis, 10 Maret 2011

Renungan Harian 10 Maret 2011

Bacaan:

Ul. 30:15-20;
Mzm. 1:1-2,3,4,6;
Luk. 9:22-25


Renungan:

Hari ini kita ditantang untuk menentukan pilihan: kehidupan atau kematian, keberuntungan atau kecelakaan; berkat atau kutuk. Sepintas, ini pilihan yang gampang sekali. Semua orang pasti akan memilih: kehidupan, keberuntungan, dan berkat. Memang benar, pilihan itu gampang, tak seorang pun akan salah pilih.

Tetapi nyatanya begitu banyak orang salah pilih. Semua orang yang mencuri, korupsi, tidak jujur, dan lain-lain adalah orang yang memilih kematian, kecelakaan,dan kutuk.

Jumlah mereka ternyata banyak sekali, dan itulah yang membuat negara ini tidak sejahtera. Orang yang memilih kehidupan harus mengasihi Tuhan, hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari..." Orang yang menolak kehidupan adalah orang-orang yang hatinya berpaling dari Allah.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Selasa, 08 Maret 2011

Renungan Harian 9 Maret 2011

Rabu, 9 Maret 2011

Bacaan:

Yl 2:12-18;
Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17;
2Kor. 5:20-6:2;
Mat. 6:1-6,16-18
Renungan:

Memasuki masa puasa, banyak umat bertanya: bagaimana cara orang Katolik berpuasa?

Bacaan-bacaan hari ini menegaskan bahwa puasa adalah bentuk pertobatan. Puasa bukan suatu kegiatan ritual-lahiriah,tetapi suatu olah tobat yang mencakup dimensi lahiriah dan batiniah sekaligus.

Yl. 2:12-18 menyerukan bentuk pertobatan yang total: mengoyakkan hati, bukan pakaian, dan berbalik kepada Allah dengan segenap hati. Pertobatan batin ini harus didukung dan diungkapkan dalam sejumlah tindakan lahiriah, antara lain: adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa, kuduskanlah jemaah. Yesus pun menekankan ketulusan dalam ulah pertobatan, jangan sampai kita bersikap munafik dan mencari muka.

Pertobatan sejati punya tiga unsur: sedekah, doa, dan puasa. Apabila memberi sedekah, kita tidak boleh mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang-orang munafik. Apabila berdoa, kita tidak boleh emamerkan doa supaya dipuji orang. Apabila berpuasa, kita tidak perlu menunjukkan wajah yang muram seperti orang munafik.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 8 Maret 2011

Bacaan:

Tb. 2:9-14;

Mzm. 112:1-2,7bc-8,9;
Mrk. 12:13-17
Renungan:

Yesus berhadapan dengan orang yang ingin tahu secara persis apa yang menjadi hak dan kewajiban seseorang terhadap pimpinan pemerintah, yaitu kaisar.

Orang tersebut memuji Yesus sebagai Guru yang jujur, tak takut kepada siapa pun, tak mencari muka dan mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran-Nya itu. Rupanya kriteria pribadi seperti itu menjadi dasar untuk menanyakan masalah yang sangat krusial.

Yesus tahu pertanyaan ini jebakan. Kalau membayar pada kaisar, berarti Yesus itu kalah kuasa daripada kuasa dunia, sebaliknya kalau tak membayar, bisa saja ditangkap sebagai warga yang tak taat hukum. Meski pertanyaan itu sebenarnya menunjukkan kemunafikan mereka, namun Yesus memiliki jawaban yang sangat jitu.

Dengan meminta mereka melihat gambar pada mata uang dinar, Yesus memberikan jawaban yang melebihi apa yang mereka nantikan. Tak menyangka bahwa Yesus menjawab dengan sangat tegas dan jelas, agar mereka sendirilah yang menentukan. Allah memiliki hak, dan pemerintah dunia juga memiliki hak. Manusia harus dapat menentukan prioritasnya yang tepat. Bagaimana dengan kita. Prioritas manakah yang kita pilih?



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Kamis, 24 Februari 2011

Pemeluk Katolik Seluruh Dunia 1,181 Miliar

Vatican City, 20/2/2011 -- Jumlah pemeluk Katolik Roma di seluruh dunia meningkat 1,3 persen menjadi 1,181 miliar orang pada 2009 dari tahun sebelum itu, demikian Vatican mengumumkan dalam publikasi terakhirnya seperti dikutip AFP.

Komunitas Katolik terbesar ada di Amerika Latin yang menjadi rumah bagi 13,6 persen penduduk dunia, namun satu dari setiap 2 orang penduduknya (49,4 persen) beragama Katolik.

Di Eropa hampir satu dari setiap 4 orang (24 persen) adalah pemeluk Katolik atau sekitar 10 persen dari total penduduk dunia, demikian keterangan Vatican.

Dia Asia yang merupakan 60,7 persen dari total penduduk dunia, 10,7 persen penduduk menganut Katolik, sedikit lebih banyak dibandingkan tahun 2008.

Di Afrika dan Oseania, jumplah pemeluk Katolik mencapai 15,2 pesen atau 0,8 persen dari total penduduk dunia.

Vatican mengatakan jumlah biarawati menurun drastis dari 739.068 pada 2008 menjadi 729.371 pada 2009, justru di tengah meningkatnya jumlah pemeluk Katolik di Afrika dan Asia.

Jumlah uskup meningkat 1,3 persen menjadi 5.065 orang, dengan Afrika dilaporkan mencapai kenaikan tajam 1,8 persen dan Asia terendah dengan hanya 0,8 persen.

Jumlah keseluruhan pastor meningkat tipis 0,34 persen, namun turun lebih dari 0,8 persen di Eropa, berkaitan dengan menurunnya ketertarikan kalangan muda.(ant)
Lanjut...

Minggu, 23 Januari 2011

Renungan Harian 24 Januari 2011

Bacaan:

Kis. 22:3-16 atau Kis. 9:1-22;
Mzm. 117:1.2;
Mrk. 16:15-18
Renungan:

Paulus bukanlah orang yang serba mulus perjalanan hidupnya. Ia mengalami masa gelap dan sempat menganiaya para pengikut Yesus. Namun perjumpaannya dengan Yesus mengubah segalanya, ia bertobat dan menjadi orang utama dalam pewartaan Injil ke seluruh dunia yang buah-buahnya sekarang ini dapat kita nikmati. Tentu saja dalam hal ini Paulus tidak sendirian, ia selalu ditemani oleh Yesus yang mencintainya. Semangat dan gerak Paulus itulah yang perlu kita teruskan sekarang ini.

Untuk itu diperlukan sikap tobat, yakni siap melepaskan kepentingan dan kesenangan pribadi. Selanjutnya memberi diri untuk pewartaan Kabar Gembira kepada semua manusia. Ada banyak cara yang bisa ditempuh sekarang ini. Apapun tugas dan pekerjaan yang sedang kita lakukan sekarang ini, dapat merupakan lahan subur bagi pewartaan Injil. Jangan lupa bahwa Anda juga diutus untuk menjadi pewarta Injil pada saat ini. Maka di tengah dunia yang menantang ini, kehadiran Anda sebagai seorang kristiani sungguh akan memberikan rahmat tersendiri bagi orang-orang yang sedang mencari arah hidupnya, yang banyak masalah dan putus asa. Tunjukkan Yesus kepada mereka melalui kesaksian hidup dan perjumpaan Anda dengan mereka.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 23 Januari 2011

Minggu, 23 Januari 2011

Bacaan:

Ibr. 9: 15,24-28;
Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6;
Mrk. 3:22-30
Renungan:

Kuasa Yesus dipertentangkan dengan kuasa jahat. Dengan mudah orang menuduh Yesus melakukan berbagai mukjizat dengan kuasa jahat. Sikap menuduh sebagai sikap tidak senang dan menentang sikap baik yang dilakukan Yesus bagi orang yang membutuhkan pertolongan- Nya. Maka dengan jelas Yesus mengatakan bahwa tidaklah mungkin untuk hal baik orang menggunakan kuasa jahat, hal itu tentunya akan membuat perpecahan. Kebaikan berasal pula dari kebaikan dan bukan dari kejahatan serta dilakukan berdasarkan kasih yang tulus. Sikap Yesus inilah yang sampai sekarang terus diperjuangkan oleh semua orang yang mengikuti-Nya dan menamakan diri sebagai orang kristiani. Ada banyak tuduhan dan kadang fitnah yang diberikan kepada para pengikut Yesus, bahkan sampai ada yang dibunuh. Namun demikian, setiap orang kristen tidak pernah takut dalam membela kebenaran dan mewartakan kasih. Semuanya itu dilakukan demi kebaikan dan keselamatan banyak orang.

Zaman sekarang ini, kadang kita seperti domba di tengah serigala yang siap menerkam. Namun kita tidak perlu takut dan menyerah. Mungkin Anda termasuk orang yang sering mengalami ketidakadilan. Jangan mundur, karena Tuhan Yesus berada di pihak Anda. Walau Anda menderita, namun Yesus menjanjikan kebahagiaan abadi.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Senin, 17 Januari 2011

Renungan Harian 18 Januari 2011

Selasa, 18 Januari 2011

Bacaan:

Ibr. 6:10-20;
Mzm. 111:1-2,4-5,9,10c;
Mrk. 2:23-28
Renungan:

Injil hari ini menampilkan orang-orang Farisi menegur Yesus atas kelakuan murid-murid-Nya yang memetik bulir gandum pada hari Sabat. Pernahkah kita membayangkan seandainya saat ini, ada orang yang mengomentari kelakuan kita pada Tuhan Yesus? Saya yakin Tuhan Yesus pasti akan dengan cerdas membalikkan komentar orang tersebut dan tidak serta merta ‘menyalahkan' kita.

Bukan untuk sebuah pembelaan ‘buta', tetapi Yesus adalah orang yang sangat berpandangan luas dan dapat menempatkan setiap kejadian dalam konteks yang membangun manusia itu sendiri.

Banyak manusia mempunyai kecenderungan selalu menilai dan mengomentari kelakuan orang lain. Apapun yang orang lakukan akan selalu mendapat komentar dari orang lain. Akibatnya, banyak orang yang tidak bahagia karena mendengar komentar orang-orang yang masuk di telinga mereka. Karena sebenarnya tanpa sadar kita memasukkan komentar orang-orang itu sebagai sebuah ‘kebenaran'. Akibatnya hidup kita menjadi tidak bertumbuh seperti yang Tuhan mau, melainkan ‘terbelenggu' dalam nilai yang dibuat orang lain.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)


Lanjut...

Renungan Harian 17 Januari 2011

Senin 17 Januari 2011

Bacaan:

Ibr 5:1-10;
Mzm 110:1,2,3,4;
Mrk 2:18-22
Renungan:

Berpuasa pada masa resmi orang berpuasa itu lumrah. Berpuasa pada masa resmi orang tidak berpuasa itu sebuah keutamaan. Tidak berpuasa pada masa resmi orang berpuasa itu aneh, karena dianggap membangkang atau melawan kaidah agama. Yesus dalam Injil hari ini diprotes karena murid-murid-Nya tidak berpuasa pada saat orang lain berpuasa.

Bagaimana reaksi Yesus? Yesus menanggapinya begini: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?'

Yesus tidak terpancang pada masa tetap untuk berpuasa, tetapi pada maksud puasa, sebagai sarana bina, tempa dan kendali diri dari egoisme, keserakahan, hawa nafsu, isi hati, amarah, agar hidup ebih berkenan, dekat, terbuka pada Tuhan. Para murid telah meninggalkan kepentingan mereka lalu mengikuti Yesus. Ketika bersama Yesus tentu sepadan jika mereka tidak berpuasa sebaliknya harus bergembira, bersukacita, ibarat anggur baru harus disimpan bukan pada kantong kulit lama tetapi pada kantong kulit baru.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)


Lanjut...

Minggu, 16 Januari 2011

Renungan Harian 16 Januari 2011

Minggu 16 Januari 2011

Bacaan:

Yes. 49:3,5-6;
Mzm. 40:2,4ab,7-8a,8b-9,10;
1Kor. 1:1-3;
Yoh. 1:29-34.
Renungan:

Untuk kita yang menyukai binatang, anak domba yang putih bersih dan lucu selalu menyenangkan dan menggemaskan. Baik anak-anak maupun orangtua senang untuk bermain dengan anak domba lucu itu. Hanya saja, untuk para penggemar binatang sangatlah menyedihkan kalau anak domba yang lucu-lucu itu harus dibawa ke tempat penjagalan, dibunuh dan diambil dagingnya untuk dibuat sate atau sup domba muda.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yohanes menunjukkan Yesus sebagai "Anak Domba". Kitab Suci sering menggambarkan Anak Domba sebagai Hamba Allah yang mengurbankan diri-Nya untuk saudara-saudaraNya.

Dalam diri Yesuslah wujud Anak Domba Allah sejati yang menggantikan Anak Domba Paskah. Yesuslah Putra Allah yang datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia. Sebagai manusia pendosa, kita bersyukur karena diingatkan bahwa kita yang berdosa ini dicintai oleh Allah. Yesus sendiri berkenan mengurbankan diri-Nya demi keselamatan kita. Seperti Yohanes, kita dipanggil untuk menjadi saksi, menunjukkan Yesus Sang Anak Domba Allah kepada sesama. Kita yang mengalami dan mengimani bahwa kasih Allah menghapus dosa dan menyelamatkan dipanggil untuk memberi kesaksian bahwa kita dicintai oleh Allah.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Senin, 10 Januari 2011

Renungan Harian 10 Januari 2011

Bacaan:

Ibr. 1:1-6;
Mzm. 97:1,2b,6,7c,9;
Mrk. 1:14-20.
Renungan:

Pada zaman dahulu, upaya keselamatan diwartakan lewat nabi-nabi. Pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Putra-Nya sendiri. Dengan sangat jelas, Sang Putra memaklumkan datangnya saat keselamatan, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat.

Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"

Kalau mendengar pernyataan tegas seperti itu, apalagi dari Tuhan sendiri, kita mestinya tidak lagi menunda-nunda, "Ah, masih ada waktu!" Waktu yang kita perhitungkan barangkali masih ada, tetapi waktu Allah kita tidak tahu. Banyak dari kita mempunyai kebiasaan yang buruk, yaitu menunda-nunda pekerjaan atau tugas. Ah, masih dua hari lagi! Ah, masih seminggu. Santai saja. Tetapi, ketika deadline tiba, kita belum juga siap dengan pekerjaan itu. Maka kita menjadi panik, lalu bekerja dengan terburu-buru, dan hasilnya tidak memuaskan. Hari ini Tuhan tidak mengatakan waktumu masih dua hari atau seminggu. Tuhan menegaskan: Waktunya telah genap! Artinya, sudah tidak dapat ditunda lagi. Sekarang juga kita harus mulai. Inilah wujud pertobatan dan kepercayaan kita kepada Injil.



(Renungan harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 9 Januari 2011

Bacaan:

3b,9b-10;
Kis. 10:34-38;
Mat. 3:13-17
Renungan:

Sesudah Yesus dibaptis, langit terbuka, Roh Allah, dalam rupa burung merpati, turun ke atas Dia, lalu terdengarlah suara, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada- Nyalah Aku berkenan." Apa yang terjadi atas Yesus pada saat pembaptisan, juga terjadi atas kita. Setelah kita dibaptis, langit terbuka ... Roh Allah turun atas kita ... dan terdengar suara yang sama: Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.

Berkat pembaptisan, kita menjadi seperti Kristus: Roh Allah, Roh Sang Putra, dicurahkan atas kita, dan kita menjadi anak Allah seperti Kristus. Tetapi, pembaptisan tidak hanya memberikan martabat baru kepada kita. Pembaptisan juga membawa perutusan: Aku membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang

hukuman. Betapa banyak orang di sekitar kita hidup dalam kegelapan, terhimpit dan terbelenggu. Bagi mereka semua, kita diutus untuk menjadi terang dan pembebas. Seperti Yesus, kita diutus untuk "berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan orang..."

(Renungan harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 8 Januari 2011

Bacaan:

1Yoh. 5:14-21;
Mzm.149:1-2,3-4,5,6a,9b;
Yoh. 3:22-30.
Renungan:

Kedatangan Yesus ke dunia dimaksudkan untuk menyelamatkan umat manusia. Untuk itu perlu pertobatan yang didahului dengan pembaptisan. Yohanes yang mempersiapkan kedatangan Yesus juga melaksanakan pembaptisan itu. Baptisan dalam nama Yesus menyempurnakan baptisan Yohanes, karena Yohanes membaptis dengan air, sedangkan baptisan Yesus melengkapinya dengan Roh Kudus.

Injil hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk merenungkan makna baptisan kita. Dengan baptisan itu, kita telah diangkat menjadi putra-putri Allah dan dibebaskan dari dosa manusia lama kita. Karena itu kita menjadi manusia baru yang dimampukan untuk menikmati karunia Allah yang paling besar yaitu hidup kekal. Hidup kita yang sementara, tak lagi sia-sia karena kita akan diikutsertakan dalam kebangkitan Kristus. Betapa patut kita syukuri karunia itu, dan kita perkembangkan dalam hidup seharihari melalui pertobatan yang nyata.

Berani mengarahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan dosa serta kejahatan kita, merupakan sikap yang tepat menghayati apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.



(Renungan harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 8 Januari 2011

Bacaan:

1Yoh. 5:14-21;
Mzm.149:1-2,3-4,5,6a,9b;
Yoh. 3:22-30.
Renungan:

Kedatangan Yesus ke dunia dimaksudkan untuk menyelamatkan umat manusia. Untuk itu perlu pertobatan yang didahului dengan pembaptisan. Yohanes yang mempersiapkan kedatangan Yesus juga melaksanakan pembaptisan itu. Baptisan dalam nama Yesus menyempurnakan baptisan Yohanes, karena Yohanes membaptis dengan air, sedangkan baptisan Yesus melengkapinya dengan Roh Kudus.

Injil hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk merenungkan makna baptisan kita. Dengan baptisan itu, kita telah diangkat menjadi putra-putri Allah dan dibebaskan dari dosa manusia lama kita. Karena itu kita menjadi manusia baru yang dimampukan untuk menikmati karunia Allah yang paling besar yaitu hidup kekal. Hidup kita yang sementara, tak lagi sia-sia karena kita akan diikutsertakan dalam kebangkitan Kristus. Betapa patut kita syukuri karunia itu, dan kita perkembangkan dalam hidup seharihari melalui pertobatan yang nyata.

Berani mengarahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan dosa serta kejahatan kita, merupakan sikap yang tepat menghayati apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.



(Renungan harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Kamis, 06 Januari 2011

Renungan Harian 7 Januari 2011

Jumat 7 Januari 2011

Bacaan:

1Yoh. 5:5-13;
Mzm. 147:12-13,14-15,19-20;
Luk. 5:12-16.
Meditatio:

Pada saat Tuhan Yesus berkarya, yang dimaksud dengan sakit kusta adalah sakit kulit yang agak berat. Sebagian dapat disembuhkan. Sebagian yang lain tidak dapat disembuhkan. Mereka yang mengidap penyakit itu tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga secara sosial dan secara religius, karena selama masih mengidap penyakit itu mereka tidak diperkenankan bergaul dengan orang-orang yang sehat dan tidak boleh ikut mengambil bagian dalam ibadat bersama.

Karena itu, dapatlah dibayangkan, betapa bahagia perasaan seorang kusta, yang sakitnya dilenyapkan oleh Tuhan Yesus, dan dengan demikian kenajisannya juga berhenti. Ia menjadi tahir. Tindakan itu meningkatkan popularitas Tuhan Yesus di antara orang-orang Yahudi.

Namun popularitas semacam itu tidak Ia kehendaki. Ia berkarya bukan untuk meningkatkan gengsi-Nya, tetapi semata-mata untuk menyelamatkan orang kusta itu, dan sekaligus mendorong banyak orang memuji Allah di surga. Karena itulah, Ia memutuskan untuk menyingkir ke tempat sunyi dan berdoa di sana. Ia tidak mau tergoda oleh popularitas yang menghebohkan. Ia tidak mau tenggelam di dalam keramaian dunia. Ia mau tetap berada di dalam keheningan, agar kehendak Bapa dan dorongan Roh Kudus tidak terlewatkan sia-sia.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 6 Januari 2011

Kamis, 6 Januari 2011

Bacaan:

1Yoh. 4:19 - 5:4;
Mzm. 72:2,14,15bc,17;
Luk. 4:14-22a.
Renungan:

Saat berusia sekitar 30 tahun, sesudah dibaptis di sungai Yordan dan dicobai iblis di padang gurun, Tuhan Yesus mulai mewartakan datangnya Kerajaan Allah. Dia menegaskan bahwa Allah sudah mulai meraja di dunia ini, dan sikap paling tepat untuk menyambut-Nya adalah dengan mendengarkan sabda-sabda-Nya.

Sabda-sabda Tuhan Yesus memang pantas didengarkan, karena Ia sampaikan dengan kekuatan Roh Kudus. Dia tidak berkarya semata-mata dengan pengetahuan dan keterampilan manusiawi, yang diperoleh melalui bapa Yosef, bunda Maria, dan para guru Yahudi di sinagoga, melainkan juga dengan kebijaksanaan ilahi, yang diperoleh dari Roh Kudus.

Sabda-sabda itu diucapkan untuk menawarkan keselamatan bagi mereka yang paling membutuhkan, yakni "orang-orang miskin... orang-orang tawanan...orang-orang buta... dan orang-orang tertindas". Tawaran keselamatan itu tidak hanya disampaikan dengan kata-kata, melainkan juga mulai diwujudkan secara nyata dengan tindakan-tindakan konkret. Beliau menyembuhkan orang-orang sakit, mengampuni kesalahan para pendosa, membuat orang-orang buta dapat melihat. Yesus membuktikan diri tidak hanya sebagai Guru bijaksana melainkan juga Tabib yang agung.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2011, Pustaka Nusatama Yogyakarta)
Lanjut...

Senin, 03 Januari 2011

Paus Benediktus Lanjutkan Tradisi Pendahulunya

Vatikan, POS KUPANG.Com - Pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia, Paus Benediktus XVI akan menggelar pertemuan antar umat beragama di Assisi, Italia, Oktober 2011 untuk memperingati 25 tahun pertemuan yang digagas oleh pendahulunya, Yohanes Paulus II.

Dalam masa kepausan yang kompleks, pengumuman itu sepertinya ditujukan untuk memperlihatkan niat baik Benediktus terhadap agama lain setelah beberapa tahun menerima kritikan dari Muslim, Yahudi, dan kalangan Kristen lainnya, terutama Anglikan, sebagaimana dikutip dari IRNA-OANA.

Berbicara di Basilika Santo Petrus di Vatikan, Pausmengatakan tujuan dari pertemuan itu adalah untuk memperbarui upaya para penganut kepercayaan dari seluruh agama untuk menjalani keyakinannya sebagai pelayanan kepada penyebab perdamaian.

"Menghadapi ancaman ketegangan saat ini, terutama diskriminasi, ketidakadilan dan intoleransi beragama, yang saat ini terjadi kepada kaum Kristen secara terpisah, sekali lagi, saya menyampaikan seruan mendesak untuk tidak menyerah pada kekecewaan dan pengunduran diri," katanya.

Ia mengatakan bahwa pertemuan pada Oktober itu akan menjadi upaya untuk menghormati kenangan peristiwa bersejarah yang ditorehkan pendahulunya.

Paus Yohanes Paulus mengadakan pertemuan serupa pada 1986, yang dihadiri oleh para pemimpin Yahudi dan Muslim, juga Dalai Lama serta Uskup Agung Canterbury.

Paustelah berkali-kali mengutuk serangan terhadap warga Kristen di Irak, termasuk penyerangan terhadap sebuah katedral di Baghdad pada Oktober yang menewaskan sedikitnya 50 orang.

Pengumuman itu muncul hanya beberapa saat setelah bom meledak di sebuah gereja di Mesir.(ant)
Lanjut...