Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 28 November 2010

Renungan Harian 29 November 2010

Bacaan:

Yes. 2:1-5 atau Yes. 4:2-6;
Mzm. 122:1-2, 3-4a,(4b-5,6-7,) 8-9;
Mat. 8:5-11.
Renungan:

Apa yang dikatakan perwira yang hambanya sakit bertolak dari pola berpikir seorang tentara, dan dengan pola pikir ini pula ia menerapkan kepercayaannya pada karya kuasa Yesus: "katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." Cukup Yesus memberi perintah maka akan terjadi sebagaimana yang umumnya ia lakukan dalam melaksanakan kuasa yang dimilikinya dalam dinas ketentaraan. Sikap yang sangat dipuji Yesus dalam tindakan perwira ini, terutama adalah sikap imannya.

Perwira itu tidak ingin menyusahkan Yesus pergi ke rumahnya, dan ia percaya bahwa kuasa Allah dalam pribadi Yesus melampaui ruang dan waktu. Kalau dikehendakiNya, cukup bersabda saja maka segalanya akan terjadi sesuai kehendakNya. Tidak ada yang mustahil kalau Allah berkenan. Tanda bagi siapa pun yang percaya kepada Yesus adalah bahwa dia akan percaya kepada SabdaNya sebagai kebenaran dan membawa kehidupan bagi jiwa. Sabda Tuhan itu benar dan penuh kuasa, namun adakah kita memiliki iman seperti seorang perwira ini? Paling sederhana, sikap kepercayaan ini kita wujudkan dalam ketekunan melaksanakan Sabda Yesus yang tersurat dalam Kitab Suci. Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Jumat, 26 November 2010

Jadwal Misa Minggu, 28 November 2010

Tempat: Gereja St FA BTN Kolhua
Waktu : Pukul 07.00 Wita
Pastor: Rm Kanis Pen, Pr


Injil Minggu Adven I/A 28 November 2010


MEMBARUI WAJAH KEMANUSIAAN

Rekan-rekan yang baik!

Injil Masa Adven tahun A ini mengajak orang agar berjaga-jaga menunggu kedatangan "Anak Manusia" pada akhir zaman (Mat 24:37-44). Apa maksudnya?

Ungkapan "Anak Manusia" dalam pembicaraan mengenai akhir zaman dalam Injil Matius (juga dalam Injil Markus dan Lukas) menggemakan Dan 7:13, yakni Anak Manusia yang datang menghadap Yang Mahakuasa untuk memperoleh anugerah atas seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, Anak Manusia ini baru tampil setelah kekuatan-kekuatan jahat yang mengungkung alam semesta punah. Begitulah, zaman yang dikuasai kekuatan edan itu digantikan dengan zaman Anak Manusia. Siapakah Anak Manusia ini? Bila dibaca dengan cermat, sosok Anak Manusia dalam Kitab Daniel menggambarkan kemanusiaan baru yang sepenuhnya ada di hadirat ilahi dan bebas dari pengaruh yang jahat. Bila Yesus digambarkan sebagai Anak Manusia dalam artian ini, maka ia datang dengan kuasa dari Allah sendiri. Orang bisa tak peduli dan mendiamkannya saja. Tapi akan tiba saatnya nanti mereka yang menganggapnya sepele akan merasa ketinggalan kesempatan.



Oleh karena itu, amat tepatlah mengawali masa Adven ini dengan berusaha menyadari bahwa Yang Mahakuasa itu sungguh hadir walau tidak selalu kelihatan jelas. Bukan kehadiran yang diam dan jauh, melainkan yang bergerak mendekat. Pada saat Ia tiba, dunia ini akan terpilah-pilah dengan sendirinya. Akan jelas siapa-siapa yang berpihak kepadanya, akan jelas pula siapa yang tidak peduli akan kehadirannya yang kini masih terselubung. Masa ini juga masa untuk berupaya memahami kemanusiaan baru yang diperkenalkan Yesus serta mengupayakan agar hidup masyarakat terarah ke sana. Dalam Injil Matius, kemanusiaan baru itu ditampilkan sebagai kenyataan Kerajaan Surga.

Pengalaman kerap kali membuat orang berpikir bahwa dunia dan masyarakat ini berjalan menurut hukum-hukum alam dan kesetujuan-kesetujuan dalam masyarakat. Kita kerap berwacana mengenai kenyataan sosial agama dan kepercayaan, kenyataan sosial pengetahuan, hukum-hukum alam evolusi manusia, tata jagat. Dan memang perkembangan teknologi dan hidup masyarakat mengikuti dua macam kaidah tadi. Tentu saja tidak disangkal bisa terjadi hal tak disangka-sangka, seperti bencana alam atau kerusuhan. Tapi kejadian ini malah membuat orang semakin yakin bahwa mekanisme hukum-hukum alam dan kehidupan sosial perlu semakin dikenali. Perubahan tidak begitu saja terjadi. Ada sebab dan akibatnya. Semakin dimengerti perubahan itu, semakin gampang dibuat perencanaan, perhitungan dan prediksi. Kehidupan sehari-hari praktis berdasarkan pendirian ini.

Apa warta Yesus? Wartanya menyangkut kenyataan yang tidak sepenuhnya termasuk dunia ini. Kerajaan Surga yang diwartakannya sudah ada tapi tak diketahui kapan terwujud utuh. Tak ada yang tahu kapan. Artinya, Kerajaan Surga tidak mengikuti mekanisme hukum alam dan kaidah-kaidah perkembangan masyarakat walaupun berinteraksi dengannya dalam cara-cara yang tidak bakal sepenuhnya dapat dijelaskan. Tidak banyak artinya berusaha mendeskripsikan "realitas sosial" Kerajaan Surga dan apa "struktur"-nya, meskipun dapat dikatakan bila Kerajaan ini sungguh ada, ada pula dampak sosialnya. Para teolog dan ahli ilmu sosial dapat bekerja sama mendalami masalah ini.

Tak ada yang tahu kapan kemanusiaan baru itu terwujud sepenuhnya kecuali Bapa sendiri, bahkan Anak Manusia yang akan datang itu tidak tahu saatnya (Mat 24:36). Oleh karena itu, dinasihatkan dalam petikan hari ini agar orang selalu siap (Mat 24:42-44). Dipakai panggilan "Bapa" dan bukan sebutan yang lain bagi Allah Yang Mahakuasa justru karena sebutan itu dapat membuat orang merasa dekat pada kerahiman dan belas kasihnya tanpa mengecilkan kewibawaanNya. Hendak diungkapkan bahwa saat yang amat menentukan itu bergantung pada wibawa yang dapat dialami sebagai yang rahim dan yang penuh belas kasih, bukan penghakiman yang semata-mata menentukan ganjaran atau hukuman.

Dalam petikan ini dibicarakan tentang Nuh dan orang-orang pada zamannya (ay. 38-39). Nuh dikasihi Allah dan Nuh berusaha membalasnya dengan menurutinya. Atas suruhanNya ia membangun Bahtera, kawasan khusus yang terlindung dari kekuatan-kekuatan penghancur yang akan segera datang. Dan jalan terbaik untuk selamat ialah membiarkan diri dibimbing Allah sendiri. Jalan paling mudah menjauhkan diri ialah menganggap sepi kasih Allah itu dan sibuk dengan urusan sendiri.

Orang-orang pada zaman Nuh merasa sudah aman. Tak butuh apa-apa lagi. Mereka melihat yang dikerjakan Nuh, tetapi tidak peduli dan malah menganggapnya mengerjakan yang aneh-aneh saja! Kan tak akan terjadi apa-apa yang luar biasa! Semua bisa diperhitungkan, pikir orang-orang itu. Memang tak satu tindakan pun yang disebutkan termasuk tindakan buruk: makan minum, kawin dan mengawinkan. Semua ini kegiatan sehari-hari yang melangsungkan kehidupan manusia. Tetapi orang mudah melupakan bahwa ada yang tak termasuk keseharian. Gerak gerik Yang Ilahi yang tak dapat seluruhnya diperhitungkan. Ia tetap ada dalam wilayah yang keramat yang tak tunduk pada hukum-hukum di dunia ini.

Bagaimana dengan gerak gerik kemanusiaan? Disebutkan dalam Mat 24:40-41, ada dua lelaki yang menggarap tanah, ada dua perempuan yang menggiling gandum. Bekerja di ladang dan menggiling gandum adalah dua kegiatan dari hari ke hari. Tetapi keseharian ini dapat mengecoh. Yang kelihatan biasa-biasa itu tidak akan tetap sama. Walaupun orang-orang itu mengerjakan yang sama persis, dikatakan satu akan diambil, satu akan dibiarkan. Tidak ada ukuran apapun yang menjelaskan, baik ukuran alamiah maupun ukuran kesetujuan-kesetujuan. Sering kesamaan luar membuat orang berpikir bahwa bagi Yang Keramat juga demikian adanya, sama saja. Tetapi Yesus justru tidak membenarkan anggapan seperti itu. Orang dinasihati agar peduli, hormat, berjaga-jaga akan gerak-gerik Yang Keramat yang tak terduga-duga, dan jangan sekali-kali menyepelekannya atau menganggap semua sudah beres.

Dalam tahun liturgi A ini perhatian akan dipusatkan pada Injil Matius. Injil ini ditulis berdasarkan Injil Markus dan beberapa bahan baru. Kedua bahan itu disusun kembali oleh Matius dalam bentuk lima kumpulan ajaran Yesus yang diselingi kisah mengenai sang guru dan murid-muridnya. Secara ringkas, susunan Injil Matius demikian:

1-4: Bagian pengantar: silsilah Yesus, kelahirannya, pembaptisan, percobaan di padang gurun, permulaan karyanya.
5-7: Kumpulan ke-I ajaran Yesus: Khotbah di Bukit, ini pegangan dasar bagi mereka yang mau masuk dan hidup dalam Kerajaan Surga.
8-9: Pelbagai penyembuhan.
10: Kumpulan ke-II ajaran Yesus: pegangan bagi mereka yang mewartakan Kerajaan Surga.
11-12: Orang Yahudi menolak Yohanes Pembaptis dan Yesus.
13: Kumpulan ke-III ajaran Yesus: tentang Kerajaan Surga lewat perumpamaan dan penjelasannya. Inilah pusat Injil Matius.
14-17: Beberapa mukjizat, perselisihan dengan orang Farisi. Pengakuan Petrus dan penampakan kemuliaan Yesus.
18: Kumpulan ke-IV ajaran Yesus: sikap-sikap yang diharapkan tumbuh dalam kehidupan bersama para murid.
19-23: Perjalanan Yesus bersama murid-muridnya menuju ke Yerusalem dan perbincangan di Bait Allah.
24-25: Kumpulan ke-V ajaran Yesus: pengajaran di Bukit Zaitun mengenai datangnya Kerajaan Surga pada akhir zaman dan ajakan bersiap-siap.
26-28: Hari-hari terakhir Yesus bersama murid-muridnya, peristiwa-peristiwa dari Getsemani sampai Golgota, wafat dan kebangkitannya, penampakannya di Galilea.

Begitulah Injil Matius menampilkan Yesus sebagai pribadi yang membawakan Kerajaan Surga lewat tindakan dan ajarannya. Siapa saja yang menerimanya - bukan saja orang Yahudi - akan menjadi bagian dari Israel baru, yakni bangsa terpilih baru, kemanusiaan baru. Mereka inilah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Untuk sementara memang Kerajaan Surga belum kelihatan sepenuhnya, masih terselubung, walau jelas sudah mulai ada. Akan tiba saatnya kewibawaan ilahi menampakkan kuasanya seutuhnya. Saat itulah Kerajaan Surga tersingkap utuh dan orang yang siap akan ikut serta di dalamnya. Warta ini tak perlu membuat orang menjadi waswas dan mulai menghitung-hitung kapan hari akhir itu tiba. Orang dihimbau untuk menyelaraskan diri dengan kehadiran ilahi yang belum sepenuhnya tersingkap itu. Nuh tidak menyingkirinya, ia memasukinya. Itulah Bahteranya.

Salam,
A. Gianto

Bacaan Pertama Minggu Adven I/C.

Bacaan pertama bagi keempat hari Minggu Adven tahun C diambil dari Kitab Nabi Yesaya, yakni 2:1-5; 11:1-10 35:1-6a dan 7:10-14. Kiranya bagian-bagian itu dipilih untuk membantu orang menyongsong Natal dengan menyelami kebesaran Dia yang sejak dahulu kala sedia hadir di dekat umat manusia dan mengajak siapa saja yang mau mengenaliNya untuk mengarungi perjalanan kehidupan ini bersamaNya. Akan jelas dari ayat-ayat yang dibacakan pada hari Minggu Adven I, yakni Yes 2:1-5, menyampaikan nubuat mengenai datangnya zaman damai. Tetapi kedamaian itu bukannya keadaan yang akan didatangkan dari begitu saja dari atas melainkan tempat yang perlu dicari dan didatangi. Bagaimana penjelasannya?

Kota Yerusalem menjadi di tempat ziarah bagi semua orang Yahudi sendiri yang berdiam di negeri Yudea, di Selatan dan di utara. Ada kepercayaan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa memilih tempat itu sebagai tempatnya Ia dapat dimuliakan oleh siapa saja. Itulah gunung keramatnya - sering disebut dengan nama puitisnya, yakni Bukit Sion. Dan tempat dan kota itu menjadi kebanggaan nasional orang Yudea, khususnya yang berdiam di Yerusalem. Juga secara turun-temurun, para pengelola tempat suci itu erat berhubungan dengan kalangan istana.

Ada beberapa pujangga dan kaum terpelajar yang amat disegani baik di kalangan istana maupun di kalangan para imam di tempat suci. Kaum pujangga ini membesarkan hati, tapi juga mampu menantang dan memperingatkan para tokoh tadi. Di saat-saat tertentu mereka juga mewakili serta memperjuangkan kepentingan orang banyak. Mereka amat terpelajar dalam ajaran turun-temurun. Hal-hal sehari-hari dapat mereka artikan dalam terang ajaran Taurat. Peran kelompok ini penting dalam masyarakat Yahudi. Mereka menjadi "pembaca" gelagat zaman. Itulah para nabi dan kenabian di Yerusalem. Yesaya ialah salah satu yang paling dikenal dari kalangan itu. Ucapan-ucapannya diingat, dikumpulkan, ditulis dan disunting kembali para muridnya dan diluaskan di sana sini, semasa hidupnya dan jauh setelah itu. Teks Yes 2:1-6 kali ini mengalami perkembangan seperti ini. Bahkan ay. 2-6 bergema dalam Mi 4:1-2. Dalam bacaan kali orang-orang Yerusalem, terutama kalangan istana dan tempat ibadat, diajak memahami lebih mendalam kejadian yang sudah amat lazim, yakni ziarah tahunan ke Yerusalem. Secara khusus disoroti keprihatinan mereka. Orang-orang di Yerusalem bahkan dihimbau agar belajar dari keadaan mereka yang akan berziarah ke kota suci mereka.

Dalam kesadaran religius para nabi Yerusalem, Yang Maha Kuasa yang berdiam di kota Yerusalem itu sedemikian besar dan mengatasi batas-batas kebangsaan dan oleh karena itu semua orang dari bangsa manapun boleh dan berhak datang kepadaNya. Jangan Dia dianggap milik khusus umat, meski umat ini ialah bangsa khusus pilihanNya. Justru sebaiknya, mereka diharapkan dapat peka menangkap hasrat-hasrat rohani orang lain. Alangkah baiknya bila kekayaan rohani di Yerusalem semakin terbuka sehingga siapa saja yang datang bisa mendapat bimbingan langsung dari Dia dan menemukan jalan kebahagiaan.

Siapakah Dia yang bisa didatangi di Kota Sucinya itu? Ditegaskan dalam Yes 2:4 bahwa Dia akan menjadi "hakim" antara bangsa-bangsa. Dalam dunia PL, hakim bukan sekadar pemimpin proses peradilan, tapi juga pemimpin masyarakat yang berwewenang mendamaikan pertikaian yang dibawakan ke hadapannya dengan wibawa dan kebijaksanaannya. Kiasan ini dikenakan kepada Dia yang berdiam di Bukit Sion. Ia dapat mendamaikan pertikaian, Dia itu Tuhannya rekonsiliasi.

Bangsa-bangsa yang akan ke Bukit Sion menghadap Yang Maha Kuasa itu bukannya datang untuk berwisata ria. Banyak yang memendam macam-macam keprihatinan, termasuk rasa permusuhan satu sama lain. Ada pihak-pihak yang merasa diperlakukan tak adil, ditekan oleh bangsa dan kelompok lain. Ada ganjalan. Komunikasi macet dan menggumpallah konflik horisontal, begitulah istilah sekarang. Tindakan selanjutnya ialah hunus pedang, arahkan tombak bersiaga maju perang untuk menentukan bukan siapa benar siapa salah, tapi siapa yang lebih kuat. Ketegangan ini tercermin dalam keprihatinan bagian kedua ay. 4.

Syukur dalam keadaan itu tidak semua pihak membiarkan diri hanyut. Ada upaya bernalar - ada yang mulai mengajak mencari pemecahan. Dan inilah yang terbaca oleh sang nabi. Ada harapan mendapatkan pemecahan dari pihak ketiga yang bisa menolong. Coba kita kini baca kembali ay. 3 dengan gagasan tadi. Terungkap hasrat orang dari mana saja yang mau datang ke Yerusalem: "Mari, kita naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalanNya dan supaya kita berjalan menempuhnya, sebab dari Bukit Sion akan keluar pengajaran (= "Taurat dalam arti sebenarnya, bukan hukum belaka") dan firman Tuhan dari Yerusalem." Terasa betapa luas dan luhur pemikiran penyair yang menulis ayat itu. Lebih lagi, awal ay. 4 jelas-jelas mengatakan: "Ia - Tuhan - akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa, akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa." Dan bila terjadi demikian maka perlengkapan yang tadinya bakal dipakai untuk saling menghancurkan akan menjadi peralatan untuk mengelola bahan yang menunjang kehidupan: logam pedang akan ditempa menjadi bajak untuk menggarap tanah, ujung tombak akan beralih menjadi alat menuai buah!

Orang-orang yang tadinya siap berperang itu sendirilah yang akan mengubah mesin perang menjadi alat-alat bercocok tanam, bukan Tuhan yang di Bukit Sion itu. Mereka merasa memperoleh pengajaran dariNya akan nilai kehidupan. Inilah kebesaran Dia yang ada di tempat suci itu: dapat mengubah manusia dari yang siap menjalankan kekerasan menjadi yang mahir memelihara kehidupan dan tetap membiarkan manusia sendiri yang mengujudkannya. Kedamaian bukan karena semua menyembah Yang Ilahi dengan cara yang sama, melainkan karena masing-masing mendapat sesuatu dari Yang Ilahi yang mereka kenal dan dengan demikian mereka berubah sikap dan menindakkan hal-hal yang membangun. Ini warta bagi semua orang, juga bagi orang zaman ini, di mana saja. Ini juga warta antar iman, bukan sekadar ajakan toleransi saja.

Ay. 5 mengakhiri petikan ini dengan seruan "Mari berjalan dalam terang Tuhan!" Ajakan itu ditujukan kepada "keturunan Yakub", cara bicara Perjanjian Lama untuk menyebut kelompok masyarakat yang merasa diri mendapat tugas menghadirkan keilahian di dunia. Juga mereka dan semua orang yang percaya diajak mencari pencerahan budi dan hati tadi dan menjalankannya dalam kehidupan. Masa Adven ialah masa menantikan kedatangan dia yang dalam terang ini. Bacaan dari Mat 24:37-44 yang diulas di bawah ini menyoroti kemanusiaan baru yang bisa diharapkan datang itu. Rahmat tercurah dari atas, tapi orang diharap jeli dan peka menanggapinya dan membiarkan diri kena pesona Dia yang di atas itu!

Pendalaman bacaan pertama (atau juga bacaan kedua) sebaiknya ditujukan untuk menyiapkan suasana batin serta pengertian yang membuat warta Injil semakin terasa dekat. Pendalaman seperti itu sebenarnya sudah mulai dalam proses pembentukan Injil-Injil sendiri. Dulu dalam ibadat dikisahkan sebuah ingatan akan Yesus, lalu diupayakan memahami bagaimana kejadian ini memberi makna kepada khazanah teks turun-temurun mereka yang kita kenal sebagai Perjanjian Lama. Begitulah terkumpul bagian-bagian Injil yang memuat rujukan langsung atau tak langsung ke sana. Dalam perkembangan lebih lanjut, dibacakan juga secara terpisah petikan dari Perjanjian Lama yang dipilih pemimpin ibadat setempat, kemudian juga diikuti bacaan surat atau pengajaran tokoh-tokoh yang masih mengenal para rasul sendiri. Peringkat bacaan seperti ini akhirnya terkumpul dan diolah dalam "lectionarium" atau peringkat bacaan Hari Minggu dan hari biasa yang dikenal dalam Gereja Katolik sekarang. Dalam hubungan dengan Injil hari Minggu Adven I/C (Mat 24:37-44) bisa dilihat bagaimana warta kenabian PL tadi membantu menajamkan kepekaan orang menangkap gelagat serta pertanda kehadiran Dia yang mendamaikan kemanusiaan dan membaruinya.

Salam,
A. Gianto

Sumber: MIRIFICA



Lanjut...

Renungan Harian 27 November 2010

Bacaan:

Why. 22:1-7;
Mzm. 95:1-2,3-5,6-7;
Luk. 21:34-36
Renungan:

"Kalau aku mati nanti," kata Nasrudin kepada istri dan keluarganya, "kuburkan aku di kuburan yang tua saja." "Lho memangnya kenapa?" tanya istrinya. "Supaya bila malaikat datang, mereka akan melewatkanku karena mengira kuburanku sudah mereka periksa."

Salah satu pesan dari cerita di atas, tampaknya bagi sebagian (besar) orang memang ada sesuatu yang "menakutkan" di balik pintu kematian. Orang takut mati karena orang membayangkan bahwa setelah kematian, orang akan masuk ke semacam pengadilan. Hakimnya adalah Tuhan sendiri. Manusia menjadi pihak yang diadili. Sang hakim akan meminta pertanggungjawaban atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah. Singkatnya, banyak orang merasa tidak atau belum siap mati. Maka daripada orang selalu diliputi rasa takut, lebih baik bertanya, apa yang bisa dilakukan sekarang supaya rasa takutnya berkurang?

Injil hari ini memberikan jawabannya. Tuhan Yesus mengajarkan kita bahwa daripada memboroskan waktu, energy maupun beaya untuk berpesta pora, mabuk-mabukkan dan rupa-rupa kesenangan duniawi lainnya, akan lebih bermanfaat bila kita banyak berdoa dan berbuat baik kepada orang lain. Itulah dua macam cara yang paling efektif untuk berjaga-jaga menghadapi kematian kita yang bisa datang setiap saat itu.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 26 November 2010

Bacaan:

Why. 20:1-4,11-21:2;
Mzm. 84:3,4,5-6a,8a;
Luk. 21:29-33.
Renungan:

Di sebuah majalah kebudayaan terkenal ada rubrik bernama Tanda-tanda Zaman. Rubrik itu dulu diasuh oleh Dick Hartoko, seorang imam Jesuit dan budayawan terkenal. Setiap bulan mengangkat tema-tema yang layak jadi bahan renungan pembaca. Dengan membaca Tanda-tanda Zaman orang diingatkan, disadarkan, bahwa negeri ini sedang menghadapi masalah. Perlu dicarikan solusinya. Para petani di desa-desa sebelum menabur benih juga melihat tanda-tanda alam dulu.

Kapan musin hujan tiba, dan kapan kemarau datang. Tuhan Yesus hari ini juga memberikan tanda-tanda zaman kepada kita. Semua yang ada di dunia akan lewat. Satu yang abadi, sabdaNya. Dan tanda-tanda yang diberikan olehNya sudah terbukti. Banyak raja, kaisar, presiden dan pemerintahan tumbang, namun KerajaanNya tak tergoyahkan.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 25 November 2010

Bacaan:

Why. 18:1-2,21-23; 19:1-3,9a;
Mzm. 100:2,3,4,5;
Luk. 21:20-28.
Renungan:

Tanggal 27 Mei 2006 merupakan hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Kabupaten Bantul, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Pada hari itu gempa bumi berkekuatan 5,9 SR meluluhlantakkan sebagian besar desa di Bantul, Klaten dan sekitarnya. Korban jiwa lebih dari 5000 orang. Yang cacat mencapai ribuan. Sebuah bencana yang tidak bisa diprediksi oleh ilmu apa pun.

Di tengah kehancuran yang memilukan, Anak Manusia pun datang dari berbagai penjuru kota. Ia tidak sedang mengadili para korban. Namun datang membawa berbagai bantuan yang sangat dibutuhkan oleh para korban. Makanan, minuman, selimut, tenda, obat-obatan dan dana yang tak terhitung.

Melalui bencana itu, kita dapat belajar banyak. Kita belajar akan ketidakberdayaan kita sekaligus Tuhan membuka peluang bagi siapapun untuk hidup berbagi dan berbelarasa.



(Renungan harian Mutiara Iman 2010, yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Selasa, 23 November 2010

Renungan Harian 24 November 2010

Rabu, 24 November 2010

Bacaan:

Why. 15:1-4;
Mzm. 98:1,2-3ab,7-8,9;
Luk. 21:12-19.
Renungan:

Michael Jackson tetap dikenang dan dikagumi oleh jutaan orang meskipun perilaku hidupnya tidak seindah lagu-lagu yang disenandungkannya. Tetapi mengapa dia dipuja dan dipuji oleh begitu banyak orang? Jawabannya adalah karena Jacko piawai mengkidungkan nyanyian gembira yang membuat orang turut serta berdendang-ria, berjoget, dan menikmati kehidupan yang umumnya sarat dengan tantangan dan derita.

Gambaran yang disajikan dalam bacaan pertama hari ini juga melukiskan indahnya kehidupan bila ada sekelompok orang yang mensenandungkan pujian, lagu-lagu syahdu, kidung-kidung inspiratif.

Para pemenang pertempuran melawan kejahatan seperti yang disaksikan oleh Yohanes melantumkan pujian kepada Allah. Dunia membutuhkan banyak penakluk kejahatan politik, ekonomi, kebudayaan, kemanusiaan dan diantaranya adalah kita orang beriman. Pertarungan antara yang jahat dan baik akan terjadi sepanjang masa dan seperti kita yakini pada akhirnya kejahatan akan takluk. Dalam hidup keseharian, kita banyak juga melakukan penaklukan kejahatan. Kemenangan-kemenangan kecil itu pun perlu dilaporkan ke Allah dengan meng gubah dan menyanyikan kidung kemenangan sehingga orang-orang di sekitar kita dapat menyaksikannya dan terpengaruh untuk turut berperang melawan kezaliman dosa.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 23 November 2010

Selasa, 23 November 2010

Bacaan:

Why. 14:14-20;
Mzm. 96:10,11-12,13;
Luk. 21:5-11.
Renungan:

Manusia dari segala zaman senantiasa menghasilkan karya kemanusiaan yang membuat orang sezaman terkagum-kagum. Manusia itu - karena merupakan citra Tuhan - sangat kreatif. Namun sebagaimana diingatkan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini, hasil kreativitas manusia itu juga terbatas karena yang menciptakannya memang adalah makhluk ciptaan yang terbatas. Hasil-hasil karya itu pun juga sangat rentan terhadap risiko bencana alam maupun bencana buatan manusia dan karena itu tidak akan abadi.

Sang Guru mengingatkan manusia untuk memahami relativitas segala sesuatu, baik itu hasil karya alam maupun manusia. Sejarah umat manusia telah mencatat bagaimana manusia sering sekali menyingkirkan Allah dari ciptaannya dan memandang manusia yang kreatif menjadi pencipta yang baru. Inilah kondisi yang menumbuhkan lahirnya manusia trouble maker seperti Hitler, Idi Amin, para koruptor kelas kakap yang dicatat sejarah sebagai pelaku tragedi kemanusiaan yang mengerikan. Yesus mengingatkan kita untuk tetap bijak dan hati-hati dalam menghadapi dan menghidupi realita hidup. Seniman kehidupan tertinggi hanyalah Allah dan kekaguman kita harus diarahkan pertama-tama kepadaNya dan kemudian secara terbatas kepada semua ciptaanNya. Dengan cara ini kita akan terbebas kesesatan dan ekstremisme sikap dalam hidup.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Minggu, 21 November 2010

Renungan Harian 22 November 2010

Bacaan:

Why. 14:1-3,4b-5;
Mzm. 24:1-2,3-4ab, 5-6;
Luk. 21:1-4.
Renungan:

Semangat berbagi dengan sesama adalah salah satu pilar kehidupan Gereja. Maka tugas Gereja dinyatakan sebagai diakonia dalam bentuk pelayanan untuk berbagi kepada sesama. Itulah makna dari ketulusan hati seorang janda miskin yang memberi dari kekurangannya bukan dari kelebihannya.

Semangat yang demikian itu hendaknya ada dalam kehidupan bersama kita di lingkungan basis Paroki kita. Umat diajak memiliki kepekaan terhadap sesama dan diajar berbagi dengan sesama seperti diteladani oleh si janda itu. Janda itu memiliki kepekaan tinggi dan hidup kerohaniaan yang dalam. Janda itu memberikan segala miliknya tanpa melihat dan menghitung miliknya sendiri. Dia sadar bahwa segala miliknya adalah pemberian dari Tuhan dan dikembalikan kepada Tuhan. Berbeda dengan orang yang kaya itu memberi dari sisa atau kelebihan uang yang dimilikinya. Bagaimana dengan kehidupanku?

Lihatlah keadaan sekelilingmu, banyak orang yang tulus member meskipun untuk hidupnya saja serba kurang. Tukang becak, ibu penjaja jamu gendong, penjual bakso, mereka berjuang dan mampu memberikan apa yang dimiliki untuk Tuhan.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Sabtu, 20 November 2010

Renungan Harian 21 November 2010

Minggu, 21 November 2010

Bacaan:

2Sam. 5:1-3;
Mzm. 122:1-2,4-5;
Kol. 1:12-20;
Luk. 23:35-43

Renungan:

Hari ini kita menutup tahun liturgi dengan merayakan HR. Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Kristus sungguh menjadi sang Raja. Hal itu dikatakan dalam perikope Injil hari ini dalam kata-kata penjahat yang disalibkan bersama Yesus:

"ingatlah aku apabila Engkau datang sebagai raja." Yesus sebagai Raja menunjukkan kuasaNya atas yang duniawi dan yang surgawi. Hal itu dibuktikan ketika dengan kuasaNya Yesus membebaskan seorang tawanan dari dosa dengan mengatakan: hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. Kekuasaan sebagai Raja yang disandang Yesus tidak untuk diriNya sendiri melainkan untuk menyelamatkan manusia. Kehidupan iman kita hendaknya menjadi tanda penyelamatan bagi sesama. Maka kita harus memiliki semangat berbagi, semangat memberi diri untuk sesama yang memerlukan bantuan.

Yesus sebagai Raja bukan untuk dihormati secara politis melainkan Dia mau melayani dan menyelamatkan sesama. Itulah Yesus Tuhan, Raja semesta alam.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 20 November 2010

Sabtu, 20 November 2010

Bacaan:

Why. 11:4-12;
Mzm. 144:1,2,9-10;
Luk. 20:27-40.

Renungan:

Orang sering memikirkan kehidupan alam keabadian seperti kehidupan di dunia, kawin dan dikawinkan, pesta pora, hidup dalam segala kenikmatan, dan sebagainya, sehingga perkawinan Lewirat yang dialami oleh wanita yang telah menikah sampai 7 kali itu menjadi pertanyaan jebakan dari para Saduki terhadap Yesus.

Dengan jawaban telak Yesus mengatakan bahwa di alam keabadian tidak ada orang yang kawin dan dikawinkan. Segala kehidupan perkawinan dan nafsu genital tak ada lagi. Jika manusia telah mengalami persatuan dengan Tuhan maka kepenuhan dalam kehidupan rohani telah dipuaskan oleh Yang Mutlak, kebahagiaan jiwa itu begitu penuh, sehingga segala "surga dunia" yang bagi manusia penuh dengan gambaran kenikmatan dan kepuasan itu tidak dibutuhkan lagi oleh sang jiwa yang telah dalam persatuan dengan Sang Khalik.

Gambaran itu seperti yang dikatakan oleh St. Agustinus: "Jiwaku haus sebelum beristirahat padaMu". Itulah gambaran jiwa yang masih mencari Tuhan. Namun kalau Tuhan menghendaki kita bahagia sejak dunia ini dijadikan, sejak manusia diciptakan dan memang itu tujuan Tuhan untuk menciptakan manusia supaya kita bersatu dan berbahagia denganNya. Jika kita terbuka akan rahmatNya serta peka akan tuntunanNya yang selalu bergema di dalam hati kita, maka tanganNya akan memeluk kita dalam kebahagiaanNya.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Kamis, 18 November 2010

Patung Yesus Terbesar di Polandia

MEGA proyek pembangunan Patung Yesus Terbesar di Dunia, menuai kecaman. "Ini monster yang sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran Kristen," ujar Waldemar Roszczuk, editor koran lokal, Gazeta Swiebodzinska, Senin (8/11). "Membuat kami jadi bahan tertawaan semua orang," tambahnya.

Dia menyamakan patung berbobot 400 ton itu dengan ikon komunis, yang dulu menghiasi tempat-tempat terbuka di Polandia. Meski didukung sebagian warga karena berpotensi menarik wisatawan, banyak warga yang mengutuk patung itu.

Kekhawatiran terkini terkait keselamatan. Saat akan memasang bagian kepala, crane ambruk, dan "kepala" Yesus menimpa seorang pekerja sehingga harus kehilangan kakinya. Sebelumnya, Pemimpin Proyek Pendeta Sylwester Zawadski mendapat serangan jantung. Rentetan musibah itu dihubung-hubungkan oleh golongan penentang dengan "ketidaksetujuan Tuhan" atas proyek yang telah berjalan lima tahun ini.

Jika rampung, patung ini akan melebihi Christo Redemptor alias Yesus Sang Penebus, patung Yesus terbesar di Dunia yang menjulang di Rio de Janeiro, Brasil. Patung di Swiebodzin bertinggi 36 meter, ditambah bukit 16 meter di bagian barat kota itu. Bagian badannya setinggi 33 meter, sesuai dengan umur Yesus.(tempointeraktif.com)
Lanjut...

Renungan Harian 19 November 2010

Bacaan:

Why. 10:8-11;
Mzm. 119:14,24,72,103, 111,131;
Luk. 19:45-48

Renungan:

Sering kita membaca tulisan di gereja-gereja besar di Jakarta "Hati-hati barang Anda, AWAS COPET", rasanya aneh ya di gereja kok ada copet, orang merasa tidak aman lagi tapi begitulah kenyataannya,di gereja/Basilika di Roma dan di negara lain dibuat ajang para copet untuk mencari mangsa. Rupanya penyamun, pencopet, pencuri juga beroperasi sejak dulu di dalam rumah Tuhan. Rumah Tuhan yang seharusnya membuat orang aman, menjadi tidak aman karena perilaku orang yang tidak bertanggungjawab.

Inilah kerja si jahat/setan supaya orang tidak merasa tentram, aman di rumah Tuhan. Namun lebih dari itu yang dimaksud Yesus agar di dalam RumahNya kita benar-benar berdoa dan berkomunikasi dengan Bapa, bukannya sibuk dengan aneka pikiran sendiri.

Tak jarang pikiran kita dipenuhi dengan aneka kesibukan, misalnya: "Selesai Misa mau makan apa, di mana, bersama siapa, enak tidak ya, yang di sebelahku pakai baju baru, aduh saya belum bayar uang sekolah, belum bayar utang, oh ya nanti saya ada janji dan lain-lain, bahkan kita begitu enaknya ngobrol saat di gereja,berpakaian tidak pantas untuk ibadat".

Pikiran kita memang tidak terbatas dan kalau tidak dikendalikan bisa merampas keintiman kita berpadu kasih dengan Tuhan. Sehingga teguran Yesus di atas tidak ditujukan kepada kita, karena kita menjadikan hati kita sebagai rumah Tuhan.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 18 November 2010

Bacaan:

Why. 5:1-10;
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b;
Luk. 19:41-44

Renungan:

Yesus menangisi kota Yerusalem. Kota yang sepanjang sejarah menjadi kota suci, kota perjanjian, kota tempat kehadiran Tuhan, kini telah menjadi kota yang tercemar oleh dosa dan sikap-sikap para tokoh agama yang arogan. Mereka seperti kubur, yang luarnya nampak indah tetapi dalamnya busuk. Mereka suka tampil di depan, hanya supaya mendapat pujian banyak orang, tetapi hati mereka jauh dari Allah. Mereka beragama, tetapi justru mematikan suara Allah dan menghalangi perutusan para nabi. Yesus melihat Yerusalem telah jauh dari Allah.

Kita perlu menangkap perasaan dan keprihatinan Yesus. Ia sangat mengharapkan semua kota, semua bangsa, semua orang bisa membangun hidup yang baik, atas dasar keadilan, kebenaran, kebaikan. Untuk semua itu pula Yesus datang dan berkarya secara total di tengah dunia. Ia menghendaki agar semua orang bisa ada di hadapan Allah secara pantas. Maka sebagai umat beriman, sangatlah baik kita turut mewujudkan apa yang diharapkan Yesus itu di tempat kita. Semoga segala karya baik kita, dapat menghibur Yesus dan menjadi pujian bagi Allah.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Rabu, 17 November 2010

Renungan Harian 17 November 2010

Bacaan:

Why. 4:1-11;
Mzm. 150:1-2,3-4,5-6;
Luk. 19:11-28

Renungan:

Hari ini adalah peringatan St. Elisabeth dari Hongaria. Dia adalah seorang janda dari mendiang Pangeran Ludwig IV dari Jerman Barat. Walaupun ia hidup di dalam istana, tetapi ia hidup sederhana dan sangat sosial. Ia memberi perhatian kepada para fakir miskin. Sikap sosialnya ini didukung oleh suaminya, tetapi tidak disukai oleh keluarga kerajaan. Suaminya mendukung karena ia memiliki keyakinan bahwa perbuatan amal istrinya akan membawa berkat bagi keluarga.

Tuhan tidak akan membiarkan keluarga menderita. Namun kata-kata suaminya itu tidak membuat keluarganya lebih baik. Maka dapat dipahami ketika Ludwig, suaminya meninggal. Keluarga kerajaan mengusir Elisabeth. Di luar istana, ia tetap berbuat amal sampai pada kematiannya.

Sikap Elisabeth sejalan dengan sabda Tuhan hari ini. Ia telah diberi mina oleh Tuhan, yaitu hati yang penuh belas kasih. Hati itu dikembangkan dengan sangat baik dengan mencintai keluarga dan orang-orang miskin. Melalui perhatian yang tulus itu, hati Elisabeth telah menghasilkan berkat dan rahmat bagi yang dilayaninya. Karena sikapnya yang demikian,

Gereja mengangkat Elisabeth menjadi pelindung karya-karya sosial. Semoga semangat Elisabeth juga menjadi semangat semua orang beriman, terutama dalam mengembangkan mina-mina yang diberikan oleh Tuhan untuk kepentingan banyak orang.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Lanjut...

Renungan Harian 16 November 2010

Selasa, 16 November 2010


Bacaan:
Why. 3:1-6,14-22;
Mzm. 15:2-3ab, 3cd-4ab,5;
Luk. 19:1-10

Renungan:

Kita semua tahu siapa Zakheus. Ia seorang kepala pemungut cukai dan seorang kaya. Tapi, mengapa Yesus justru menyapa orang-orang seperti Zakheus seorang yang tidak disukai banyak orang karena profesinya itu? Padahal, banyak orang di sekitar Yesus. Namun, Yesus justru memilih orang yang mempunyai pengaruh untuk memeras sesamanya.

Dalam pengalaman hidup konkret, kita sering tidak bersimpati dengan orang-orang seperti Zakheus yang banyak membuat sesamanya menderita. Biasanya kita tidak mau bergaul dengan orang-orang seperti itu. Namun, apakah tidak terbersit dalam benak kita bahwa pribadi seperti Zakheus justru memiliki kerinduan untuk disapa, diajak bicara, didekati,dan diberi perhatian. Orang kaya, orang yang memiliki banyak harta belum tentu memiliki hidup penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan. Karena kebahagiaan bukan hanya ditentukan dengan banyaknya harta yang ia kumpulkan.

Baik kalau kita belajar dari Yesus yang justru datang dan mendekati orang-orang seperti Zakheus yang rindu akan sapaan dari sesamanya. Ini semua karena memang Yesus datang untuk memanggil kembali orang yang telah hilang.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Minggu, 14 November 2010

Renungan Harian 15 November 2010

Senin 15 November 2010

Bacaan:

Why. 1:1-4; 2:1-5a;
Mzm. 1:1-2,3,4,6;
Luk. 18:35-43.
Renungan:

Untuk kesekian kalinya, Yesus membuat mukjizat yaitu menyembuhkan seorang buta. Kepercayaan dan kerendahan hati seorang buta itulah yang menyelamatkannya sehingga ia bisa melihat kembali.

Orang-orang sederhana seperti inilah yang diberi belas kasih oleh Yesus. Kesederhanaan merupakan sikap hidup yang menumbuhkan sikap rendah hati dan percaya. Dalam hidup harian, tentunya kita pernah mengalami kebutaan. Kebutaan bukan hanya pada buta mata melainkan hati dan pikiran. Bisa jadi dalam perjumpaan dengan sesama, kita kerap menutup mata hati kita bagi orang yang membutuhkan uluran tangan kita.

Melihat orang sakit dan pengemis di pinggir jalan, menjumpai pribadi yang sedang mengalami krisis kepercayaan atau krisis iman, dan sebagainya. Apakah kita mau membuka hati untuk hadir dan menyapa mereka dengan memberikan sedikit rejeki atau berempati pada mereka yang sedang berkesesakan hidup?

Orang yang berkesesakan hidup bukan saja yang bisa dilihat secara fisik, melainkan juga secara psikis. Justru pada pribadi-pribadi seperti inilah kita belajar dari seorang buta tadi untuk dengan rendah hati memohon belas kasih Yesus untuk dapat melihat dunia.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 14 November 2010

Minggu 14 November 2010

Bacaan:

Mal. 4:1-2a;
Mzm. 98:5-6,7-8,9a,9bc;
2Tes. 3:7-12;
Luk. 21:5-19
Renungan

Sejak dini Yesus sudah memperingatkan kita supaya waspada. Nama besar Yesus membuka kesempatan bagi orang-orang yang beritikad tidak baik, meminjam nama Yesus demi kepentingan diri sendiri, demi mencari keuntungan pribadi.

Nabi-nabi palsu dengan para pengikutnya akan bermunculan. Semua merasa diri yang paling benar. Akibatnya bangsa akan bangkit melawan bangsa, pertikaian terus terjadi. Bila terjadi bencana selalu dikaitkan dengan kemarahan Tuhan atau dosa orang lain yang tidak sealiran. Saat inilah kesempatan bagi kita untuk bersaksi tanpa rasa takut. Kita tidak perlu takut apabila siksaan badan menimpa kita. Yesus menjanjikan kepada kita untuk tidak usah memikirkan bagaimana membela diri.

Asal iman kita kuat, percaya pada penyelenggaraanNya maka Roh Kudus sendirilah yang akan berkata-kata melalui mulut kita, kata-kata hikmat akan meluncur dari mulut kita karena Yesus sendiri yang bernubuat, sehingga kita tidak dapat ditentang atau dibantah oleh lawan-lawan kita.Yesus akan selalu melindungi sehingga tidak sehelai rambut kepala akan hilang dari tubuh kita. Itulah Yesus kita, Sang Pemimpin sejati, yang akan selalu melindungi dan member rasa aman bagi pengikutNya.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 13 November 2010

Sabtu 13 November 2010

Bacaan:

3Yoh. 5-8;
Mzm. 112:1-2,3-4,5-6;
Luk. 18:1-8
Renungan:

Dalam perikop Injil hari ini Yesus hendak mengatakan bahwa Allah menanggapi umatNya yang tiada jemu berdoa, yang siang malam berseru kepadaNya. Sering kita berhenti berdoa hanya karena merasa doa kita tidak dikabulkan. Kita tidak menyadari mungkin doa kita yang salah. Sikap janda yang dicontohkan Yesus dalam perumpamaan ini dimaksudkan adalah sikap kita juga dalam hal berdoa. Sikap hakim yang tidak adil dan tidak takut akan Allah bukannya dibenarkan oleh Yesus, tetapi di sini Yesus hendak membandingkan dengan Allah sendiri.

Bayangkan seorang hakim yang lalim saja mengabulkan permintaan janda tersebut hanya supaya dia tidak diganggu terus menerus apalagi dengan Bapa kita yang maha rahim. Bapa tidak mencari-cari alasan untuk mengulur-ulur waktu guna menolong kita apalagi mengabaikannya, bahkan Bapa lebih tahu apa yang kita butuhkan dibandingkan diri kita sendiri. Karenanya jangan pernah jemu berdoa, tidak hanya doa permohonan tetapi terlebih lagi doa syukur.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 12 November 2010

Jumat 12 November 2010

Bacaan:

2Yoh. 4-9;
Mzm. 119:1,2,10,11,17,18;
Luk. 17:26-37.
Renungan:

Membicarakan akhir zaman selalu tidak nyaman, selalu digambarkan ada kekacauan besar, pergolakan besar, memisahkan seorang dari yang lain. Apakah itu yang hendak dikatakan Tuhan? Tuhan ingin mengatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang kekal di dunia ini. Apa yang kita anggap milik kita di dunia ini (entah ayah, ibu, pasangan hidup, anak,sahabat bahkan nyawanya sendiri pun) akan kita tinggalkan. Tidak ada yang abadi, semuanya sementara. Apa yang kita pertahankan, kita bela mati-matian,kita anggap yang terpenting dari hidup kita saat ini, juga akan kita tinggalkan.

Allah ingin mengajarkan pada kita untuk dapat menempatkan semuanya pada prioritas yang sejati. Mana yang penting dan mana yang sekunder dalam hidup kita. Allah adalah keabadian, itulah tujuan hidup kita yang sejati. Kita manusia sering dibaurkan oleh tujuan dan prioritas yang semu. Kita berlomba-lomba mengejar dan mempertahankan yang tidak pasti, dan melupakan yang pasti.

Marilah kita bijak dalam menentukan prioritas hidup kita, "Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya,ia akan menyelamatkannya."

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama
Lanjut...

Rabu, 10 November 2010

Renungan Harian 11 November 2010

Kamis 11 November 2010

Bacaan:

Flm. 7-20;
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10;
Luk. 17:20-25
Renungan:

Aneh ya kenapa orang selalu ingin tahu kapan kiamat? Padahal tanpa tahu pun, kita tahu bahwa itu pasti terjadi, baik itu kiamat pribadi berupa hari kematian kita maupun kiamat dalam arti seluruhnya. Dan juga ada banyak orang yang mengaku tahu pasti akan datangnya hari kiamat, dan lebih menyedihkan lagi, pengakuan mereka dipercayai banyak orang yang sudah mengenal firman Tuhan.

Hari ini Yesus sudah secara tegas mengingatkan, terhadap hal-hal seperti itu "jangan kamu mengikutinya." Tetapi kita cenderung selalu mencari jaminan yang sebenarnya tidak ada. Padahal "Sesungguhnya Kerajaan Allah sudah ada diantara kita". Apa artinya pernyataan Yesus ini? Yesus dengan sangat jelas ingin mengatakan pada kita bahwa: Dimana saja Tuhan yang meraja di dalam kehidupan manusia, disitulah Kerajaan Allah hadir. Dimana saja kita mendahulukan Tuhan dalam setiap tingkah laku dan karya-karya serta pekerjaan kita, disana Allah sudah hadir menjadi Raja atas hidup kita. Jadi sangat benarlah apa yang dikatakan Yesus, Kerajaan Allah itu memang sudah hadir di tengah-tengah kita. Sudahkah kita selalu menempatkan Allah sebagai Raja atas seluruh kehidupan kita, seluruh karya-karya dan permasalahan kita?

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: Mirifica
Lanjut...

Renungan Harian 10 November 2010

Rabu 10 November 2010

Bacaan:

Tit. 3:1-7;
Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6;
Luk. 17:11-19
Renungan:

Dari sepuluh orang kusta yang disembuhkan, hanya satu yang kembali untuk bersyukur. Yesus sungguh kagum dengan pribadi ini, yang malah bukan orang Yahudi. Bagi orang itu, penyembuhan itu luar biasa, yang dikiranya tidak mungkin malah mungkin. Kekagumannya diungkapkan dengan syukur dari kedalaman hatinya. Inilah sikap yang dinantikan Tuhan, tidak banyak, cukup bersyukur. Syukur tentu berkaitan erat dengan kemuliaan Tuhan.

Syukur atas kebaikan Tuhan, itulah yang dihidupi oleh St. Leo Agung. Ia menghayati kasih Tuhan dalam hidupnya dengan menuliskannya. Semua itu menjadi kekayaan luar biasa bagi gereja. Sampai sekarang orang dapat membaca ungkapan iman yang mendalam sebagai bentuk syukur yang nyata atas kasih Tuhan yang ia renungkan.

Di zaman ini, kita perlu mempelopori sesama untuk selalu bersyukur atas banyak hal yang boleh kita terima cuma-cuma dari Tuhan. Cukup banyak orang yang mudah mengeluh kepada Tuhan bahkan protes atas keadaan hidupnya, padahal sudah banyak karunia diterimanya. Marilah kita mengajak semua orang yang kita jumpai untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, mulai dari diri kita sendiri.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber Mirifica
Lanjut...

Renungan Harian 9 November 2010

Selasa 9 November 2010

Bacaan:

Yeh. 47:1-2,8-9,12 atau 1Kor. 9b-11, 16-17;
Mzm. 46:2-3,5-6,8-9;
1Kor. 3:9b-11, 16-17;
Yoh. 2:13-22
Renungan:

Basilika Lateran menjadi tempat awal tinggalnya Paus dan sampai sekarang masih tetap dikhususkan. Tentu saja yang utama adalah hadirnya Tuhan di dalamnya. Dalam Injil hari ini Yesus dengan keras bersikap ketika Bait Allah dijadikan tempat berjualan. Memang karena banyaknya orang yang datang untuk beribadah, orang-orang menggunakan kesempatan itu untuk mencari keuntungan dengan berjualan barang kebutuhan ibadah. Bagi Yesus, rumah ibadah adalah rumah doa, yang dalam bahasa Yesus ‘rumah BapaKu'. Di dalam rumah ibadah ini Allah hadir dan berjumpa dengan umatNya.

Begitu pula dengan gereja kita sekarang ini. Kita harus sungguh menanamkan pengertian yang benar akan gereja, yakni rumah Tuhan sendiri. Hal seperti ini kadang dilupakan sehingga gereja sering menjadi tempat yang ramai dan kesuciannya kurang dihormati. Perhatikanlah, kadang kita menjumpai ada orang yang asyik ngobrol, main hp, bahkan ada yang makan di dalam gereja dan tak jarang pula sewaktu perayaan Ekaristi.

Hal seperti ini pasti akan diusir juga oleh Yesus. Mungkin situasinya bisa lebih parah, karena sekarang terjadi di dalam gereja.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: Mirifica
Lanjut...

Renungan Harian 8 November 2010

Senin 8 November 2010

Bacaan:


Tit. 1:1-9;
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6;
Luk. 17:1-6
Meditatio:

Seorang ibu datang ke paroki dan mengeluh kepada pastornya. Karena untuk memulai sebuah usaha yang akan dirintis bersama suaminya, sang suami minta ‘nasihat' dari ‘orang pintar'. Si ‘orang pintar' akan memberi nasihat berdasar nama, hari dan tanggal lahir, bahkan berikut nomor telepon selulernya! "Apakah nasihat di televisi itu bisa dipercaya, Romo?" tanya si ibu. Dengan tegas Romo Paroki menjawab, "Tidak!" Legalah hati ibu itu dan ia bercerita kepada suaminya agar jangan mempercayai ‘nasihat-nasihat' yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Tuhan Yesus 21 abad yang lalu memberi ‘hukuman' yang cukup berat bagi mereka yang mengajarkan nilai-nilai sesat kepada orang lemah. Terhadap tipu daya yang menyesatkan hendaknya kita waspada!



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: Mirifica
Lanjut...

Jumat, 05 November 2010

Jadwal Misa Minggu, 7 November 2010

Agenda: Misa Komuni Pertama (Sambut Baru) untuk 44 Anak
Imam: Rm. Agus Parera, Pr
Waktu: Pkl 07.00 WITA

Injil: (Luk 20:27-38)


Rekan-rekan yang budiman!

Dalam Luk 20:27-38 terungkap perbincangan antara orang-orang Saduki dan Yesus mengenai hidup setelah kehidupan di dunia ini. Apa arti permasalahan itu bagi orang pada zaman ini? Marilah kita tengok terlebih dahulu siapa itu orang-orang itu dan apa haluan pemikiran mereka.

Di kalangan orang Yahudi waktu itu ada sekelompok orang yang dikenal sebagai kaum Saduki. Mereka hanya mengakui kitab-kitab Taurat, yakni Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kepercayaan yang tidak berlandaskan Taurat tidak mereka terima. Karena itu mereka juga menyangkal adanya kebangkitan. Memang kebangkitan hanya disinggung dalam Dan 12:2 dan Yes 26:19 yang tidak termasuk Taurat. Dalam hal ini kaum Farisi jauh berbeda. Mereka menegaskan adanya kebangkitan setelah kehidupan di dunia ini. Menurut pandangan mereka, di akhirat ada kelanjutan dari kehidupan di dunia ini lengkap dengan semua lembaganya seperti yang dapat dialami di dunia ini.

Persoalan mengenai perempuan yang bersuamikan tujuh bersaudara yang mati bergiliran (Luk 20:28-33) adalah cara orang Saduki melecehkan pendapat orang Farisi. Bila ada kehidupan kelak, maka seperti ditanyakan dalam ayat 33, siapa dari ketujuh bersaudara itu yang menjadi suami perempuan tadi? Dalam hukum Musa ada perkawinan Levirat yang menggariskan agar orang mengawini istri saudaranya yang meninggal demi menjaga kelanjutan keturunan saudaranya itu (Ul 25:5-6). Inilah hukum yang dirujuk orang Saduki dalam Luk 20:28.

Orang Saduki bukannya berpendapat bahwa setelah mati manusia hilang begitu saja. Masih ada kelanjutannya, namun bukan berujud kehidupan kembali dengan kebangkitan seperti dipikirkan orang Farisi. Bagi orang Saduki, setelah mati orang masuk ke Syeol, ke dalam kegelapan seperti pada masa sebelum Penciptaan. Keberadaan seperti itu berlanjut terus dan tak ada banyak harapan berubah. Pandangan seperti ini umum diterima dalam alam pikiran Perjanjian Lama dan dunia Timur Tengah pada masa itu.

Orang-orang dulu terusik batinnya memikirkan keberadaan di Syeol yang tak terelakkan itu. Mereka mulai bertanya-tanya apakah perbuatan baik selama hidup di dunia ini tidak ada artinya kelak? Lalu bagaimana dengan orang yang menderita terus selama di dunia ini? Apa akan terus terhukum dalam keberadaan tanpa arti itu? Tak ada pelepasan? Di manakah keadilan ilahi? Pertanyaan ini mendasari seluruh Kitab Ayub.

Baru menjelang pembuangan berkembang gagasan bahwa di akhirat akan ada pelepasan dari penderitaan sekarang, akan ada pahala abadi bagi perilaku baik dan hukuman kekal bagi kejahatan. Lambat laun keberadaan setelah mati nanti semakin disadari sebagai kehidupan baru. Menurut kaum Farisi, kehidupan ini mulai dengan kebangkitan untuk dapat menikmati hal-hal yang membahagiakan secara badaniah juga. Gagasan inilah yang ditolak mentah-mentah orang Saduki.

Keberadaan sesudah hidup di dunia ini memang menjadi pemikiran banyak orang. Orang mau tahu jalan ke hidup kekal, tentunya hidup kekal yang membahagiakan. Ada orang kaya datang bertanya kepada Yesus mengenai jalan ke hidup kekal (Mat 19:16-26 Mrk 10:17-27 Luk 18:18-27). Yesus merujuk kembali kepada ajaran Taurat yang tentu diketahui dan dijalankan orang itu sejak masa mudanya. Itu cukup. Hidup di akhirat nanti bergantung dari upaya menjalankan kebaikan di dunia ini. Kekayaan rohani ini bisa menjadi pijakan bagi hidup di akhirat nanti. Yesus menambahkan, tapi kalau mau sempurna, hendaknya orang kaya itu berani merelakan semua miliknya bagi orang miskin dan mengikuti Yesus. Dengan melepaskan diri dari semua miliknya, orang dapat dipenuhi karunia ilahi. Begitulah orang akan hidup bahagia di hadirat Tuhan sendiri, bukan sebatas menikmati pahala atau menghindari hukuman. Tapi juga ditegaskan, tak ada orang yang bisa mencapai kesempurnaan ini dengan kekuatan sendiri. Hanya Tuhan-lah yang bisa menjadikannya nyata baginya.

Orang-orang Saduki ingin tahu apakah Yesus berpihak kepada orang Farisi dalam hal kebangkitan. Jawabannya (ayat 34-38) dimaksud untuk menyadarkan lawan bicaranya mengenai apa yang sebenarnya mau dibicarakan: pikiran-pikiran kita sendiri tentang akhirat atau mau belajar mengenai Dia yang bakal kita pandangi dari dekat nanti?

Dalam menanggapi kasus perempuan yang bersuami tujuh bersaudara yang mati satu persatu itu, Yesus mengatakan bahwa perkawinan itu lembaga dari dunia sini dan ada bagi urusan di dunia ini. Maksudnya, perkara itu tidak bisa diterapkan bagi keadaan dunia sana (ayat 34-36). Lalu bagaimana kita bisa membayangkan perkara-perkara di akhirat nanti? Tentunya memakai hal-hal yang bisa membantu mengerti dunia sana itu. Dalam ayat 37-38 Yesus mengajak orang Saduki memperhatikan satu peristiwa yang ada dalam Taurat, kitab-kitab yang mereka terima. Dirujuknya Kel 3:6. Di situ Tuhan mewahyukan diri kepada Musa sebagai Tuhannya Abraham, Tuhannya Ishak, dan Tuhannya Yakub. Maksudnya, leluhur Musa sudah mengenalNya sebagai Tuhan yang menyelamatkan mereka dan tetap akan menyelamatkan keturunan mereka. Ia Tuhan Pencipta, tapi juga Tuhan yang menyelamatkan, ia Tuhan orang hidup, bukan Tuhan orang mati.

Sekali-sekali kita dengar ada orang yang merasa bisa berkomunikasi dengan "dunia sana", dengan arwah orang yang sudah meninggal yang datang dengan permintaan, keluhan, peringatan, atau petunjuk. Bagaimana pelayanan pastoral kita? Cara Yesus menanggapi hal seperti ini dapat membantu. Ia mengajak orang memusatkan perhatian kepada Tuhan yang menampakkan diri kepada Musa sebagai Penyelamat leluhur Musa sendiri. Ia itu Tuhan orang hidup, Tuhan kita-kita ini. Dan orang-orang yang telah mendahului? Beginilah penalaran Yesus. Karena Tuhan itu Tuhan yang menyelamatkan, maka orang-orang yang mendahului kita itu juga tetap hidup. Dalam ujud mana dan bagaimana tidak kita ketahui. Namun kita yakin mereka bahagia di hadiratNya. Mereka membantu melantarkan kita ke hadirat ilahi. Ya! Mereka itu kekuatan-kekuatan yang dapat membantu kita semakin dekat dengan Dia justru karena mereka sudah dekat denganNya. Tapi bila terasa mereka menarik perhatian kepada mereka sendiri, boleh kita ragukan apakah kekuatan-kekuatan ini sungguh dekat pada Tuhan - atau mereka itu kekuatan-kekuatan yang mau menjauhkan kita daripadaNya?

Ada seorang yang dapat membantu kita mengerti. Maria melantarkan kita kepada Tuhan seperti di Kana dulu ketika mendengar penyelenggara pesta gelisah karena kehabisan anggur. Memang Maria datang kepada Yesus mengatakan hal itu. Tapi ia meminta para pelayan supaya menjalankan apa saja yang dikatakan Yesus (Yoh 2:5). Maria mengajak orang semakin mendengarkan Yesus. Kisah itu bersangkutan dengan kehidupan di dunia, namun Maria kini hidup di hadirat Tuhan. Caranya melantarkan kita juga masih sama. Ia juga berdoa bagi "kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati" (Salam Maria). Para orang kudus, seperti Oma Miryam kita itu, dapat membantu kita mendengarkan Tuhan.

Bagaimana bila ada orang datang dan bercerita merasa didatangi mendiang sanak saudara yang sambat-sambat belum punya tempat yang tetap....masih ke sana ke mari. Bagaimana tanggapan pastoral kita? Tak baik kita berlaku sebagai orang Saduki yang meremehkan hal ini. Tapi kalau kita meng-iya-kan saja, rasanya juga tidak memberi pelayanan yang baik Bagaimana bila kita katakan, jangan arwah yang datang itu "ditahan" dengan pikiran-pikiran kita sendiri mengenai mereka? Kita sekarang tahu bahwa energi rohani kita luar biasa besarnya. Bila kita belum bersedia "merelakan", bisa jadi jejak-jejak mereka juga tak dapat sepenuhnya meninggalkan keterbatasan dunia ini.

Perkara ini sering kurang kita sadari. Sekali lagi kita bisa belajar dari Maria - lewat ingatan Oom Hans. Di kayu salib Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes yang dimintanya menerima Maria sebagai ibunya (Yoh 19:25-26). Apa maksudnya? Maria dibesarkan hatinya agar saat itu juga merelakan. Sekarang Yohanes itu anakmu. Juga dicatat Luc, Yesus ini seperti waktu kecil dulu, ia sudah merasa perlu tinggal di rumah Bapanya (Luk 2:49). Sudah lama Oma Miryam menyimpan perkara ini dalam hatinya, bisik Luc. Kebesaran budi hati Maria yang merelakan Yesus itulah yang membuat kepergiannya kepada Bapa menjadi jalan bagi Yesus untuk dapat hadir kembali mempersaksikan kepada kita kebesaran BapaNya.

Salam hangat,

A. Gianto

Lanjut...

Kamis, 04 November 2010

Renungan harian 5 November 2010

Jumat 5 November 2010

Bacaan:

Flp. 3:17-4:1;
Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5;
Luk. 16:1-8
Renungan:

Pernah terjadi di sebuah asrama, seorang teman begitu dikagumi di antara beberapa teman lain dan juga anak-anak gadis tetangga. Ia begitu murah hati mentraktir makan minum teman-teman asrama.

Ia dipuji oleh anak-anak gadis tetangga asrama karena sering memberi hadiah yang mahal-mahal. Ia dipuji, dihargai sebagai anak orang kaya dan dikenal sebagai pribadi yang murah hati. Padahal, ia dapat melakukan semua itu karena mencuri uang teman-teman dan barang-barang milik asrama.

Bendahara yang tidak jujur, dalam kisah Injil hari ini dipuji oleh Yesus. Tampaknya, yang dipuji oleh Yesus bukan kecurangan dan ketidakjujuran bendahara, melainkan kelicikan dan kepandaiannya untuk mengatasi masalah. Ia begitu cerdik dalam menyiapkan masa depannya. Ia percaya bahwa sahabat lebih bertahan daripada uang. Ini yang digarisbawahi Yesus, bahwa sekalipun uang itu dapat menjamin masa depan, namun ada hal yang lebih berharga seperti persahabatan atau sikap saling menghargai. Dalam kehidupan kita perlu cerdik untuk mencari keselamatan kekal. Kita perlu ingat bahwa pada suatu waktu, kehidupan di dunia ini akan selesai dan kita harus melangkah ke dalam alam kehidupan yang berbeda.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 4 November 2010

Kamis 4 November 2010

Bacaan:

Flp. 3:3-8a;
Mzm. 105:2-3,4-5,6-7;

Luk. 15:1-10
Renungan

Pernah pada suatu kesempatan Pemerintah Indonesia menyambut dengan sukacita para pemberontak yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Mereka diampuni, disambut dengan upacara kehormatan, diberi hadiah, pekerjaan, kedudukan dan penghidupan yang lebih baik.

Keselamatan Allah terjadi dalam sejarah manusia pertama-tama bukan karena manusia itu kudus, melainkan karena manusia itu berdosa. Injil hari ini mengingatkan kita akan sikap Yesus terhadap orang berdosa. Yesus datang untuk menebus, merangkul, dan mengajak para pendosa kembali hidup di jalan Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita menghakimi sesama sebagai pendosa. Kita sering menganggap diri bersih sementara orang lain najis dan pendosa.

Kita cenderung untuk mudah menggosipkan mereka yang bersalah. Kita bahkan sering mengucilkan mereka karena tidak sesuai dengan batasan suci menurut pemikiran kita. Ajaran Yesus mengingatkan kepada kita untuk berani menerima sesama kita yang kita pandang sebagai pendosa.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 3 November 2010

Rabu 3 November 2010

Bacaan:

Flp. 2:12-18;
Mzm. 27:1,4,13-14
Luk. 14:25-33
Meditatio:

Banyak mahasiswa dan mahasiswi saya, mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam mengikuti kuliah di kelas. Sulit bagi mereka untuk memfokuskan pikiran dan perhatian pada mata kuliah. Kesulitan itu karena mereka tidak dilatih untuk memfokuskan perhatian. Mereka terbiasa untuk melakukan pekerjaan, belajar, nonton televisi secara bersamaan.

Dalam Injil hari ini Yesus mengingatkan para muridNya untuk total mengikuti jejakNya.Menjadi murid harus berani menyerahkan diri secara total dan penuh komitmen terhadap tugas-tugas, apapun resikonya. Sebagai murid Yesus, kadang kita sering setengah-setengah.

Kita takut kalau kita dituntut. Kita surut ketika kita dibenci dan dimusuhi. Sering kita patah semangat saat mengalami kesulitan dan kegagalan. Yesus memanggil kita untuk total menyerahkan diri kepadaNya. Kita dituntut untuk berani memanggul salib kita dan setia mengikuti langkahNya. Kita tidak perlu gentar karena kita tidak berjuang sendirian. Dia selalu menyertai langkah kita.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA

Lanjut...

Senin, 01 November 2010

Pub Katolik Baru Dibuka di Roma

BIRNYA murah, pelayannya ramah dan musiknya musik Motown tahun 1960-an, tetapi pub baru ini, yang mulai membuka pintunya minggu ini di sebuah makam bersejarah di Roma pusat, tidak benar-benar seperti pub yang lain.

Simak saja, pemiliknya seorang imam Katolik, dindingnya bertuliskan kalimat-kalimat religius, ada pula salib besar tergantung di salah satu ruangan. Nama tempat minum baru itu "Giovanni Paolo II", atau "Yohanes Paulus II".

"Vodka tidak diperbolehkan di sini," kata bartender Marco Mincaglia, saat ia menyuguhkan bir dan makanan ringan kepada sekelompok peziarah muda Jerman. Massimo Camussi, penjaga pintu, yang mengenakan T-shirt hitam bertulis "JP2," mengatakan, "Ini tentang minum untuk bertemu orang dan berbicara tentang Gereja Katolik dan mendengarkan musik Katolik. Kami mengasihi Yohanes Paulus II. "Yohanes Paulus II" bukan hanya tempat minum baru, ini bagian dari inisiatif Katolik yang disebut, "Yesus di Pusat" yang bertujuan untuk menjangkau kelompok orang-orang muda yang datang ke Roma pusat pada malam hari."

"Idenya adalah untuk menawarkan kepada orang muda Roma... kesempatan untuk mengekspresikan diri, untuk mendengar, didengarkan, untuk minum sesuatu tetapi dengan cara yang sehat, dengan cara yang bagus," kata Maurizio Mirilli, seorang imam dan pemilik tempat itu. "Yang penting adalah bahwa setiap orang yang datang ke sini harus tahu bahwa mereka tidak bisa mabuk. Ada aturan. Karena Anda bisa bersenang-senang, Anda bisa minum dengan cara yang sehat. Tidak perlu menjadi gila untuk bersenang-senang," katanya.

Sebuah tanda di bar di belakang Mirilli berbunyi, "Beri aku minum" - kutipan perkataan Yesus dari Injil. Yang lain berasal dari Paus Yohanes Paulus II yang berbunyi, "Janganlah takut". Ada pula kutipan dari Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus, "Semuanya anugerah".

Bar itu terletak agak turun beberapa langkah di ruang bawah tanah basilika San Carlo al Corso di salah satu jalan Roma yang paling populer, yang dikelilingi toko-toko pakaian berkelas dan tempat minum yang apik.

"Yohanes Paulus II" menjual Corona seharga 3 euro (empat dolar), Heineken 2,50 euro dan Moretti 2,50 euro, lebih murah daripada harga-harga yang ditawarkan sebagian besar tempat di Roma pusat. Namun hanya ada beberapa pengunjung pada malam pembukaannya, dan Pascal Mengede (27 tahun), seorang pegawai pemerintah daerah Cologne di barat laut Jerman, memiliki beberapa keluhan tentang tempat baru itu. "Sangat sulit untuk menemukannya karena tidak ada rambu-rambu," kata Mengede. Ia menambahkan, ia telah mendengar tentang pub di Radio Vatikan. "Tidak apa-apa tapi saya pikir sebuah pub Irlandia lebih baik daripada ini."(kompas.com)
Lanjut...

Renungan Harian 2 November 2010

Selasa 2 November 2010

Bacaan:

2Mak. 12:43-46;
Mzm. 130:11-2,3-4, 5-6a, 6-7,8;
1Kor. 15:12-34;
Yoh. 6:37-40
Renungan:

Di daerah Manado, saat memasuki bulan November, bahkan sebelumnya di bulan Oktober, kita bisa mulai mendengarkan lagu-lagu natal diputar di kendaraan-kendaraan umum atau di toko-toko. Orangpun teringat, natal sudah dekat, akhir tahun sudah di ambang pintu; orang sadar bahwa waktu itu begitu cepat berlalu; orang juga ingat bahwa kehidupan ini akan lewat, apalagi melalui hari peringatan arwah ini.

Hal-hal yang pasti dalam kehidupan manusia yakni kematian, hari penghakiman atau hari pengumuman lulus atau tidak! Sesudah merayakan pesta kemenangan para kudus, Bunda Gereja mengingatkan putra-putrinya, agar sambil mendoakan arwah para beriman, juga mau memikirkan hidupnya sendiri. Hari ini, mereka; hari besok, saya!

Tak seorangpun akan lolos dari hari dan saat itu. Yesus dengan tepat menolong kita untuk tidak takut pada hari kematian itu, hari pengadilan besar itu. Ia meyakinkan kita: bahwa jika kita datang pada-Nya, kita takkan dibuang. Datang padaNya berarti hidup sesuai jalanNya, hidup pantas dengan berpakaian pesta, hidup dalam rahmat, berkat. Bagaimana caranya? Hiduplah hari ini seolah-olah inilah hari terakhir kehidupanmu!

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 1 November 2010

Senin 1 November 2010

Bacaan:

Why. 7:2-4,9-14;
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6;
1Yoh. 3:1-3;
Mat. 5:1-12a.
Meditatio:

Ketika Yohanes Paulus II menjadi Paus, seorang wartawan bertanya: Holy Father, mengapa engkau mau dipanggil Holy Father, padahal kau adalah manusia biasa seperti kami? Jawab Paus: jangan takut menjadi kudus, sebab panggilan setiap orang Kristen adalah menjadi kudus!

Ya, menjadi kudus, utuh dan penuh, serta bahagia, itulah panggilan kita, seperti orang-orang kudus, orang-orang berbahagia yang kita rayakan hari ini. Berbahagialah yang miskin, yang berduka, yang lemah lembut, yang lapar, yang murah hati, dan seterusnya. Ungkapan-ungkapan Yesus ini bukan hanya menunjukkan siapa saja yang berbahagia dan beruntung tetapi terutama menunjukkan siapakah Allah itu sendiri.

Allah adalah pembela dan pemilik kaum miskin, penghibur, sang mahamurah, dan seterusnya. Allah takkan pernah gagal mengganjari kebaikan setiap ciptaanNya; Allah tak pernah salah dalam menghargai hidup baik yang diupayakan setiap ciptaanNya; Allah tak membiarkan pengurbanan, penderitaan abadi, tetapi akan menggantikannya dengan kemuliaan yang abadi, yang langsung berasal dari tanganNya.

Kita mengenal di sekitar kita banyak orang tua kita, yang miskin hatinya dan menjadikan Allah sandarannya; mereka yang begitu murah hati, yang rela menderita demi kebenaran dan kebaikan.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...