Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 31 Agustus 2010

Uskup Agung Kupang Dialog Dengan Pekerja Media

WARTAWAN mengemban tugas pewartaan yang istimewa, karena mewartakan realita kehidupan manusia. Untuk itu wartawan harus banyak membaca supaya berita yang diwartakan bisa memberikan pencerahan dan pendidikan bagi sesama.

Hal ini dikatakan Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr, ketiga berdialog dengan puluhan pekerja media komunikasi beragama Katolik dari berbagai media massa di Susteran SSpS Belo, Minggu (15/8/2010). Uskup Turang mengatakan, wartawan karena panggilan tugasnya mempunyai banyak relasi, sehingga harus menjadi pembuat jembatan besar supaya semua orang bisa melewati jembatan itu.

Jembatan besar yang dimaksudkan adalah jembatan pendidikan, ekonomi, hukum dan sosial kemasyarakatan. Wartawan mengemban tugas menghantar sesamanya ke jembatan itu, tapi tidak menghakimi.

Uskup Turang mengingatkan, media tempat wartawan bekerja agar jangan hanya mengejar keuntungan saja. Di mana saja, katanya, media selalu untung. Wartawan juga jangan hanya mengejar pendapatan karena nanti akan kesulitan sendiri.

Tugas mulia seorang wartawan antara lain menyajikan berita dan tulisan yang membawa perubahan kehidupan banyak orang. "Orang miskin, misalnya, perlu dibantu dengan berita-berita yang membangkitkan gairahnya untuk berusaha. Orang miskin juga perlu dibantu dengan berita-berita sehingga ada perhatian dari orang lain dalam membantu mereka. Tugas dan tanggung jawab itu ada di wartawan," kata Uskup Turang.

Uskup Turang menggambarkan wartawan ada dua tipe. Tipe pertama yang berorientasi perolehan. Wartawan tipe ini sering berpindah-pindah media atau yang dikenal wartawan kutu loncat. Tipe kedua, wartawan idealis yang betul-betul mengemban tugas pewartaan. Wartawan tipe ini dikenal dengan kutu lak.

Uskup menyarankan agar wartawan membangun tim kerja yang handal sehingga tidak menjadi asing sendiri. Orang yang berjalan sendiri, katanya, lebih mementingkan ego daripada kerja sama dalam sebuah kebersamaan. (gem)

Sumber: Pos Kupang, 16 Agustus 2010 halaman 14
Lanjut...

Keluarga adalah Seminari Awal

KUPANG, PK -- Keluarga Katolik merupakan tempat penting untuk mendidik calon imam. Ini penting untuk integritas kehidupan intelektual dan kepribadian calon imam.

Keluarga-keluarga Katolik sebagai pendidikan awal atau seminari awal hendaknya mendidik anak-anaknya sehingga membantu Gereja dalam proses pembinaan calon imam” kata Ketua Komisi Seminari Konferensi- Wali Gereja Indonesia (KWI), Mgr. Dr Dominikus Saku, Pr pada perayaan ekaristi penutupan pertemuan para rektor Seminari Tinggi se-Indonesia di paroki Katedral Kristus Raja Kupang, Kamis (8/7/2010).

Para rektor seminari se-Indonesia itu melakukan pertemuan di Hotel Sylvia-Kupang, Senin (5/7/2010) hingga Kamis (8/7/2010).

Sebelumnya, Romo Paul Suparno SJ yang menjadi pembicara pada hari kedua, Selasa (6/7/2010), menegaskan tentang pentingnya keseimbangan pembinaan rohani dan intelektual. Menurutnya, pembinaan calon imam Katolik hendaknya memperhatikan keselarasan antara kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual.

Rm. Patris Neonnub, Pr dan Fr Amanche Franck Oe Ninu, mengutip keterangan sekretariat panitia pertemuan tersebut, menjelaskan, tema pertemuan para rektor seminari se-Indonesia itu adalah "Pentingnya Pembinaan Holistik Intelektual dan Kehidupan Kepribadian Calon Imam Katolik".

Pertemuan tersebut diawali perayaan ekaristi yang dipimpin Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang, Pr Senin di Gereja St. Yoseph Naikoten Kupang.
Dalam pertemuan itu, kata Neonnub dan Ninu, para rektor saling membagi pengalaman mengenai pembinaan calon imam di seminari tinggi yang mereka pimpin.

Para rektor seminari tinggi itu juga sempat mengunjungi Seminari Tinggi TOR Lo’o Damian dan Seminari Menengah Santa Maria Imacullata Lalian-Belu pada Kamis (8/7/2010). (*/alf)

Sumber: Pos Kupang 13 Juli 2010 halaman 5
Lanjut...