Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 20 April 2011

KAMIS PEKAN SUCI 21 April 2011

Rekan-rekan yang baik!

Hanya dalam Injil Yohanes sajalah didapati kisah pembasuhan kaki para murid (Yoh 13:1-15) yang dibacakan pada Pesta Perjamuan Tuhan pada hari Kamis dalam Pekan Suci. Memang lazim orang membasuh kaki sendiri sebelum masuk ke ruang perjamuan sebagai ungkapan datang dengan bersih. Hanya tamu yang amat dihormati sajalah, misalnya seorang guru atau orang yang dituakan, akan dibasuh kakinya. Bila dilakukan, akan dijalankan sebelum perjamuan mulai. Tetapi dalam Injil Yohanes peran-peran tadi dibalik. Yesus sang guru itu membasuh kaki para muridnya. Lagi pula pembasuhan ini terjadi selama perjamuan sendiri, bukan sebelumnya seperti biasa dilakukan orang. Kiranya memang hendak disampaikan hal yang tidak biasa. Pembasuhan kaki di sini tidak ditampilkan semata-mata sebagai tanda memasuki perjamuan dengan bersih, tetapi untuk menandai hal lain. Apa itu? Baiklah didekati kekhususan Yohanes dalam menyampaikan kejadian-kejadian terakhir dalam hidup Yesus.



KAITAN DENGAN BACAAN PERTAMA Kel 12:1-8; 11-14.
Yohanes menyampaikan kejadian pada hari-hari terakhir Yesus dengan cara yang agak berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Dalam Injil Markus, Matius dan Lukas, kedatangan Yesus ke Yerusalem mengawali peristiwa-peristiwa yang mengantar masuk ke dalam penderitaan, kematian serta kebangkitannya nanti, termasuk juga perjamuan Paskah. Yohanes lain. Dalam Injil Yohanes kedatangan Yesus ke Yerusalem dan pembersihan Bait Allah dipisahkan dari peristiwa salib dan kebangkitan. Bagi Yohanes, serangkaian kejadian yang berakhir dengan kebangkitan itu justru berawal pada perjamuan malam terakhir. Berbeda juga dengan ketiga Injil lainnya, perjamuan ini bukan perjamuan Paskah, melainkan perjamuan malam yang diadakannya sebelum Paskah. Bagi Yohanes, Paskah yang sejati terjadi dalam pengorbanan Yesus di salib.

Dengan demikian Injil Yohanes membaca kembali pengorbanan Yesus di salib sebagai perayaan Paskah yang dahulu mulai sebagai ingatan akan saat Tuhan memimpin umatNya keluar dari tanah Mesir dengan kuasa besar sebagaimana dibacakan dari Kel 12:1-8; 11-14. Darah domba kurban Paskah yang dahulu dioleskan pada bingkai pintu rumah (Kel 12:8) menandai darah yang terpoles pada kayu salib. Salib menjadi ambang memasuki hidup baru bersama Yang Ilahi. Bingkai pintu yang terpoles darah domba itu juga menjadi tanda bahwa di rumah itu tinggal umat yang akan dipimpin keluar dari tanah Mesir dan penghuninya tidak kena bencana dan hukuman (Kel 12:12-13). Salib yang menandai darah pengorbanan Yesus menjadi tanda bahwa yang berada di balik salib itu ialah orang-orang yang diselamatkan. Namun dalam peristiwa perjamuan yang dikisahkan Yohanes, semua ini baru terjadi nanti pada saat Yesus disalibkan, wafat, dan kurbannya menjadi tanda keselamatan siapa saja yang ada bersamanya. Sekarang, dalam perayaan perjamuan malam sebelum Paskah hendak disampaikan bagaimana semua ini bisa terjadi, bagaimana pengorbanan ini memang menurut kemauan Yang Maha Kuasa dan utusannya, yakni Yesus, kini siap menjalankannya. Pengorbanan ini dijalaninya karena mengasihi "sampai pada kesudahannya" yang diungkapkan Yohanes pada awal perjamuan ini (Yoh 13:1). Marilah kita simak dari dekat peristiwa perjamuan ini

MEMBASUH KAKI PARA MURID
Yohanes juga menekankan, Yesus sadar bahwa dirinya "datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah" (ay. 3). Karena itu mereka yang mengenalnya akan mengenali Yang Ilahi dari dekat. Ini semua diajarkan Yesus kepada para murid terdekat pada perjamuan malam terakhir itu dengan membasuh kaki mereka. Dia yang sadar berasal dari Allah dan sedang kembali menuju kepadaNya ingin menunjukkan bahwa orang-orang terdekat itu sedemikian berharga, sedemikian terhormat. Lebih dari itu, ia ingin berbagi "sangkan paran" - dari siapa dan menuju ke siapa - dengan mereka. Inilah yang dimaksud dengan mengasihi sepenuhnya (ay. 1, Yunaninya "eis telos"). Tidak setengah-setengah melainkan hingga tujuan kedatangannya terlaksana, yakni membawa manusia ke dekat Allah, asal terang dan kehidupan.

Petrus terheran-heran dan tak bisa menerima gurunya membasuh kakinya. Yesus mengatakan bahwa kelak ia akan mengerti walaupun kini belum menangkapnya (ay. 6-7). Tetapi Petrus belum puas dan bersikeras menolak dibasuh kakinya oleh gurunya itu. Pada saat inilah Yesus menjelaskan, " Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku." (ay. 8). Dia yang "sangkan paran"-nya ialah Allah sendiri mau berbagi kehidupan dengan para murid. Dan berbagi asal dan tujuan kehidupan inilah jalan keselamatan bagi manusia. Bila asal dan akhir itu Allah sendiri, tentunya yang di maksud ialah Allah sumber terang, sumber kehidupan. Utusannya itu datang ke dunia yang masih berada dalam ancaman kuasa gelap untuk membawa kembali orang-orang yang dekat padanya kembali ke sumber terang, kepada Allah, ke sumber kehidupan sendiri. Itulah "sangkan paran" yang diungkapkan di dalam perjamuan ini.

BERBEKAL TELADAN
Pada kesempatan itu Yesus juga mengatakan bahwa pembasuhan kaki itu disampaikan sebagai teladan bagi para murid, agar mereka berbuat seperti itu satu sama lain (ay. 15). Teladan ini kemudian menjadi bekal kehidupan orang-orang yang percaya bahwa Yesus itu datang dari Allah dan pulang kepadaNya setelah berhasil memperkenalkan siapa Allah itu sesungguhnya.

Boleh dikatakan saat itulah lahir kumpulan orang yang hidup berbekal sikap Yesus yang menganggap sesama sedemikian berharga sehingga pantas dilayani dan dihormati. Inilah Gereja dalam ujudnya yang paling rohani, paling spiritual. Dalam arti inilah Gereja berbagi "sangkan paran" dengan Yesus sendiri. Hidup mengGereja yang berpusat pada ekaristi baru bisa utuh bila dijalani dengan bekal yang diberikan Yesus tadi. Hanya dengan cara itu Gereja akan tetap memiliki integritas. Memang masih berada di dunia, masih berada dalam kancah pergulatan dengan kekuatan-kekuatan gelap, tetapi arahnya jelas, ke asal dan tujuan tadi: ke Sumber Terang sendiri bersama dengan dia yang diutus olehNya.

Karena itu tak perlu heran bila para murid - dan Gereja - tidak semuanya bersih. Yesus berkata dalam ay. 11 "Tidak semua kamu bersih." Kata-kata itu bukan mencela melainkan mengakui kenyataan bahwa ada kekuatan-kekuatan gelap. Nanti pada saat ia kembali kepada Allah, kekuatan ilahi akan tampil dengan kebesarannya dan saat itu jelas kekuatan-kekuatan gelap tidak lagi menguasai meskipun tetap dapat menyakitkan. Penderitaan ini tidak akan memporakperandakan kumpulan orang-orang yang percaya kepadanya. Malah menguatkan harapan.

Salam hangat,
A. Gianto

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Minggu, 10 April 2011

Renungan Harian 11 April 2011

Senin, 11 April 2011

Bacaan:

* Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62
* (Dan. 13:41c-62)
* Mzm. 23:1-3a,3b-4, 5,6;
* Yoh. 8:1-11

Renungan:

Konfrontasi antara Yesus dan para ahli Taurat serta kaum Farisi dimulai ketika mereka datang membawa seorang perempuan berdosa. Sambil mengemukakan keputusan Taurat Musa tentang kasus yang jelas, yaitu pembunuhan dengan pelemparan batu bagi wanita yang kedapatan berbuat zinah, mereka meminta pendapat Yesus tentang hal itu. Permintaan itu bermaksud untuk mencari bahan yang bisa dipakai untuk mempersalahkan Yesus.

Ketika mereka sudah tidak bisa diajak diskusi lagi, Yesus memberi jawaban singkat dan jitu, yang meluputkan-Nya dari jerat mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Yesus memberi jawaban yang mendukung keputusan hukum Taurat, namun menambahkan suatu syarat yang mencegah pelaksanaannya. Jawaban Yesus itu membalikkan seluruh situasi mereka yang tadi datang untuk menghukum seorang perempuan yang sudah tak berdaya, dan ingin mencelakainya ini, kini pergi meninggalkan keduanya, mulai dari yang tertua.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 10 April 2011

Minggu, 10 April 2011

Bacaan:

* Yeh. 37:12-14;
* Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8;
* Rm. 8:8-11; Yoh. 11:1-45
* (Yoh. 11:3-7,17,20-27,33b-45)

Renungan:

Injil hari ini merupakan puncak percakapan tentang hidup baru atau kebangkitan, "Akulah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup serta percaya kepadaKu tidak akan mati selama-lamanya."

"Bangkit" berarti hidup secara baru. Orang beriman harus mati terhadap cara hidup lama, menolak cara hidup lama, agar bangkit dalam hidup baru seperti dan bersama dengan Kristus. Dunia daging harus ditinggalkan dan diganti dengan dunia Roh yang menghadirkan kehidupan sejati. Kita tidak lagi hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, kalau Roh Allah memang tinggal di dalam diri kita. Orang yang tetap hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan di hati Allah. Orang seperti itu tidak memiliki Roh Kristus, maka ia juga bukan milik Kristus. Sebaliknya, jika Roh Allah diam dalam dirimu, maka Ia akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh Roh-Nya yang diam dalam dirimu.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 6 April 2011

Rabu, 6 April 2011

Bacaan:

* Yes. 49:8-15;
* Mzm. 145:8-9,13cd-14,17-18;
* Yoh. 5:17-30

Renungan:

Keyakinan iman semua orang kristen tentang Allah Tritunggal, sebagai satu Allah yang ber-pribadi tiga, didasarkan atas sabda-sabda Tuhan Yesus yang menegaskan adanya kesatuan yang erat antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Sebagai Putra yang menjelma menjadi manusia, Tuhan Yesus memiliki kesatuan erat baik dengan Bapa maupun dengan Roh Kudus.

Kesatuan antara Bapa dan Putra itu tidak hanya terletak pada "tingkat hakikat", melainkan juga pada tingkat karya-karya yang konkret di dunia ini. Karena adanya kesatuan itulah maka Tuhan Yesus berani memberi kesaksian bahwa karyakaryaNya adalah karya-karya Bapa. Karya terpenting Bapa, Putra, maupun Roh Kudus, adalah karya penyelamatan dan karya penghakiman bagi umat manusia.

Dengan kata lain, karya ilahi mempunyai dua sisi, yakni sisi positif maupun sisi negatif. Sisi positif berupa ganjaran abadi bagi mereka yang berkenan kepada Allah. Sedang sisi positif berupa hukuman abadi bagi mereka yang tidak berkenan kepada-Nya.

Sebagai Hakim yang adil, Tuhan Yesus, mewakili Bapa, memberi kebebasan kepada orang-orang yang tidak bersalah kepada-Nya. Sebaliknya, juga mewakili Bapa, Tuhan Yesus menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang telah bersalah kepada-Nya.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Renungan Harian 5 April 2011

Selasa, 5 April 2011

Bacaan:

* Yeh. 47:1-9,12;
* Mzm. 46:2-3,5-6,8-9;
* Yoh. 5:1-16

Renungan:

Hari ini pemazmur menggugah penghayatan dan pengalaman kita mengenai Allah: Siapakah Allah itu bagi kita? Dengan jelas pemazmur menyatakan penghayatannya: Allah itu tempat perlindungan dan kekuatan, Ia adalah penolong di dalam kesesakan. Ia selalu menyertai kita, Ia adalah kota benteng kita.

Yehezkiel menampilkan kuasa Allah itu ibarat air, air kudus yang keluar dari Bait Suci dan mengalir menjadi sungai yang besar. Ke mana saja air itu mengalir, segala makhluk yang ada di dalamnya menjadi hidup. Bahkan, daya air itu menyuburkan tetumbuhan. Pada kedua tepi aliran sungai itu tumbuh beraneka pohon buah-buahan, yang daunnya tak pernah layu dan buahnya tak pernah habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat.

Kuasa Allah yang sama dinyatakan Yesus lewat penyembuhan. Orang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit mendadak sembuh oleh perkataan yang diucapkan Yesus, "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Penyembuhan yang dikaruniakan Yesus ini membawa konsekuensi pada perilaku seharihari, "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...

Jumat, 01 April 2011

Renungan Harian 1 April 2011

Bacaan:


Hos. 14:2-10;
Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17;
Mrk. 12:28b-34
Renungan:

Sejak kecil kita sudah diajari tentang hukum Kasih. Hukum tersebut menjadi begitu penting di dalam ajaran kristiani. Karena itu, semua orang kristiani diandaikan tahu dan sungguh menghayatinya.

"Kasihilah Tuhan... Kasihilah sesamamu..." Tetapi mengapa selalu saja ada cekcok, perkelahian, perang, benci dan dendam sehingga kerukunan, keharmonisan dan kedamaian tidak terjadi?

Ya, selama kita tidak bersedia menerima keterbatasan dan mengakui kesalahan, bersedia mengampuni dan bersikap rendah hati, kedua perintah kasih itu tidak akan terwujud. Selama kehausan untuk memiliki harta, ketenaran, status sosial - kerap kita peroleh lewat gesekan, aduh mulut dan otot - masih lebih penting dari sesama dan Tuhan, selama itu pula kasih tetap akan menjadi utopia.

Perintah mengasihi bukan sekadar seperangkat hukum, bukan sekadar perintah, ajaran dan komitmen, tetapi terutama sebuah praksis hidup menjadikan sesama sebagai mitra hidup sepadan dan praksis mengalahkan ambisi diri untuk menjadi tuan, raja, super atas apa pun.

(Mutiara Iman 2011, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta)
Lanjut...