Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 13 Oktober 2014

Relikwi St Fransiskus dari Asisi

Oleh Anton Bele
Warga Stasi Santu Fransiskus Asisi - Kolhua,
Paroki Santa Familia Sikumana, Kupang
 

KEHIDUPAN modern atau ultra modern zaman ini membuat kita enggan berbicara tentang hal-hal yang ilahi. Judul opini ini tentang hal yang ilahi itu. Relikwi, kata yang di-indonesiakan dari kata Latin, reliquia artinya, peninggalan dari orang kudus. Penghormatan terhadap relikwi atau peninggalan orang kudus (Santo dan Santa) ini sudah hidup dalam Gereja sejak abad pertama Masehi. 

Ada bukti tertulis dari tahun 156 Masehi bahwa relikwi atau peninggalan dari Santu Polykarpus yang dibunuh secara ngeri dengan dibakar di tiang pancang di Kota Smyrna, dihormati oleh orang-orang Kristen pada masa itu dengan cara berdoa kepada Tuhan sambil mengenangkan jasa dan teladan Santu Polykarpus.

Penghormatan terhadap Relikwi orang-orang kudus ini diakui oleh Gereja Katolik sebagai salah satu tradisi yang dikukuhkan dalam Kitab Hukum Kanonik dan diatur dengan ketentuan hukum yang harus dilaksanakan dengan cara yang benar dan sah. Konsili Trente yang berlangsung dari tahun 1545 sampai 1563, dalam salah satu keputusannya menetapkan penghormatan kepada orang-orang kudus melalui relikwi mereka ini sebagai satu tindakan yang dapat membawa umat untuk lebih dekat kepada kesucian di hadapan Tuhan.

Ada dua tujuan yang diajarkan dalam tradisi menghormati orang kudus lewat relikwi ini. Pertama, relikwi sebagai sarana untuk mengenang orang-orang kudus yang diyakini sudah berada dalam kebahagiaan kekal. Kedua, melalui relikwi yang dilihat dengan mata kepala sebagai peninggalan orang kudus, iman umat akan Tuhan  diteguhkan dengan cara meneladani hidup orang kudus itu selama ia hidup di dunia. Atas dua alasan inilah dalam Gereja Katolik setiap orang yang dibaptis diberikan nama salah satu orang kudus sebagai pelindung untuk diteladani dan untuk diminta perantaraannya dalam doa-doa.
Relikwi  itu sendiri sebenarnya terdiri dari bagian-bagian tubuh  orang kudus yang sudah meninggal entah itu rambut atau tulang atau benda lain seperti pakaian ataupun benda lain yang pernah digunakan oleh orang kudus itu semasa hidupnya di dunia.

Dalam tradisi, relikwi biasanya dikelompokkan dalam tiga kategori. Kategori pertama ialah relikwi berupa bagian asli dari tubuh orang kudus itu, seperti tulang, rambut atau bagian lain dari tubuh. Kategori kedua ialah relikwi atau peninggalan berupa barang yang pernah dipakai oleh orang kudus itu seperti pakaian atau peralatan lain. Kategori ketiga ialah barang yang pernah disentuhkan pada tulang atau bahagian dari orang kudus dan juga barang yang pernah diambil dari tempat kediaman atau tempat mukjizat pernah terjadi lewat perantaraan orang kudus tersebut.

Keaslian semua relikwi ini harus dinyatakan dengan dokumen resmi dari Takhta Apostolik dalam hal ini Sri Paus di Roma melalui orang-orang khusus yaitu Kardinal atau Uskup yang diberi tugas untuk meneliti dan mengambil relikwi itu secara benar dan terhormat. Relikwi ini tidak boleh diperdagangkan dan hal ini dilarang dengan keras oleh pimpinan Gereja. Relikwi orang kudus diharuskan ditempatkan di tempat yang terhormat agar orang dapat menyaksikan keberadaan relikwi itu sebagai tanda peringatan akan Santu atau Santa yang bersangkutan dan menjadi sarana doa. Tidak dibenarkan adanya penyalahgunaan relikwi sebagai benda gaib atau barang yang dianggap berkekuatan khusus seperti zimat. Relikwi semata-mata sarana doa kepada Tuhan dan sarana untuk mengenang orang kudus yang bersangkutan guna meneladani hidup orang kudus tersebut.

Dalam tradisi Gereja Katolik, orang kudus dapat dijadikan pelindung untuk orang secara pribadi dengan cara memakai nama orang kudus itu atau juga dijadikan pelindung kelompok orang entah itu sekolah atau yayasan atau kelompok umat tertentu seperti kelompok karismatik atau kelompok mahasiswa. Ada contoh: SMP Katolik Santa Theresia, Yayasan Santu Thomas, Mahasiswa Katolik Santu Gregorius Agung. Ada paroki-paroki yang memilih Santu atau Santa tertentu menjadi pelindungnya. Sebagai contoh, Paroki Santa Familia Sikumana Kupang berlindung pada Keluarga Kudus dari Nazareth, Yesus, Maria, Yosef. Paroki Santu Yosef Naikoten Kupang, berlindung pada Santu Yosef.

Khusus Stasi Santu Fransiskus Asisi di Kolhua, umatnya berlindung pada Santu Fransiskus Asisi dan sesudah Gedung Gereja mereka ditahbiskan oleh Uskup Agung Kupang, di dalam gereja ini akan ditempatkan relikwi Santu Fransiskus Asisi. Dengan adanya relikwi dari Santu Fransiskus Asisi sebagai Santu pelindung Stasi ini, umat diharapkan meneladani kehidupan Santu Fransiskus Asisi. Santu ini hidup di Kota Asisi, Italia, pada tahun 1182 sampai 1226. Dalam usia 44 tahun ia bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus yang tersalib dan ia meninggal dunia pada tanggal 3 Oktober 1226. Santu Fransiskus Asisi ini dikenal sebagai seorang yang hidup sederhana, suka damai, suka menolong dan menghibur orang lain yang berada dalam kesulitan hidup.

Keberadaan relikwi di salah satu tempat selalu harus atas izinan Uskup. Kepada semua umat diperkenankan untuk berkunjung dan menghormati Santu atau Santa yang ditempatkan di tempat tertentu. Tindakan penghinaan terhadap relikwi orang kudus sangat ditentang oleh Gereja. Oleh karena itulah relikwi ditempatkan di tempat yang aman dan tidak mudah diambil atau dirusakkan oleh orang yang berniat tidak baik. Dalam ajaran Gereja Katolik, relikwi itu menjadi sarana devosi, dalam arti menghormati orang kudus itu dan tidak menjadi alat pemujaan.

Relikwi tidak diperkenankan untuk digunakan dengan tujuan-tujuan yang melawan iman seperti takhyul dan percaya sia-sia. Orang yang berdoa kepada Tuhan di depan relikwi orang kudus harus yakin bahwa Tuhanlah yang mendengar dan mengabulkan doa-doa seseorang dan bukan orang kudus itu atau relikwi itu. Relikwi hanya sarana penghantar seseorang untuk lebih dekat kepada Tuhan melalui orang kudus yang relikwinya ditempatkan di tempat doa tertentu, misalnya di dalam Gereja atau di tempat ziarah yang diberkati oleh Uskup.
Dalam kehidupan dunia yang gemerlapan dengan segala hiburan duniawi yang fana ini, adanya relikwi menyadarkan orang untuk bergaul dengan orang-orang kudus dan mengarahkan perhatian kepada hal-hal yang ilahi. Hidup ini fana. Relikwi itu salah satu sarana penunjuk jalan ke arah yang abadi. Letakkan harapan dan isi hati di hadapan Tuhan sambil memohon agar orang kudus yang peninggalan atau relikwinya ada di hadapan kita, turut mendoakan kita. Itulah arti dan guna dari relikwi orang kudus.

Salah satu contoh doa di depan relikwi orang kudus seperti Santu Fransiskus Asisi: Tuhan kasihanilah kami, Santu Fransiskus Asisi, doakanlah kami. Amin.


                                                        Jakarta, 23 September 2014


Sumber: Pos Kupang 25 September 2014 hal 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar