Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 28 Oktober 2010

Renungan Harian 29 Oktober 2010

Jumat 29 Oktober 2010

Bacaan:

Flp. 1:1-11;
Mzm. 111:1-2,3-4,5-6;
Luk. 14:1-6
Renungan:

Adakah hal lain yang lebih utama, yang diajarkan Tuhan kita selain kasih? Kasih yang tulus adalah yang utama dalam seluruh tindakan manusia yang dikehendaki Allah. Oleh karena itulah hokum harus mendukung manusia bukan malah merendahkan kehidupan manusia. Ketika nilai hidup manusia harus diperjuangkan dan dihargai, maka cinta kasihlah yang harus tampil lebih utama. Ketika cinta kasih menuntut, maka semua hukum menjadi berlaku relatif. Sabda Tuhan: "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari sabat?" "Meskipun pada hari sabat", ketika cinta lebih menuntut, maka tindakan

cintalah yang harus diutamakan. Hukum dibuat oleh manusia untuk kebaikan manusia; menjadi sarana untuk mengatur kehidupan manusia dalam berelasi dengan sesamanya dan Tuhan dalam kasih. Oleh karena itu, jangan lupa semangat awal ini, yaitu bahwa hukum dibuat untuk mengabdi manusia bukan manusia untuk hukum. Maka hukum diperlukan sejauh itu dapat membantu dan mendukung martabat dan kebaikan hidup manusia.

Berhadapan dengan persoalan ini, Yesus menantang kita dengan pertanyaan: "Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari sabat?" Anda ingin mengikuti semangat Yesus atau semangat legalis?



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: KWI
Lanjut...

Rabu, 27 Oktober 2010

Renungan Harian 28 Oktober 2010

Kamis 28 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 2:19-22;
Mzm. 19:2-3.4-5;

Luk. 6:12-19
Renungan:

Apakah Anda termasuk salah seorang yang tidak peduli dengan urusan popularitas? Anda mungkin termasuk type "orang team" yaitu orang yang lebih mementingkan kebersamaan dan kerjasama sebagai sebuah team. Anda sudah gembira bila Anda bisa menjalankan tugas bagian Anda sebaik-baiknya, apalagi bila team Anda akhirnya mampu meraih sebuah kemenangan. Anda adalah "invisible men" atau orang-orang di balik keberhasilan sebuah perjuangan. Pada hari ini Gereja secara khusus memperingati Rasul Simon (orang Zelot) dan Yudas (anak Yakobus atau dikenal sebagai Yudas Tadeus). Dua rasul ini memang amat jarang dibicarakan.

Nama dan kehadiran kedua rasul ini sepertinya "tenggelam" karena ada dua rasul lain yang lebih terkenal, yaitu Simon Petrus dan Yudas Iskariot. Meskipun nama kedua rasul itu kurang terkenal dibandingkan para rasul lainnya, namun bukan berarti peran dan sumbangsih mereka terhadap Gereja dan perkembangannya tidak besar. Ada tradisi yang mengisahkan bahwa kedua rasul ini amat giat mewartakan Injil di daerah Mesir dan Persia sampai akhirnya wafat sebagai martir. Marilah kita terpesona sekaligus mau meneladan kerendahan hati kedua rasul yang kita peringati pada hari ini.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Renungan Harian 27 Oktober 2010

Rabu 27 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 6:1-9;
Mzm. 145:10-11,12-13ab, 13cd-14;
Luk. 13:22-30
Renungan:

Banyak orang sering berkata hidup adalah perjuangan. Ini memang benar! Orang perlu berjuang untuk berhasil dalam studinya, mendapatkan sebuah pekerjaan agar dapat menopang hidupnya, atau memajukan usahanya, dll. Singkatnya, orang memusatkan banyak energi, pikiran dan kreativitas mereka untuk meraih kesejahteraan di dunia ini. Namun adakah orang yang menyadari bahwa perjuangan dalam hidup ini bukan hanya demi kesejahteraan duniawi, namun demi kebahagiaan surgawi?

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa untuk mencapai keselamatan atau surga, kita memang perlu berjuang. Keselamatan atau surga bukan hadiah dari Allah yang akan diterima tanpa perjuangan dari pihak manusia.

Memang tidak mudah menjadi orang yang baik dan benar atau orang yang suci. Kita perlu keberanian dan tekad kuat untuk berkata TIDAK terhadap berbagai tawaran dan godaan duniawi yang bisa melumpuhkan hasrat kita untuk menjadi orang suci itu. Pada Kristuslah, kita bisa belajar berkata TIDAK atas segala godaan dan tawaran negatif duniawi. Karena terinspirasi oleh ajaranNya itu, kita akan terus maju untuk bisa masuk melalui pintu yang sesak itu. Karena bersama Kristus, kita yakin akan menjadi pemenang.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)
Lanjut...

Senin, 25 Oktober 2010

Renungan Harian 26 Oktober 2010

Selasa 26 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 5:21-33;
Mzm. 128:1-2,3,4-5;
Luk. 13:18-21
Renungan:

Dalam sebuah homili bagi sepasang pengantin baru, seorang imam prihatin atas hidup perkawinan di zaman modern ini. Masa pacaran bisa memakan waktu 3 sampai 6 tahun. Tetapi biduk rumah tangga mereka retak justru pada usia perkawinan yang ke-2.Dari hari ke hari angka prosentase keluarga yang bubar tidak menurun, justru makin membengkak.

Gereja Katolik menentang keras, bahkan tidak mengakui adanya perceraian. Namun di balik aturan yang tegas tersebut, di dalam realitas, tidak sedikit keluarga kristiani yang ‘bubar' di tengah jalan.

Hidup berkeluarga mereka jadi menggantung. Duda bukan, janda juga tidak. Mereka tetap menempuh jalan hidupnya masing-masing. Surat rasul Paulus hari ini kiranya perlu jadi bacaan wajib bagi suami dan isteri, dan disaksikan oleh anggota keluarga yang lain.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: KWI
Lanjut...

Renungan Harian 25 Oktober 2010

Senin 25 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 4:32-5:8;
Mzm. 1:1-2,3,4,6;
Luk. 13:10-17
Renungan:

Satu minggu ada tujuh hari. Bagi umat Kristiani, hari Minggu dipilih untuk memuliakan Tuhan. Jika hari Minggu ada acara yang tak bisa ditinggalkan, gereja memberi kesempatan umat untuk ikut Perayaan Ekaristi hari Sabtu sore. Begitu luwesnya gereja menanggapi perkembangan zaman.

Injil hari ini membuka mata kita semua bahwa yang namanya pelayanan ternyata tidak mengenal hari libur. Sebagai murid Yesus kita pun akan meneladaniNya. Jika kita sudah komitmen jadi pelayan-Nya, maka kita tidak akan mengelak menerima tugas-tugas pelayanan yang sudah jadi tanggungjawab kita.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)


Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Sabtu, 23 Oktober 2010

Gotong-Royong Membangun Gereja Baru

UNTUK kesekian kalinya umat Stasi Fransiskus Asisi (FA) Kolhua Kupang bergotong-royong membangun gereja baru. Hari Sabtu (23/10/2010) sekitar 30 orang bahu-membahu membantu tukang saat mencor beton di sisi sayap bagian belakang gereja.

Kerja gotong-royong mulai pukul 09.00 sampai pukul 12.30 Wita diakhiri dengan santap siang bersama yang disiapkan para ibu. Kerja bakti itu dipimpin langsung Ketua DP Stasi, Sentis Medi d
an Sekretaris Remus Fernandez.

Remus Fernandez berperan di mesin molen untuk mengatur campuran beton yang terdiri dari pasir, batu pecah, air dan semen. Sedangan Sentis Media bergandengan tangan dengan umat lainnya mengantar bahan cor secara estafet.
Hujan rintik-rintik tidak menyurutkan semangat umat stasi Fransiskus Asisi untuk menyelesaikan pekerjaan

pada hari itu. Terlihat hadir berkeringat ria saat itu Yulius Tallok, Ricky Gimin, Wellem Openg, Albinus Gan serta kelompok Orang Muda Katolik (OMK) dikoordinir Putra Matutina.

"Kerja bakti begini sama saja dengan berolahraga," kata Yulius Tallok dari Wilayah II. Sentis Medi dan Remus Fernandez mengharapkan partisipasi umat terus meningkat pada waktu mendatang. "Kerja bakti akan kita lanjutkan hari Sabtu 30 Oktober mendatang," kata Remus. (ka'e)
Lanjut...

Renungan Harian 24 Oktober 2010

Minggu 24 Oktober 2010

Bacaan:

Sir. 35:12-14,16-18;
Mzm. 34:2-3,17-18,19,23;
2Tim. 4:6-8,16-18;
Luk. 18:9-14
Renungan

Selama kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II, beliau mencanangkan program re-evangelisasi di Eropa dengan strategi menginjili keluarga-keluarga. Krisis keagamaan yang terjadi di Eropa sumbernya adalah orang-orang modern kembali menjadi sangat rasional dan humanis dan efeknya manusia memiliki over-confident akan kemampuannya dan yakin tidak lagi membutuhkan campur tangan yang ilahi untuk menjadi bahagia. Orang-orang modern seperti ini mengalami kekeringan spiritual, menjadi materialistis, dan kurang memiliki rasa berdosa lagi.

Krisis spiritual-religius di dunia modern dimulai ketika rumah tidak lagi dipandang sebagai pusat kehidupan rohani, tetapi hanya sebagai tempat untuk menyimpan barang dan tidur, seperti hotel dan terminal.

Orangtua kehilangan peran sebagai sumber ajaran nilai baik rohani maupun budaya. Makan bersama saja tidak lagi menjadi agenda keluarga, apalagi doa dan kegiatan rohani lainnya. Di banyak keluarga di dunia modern ini, posisi Tuhan sudah digantikan dengan tokoh-tokoh publik seperti para pengusaha kaya, bintang olah raga dan film, para politikus, termasuk para dukun populer. Agama baru masyarakat modern adalah humanisme. Mereka masih berbuat baik seperti orang Farisi di dalam Injil hari ini, tetapi motif utamanya bukan lagi rasa syukur kepada Tuhan.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Jumat, 22 Oktober 2010

Jadwal Misa Minggu, 24 Oktober 2010

Waktu: Pukul 07.00 Wita
Pastor: Rm. Sipri Senda, Pr

Injil: (Luk 18:9-14)


DOANYA...KOK MANDUL, BAGAIMANA BISA KABUL YA?

Rekan-rekan yang baik!

Apa maksud perumpamaan mengenai orang Farisi dan pemungut cukai dalam Luk 18:9-14 ini? Disebutkan pada awal bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan itu kepada beberapa orang yang "menganggap diri benar" serta "memandang rendah semua orang lain". Terasa adanya imbauan agar orang berani meninjau kembali gambaran tentang diri sendiri dan tentang sesama yang mewarnai hubungan dengan Tuhan dan , khususnya di sini, menentukan cara berdoa.

ORANG FARISI DAN PEMUNGUT CUKAI

Kedua tokoh dalam perumpamaan itu diceritakan sama-sama naik menuju ke Bait Allah "untuk berdoa", untuk menghadap Yang Mahakuasa dan membuka diri kepadaNya, bercerita kepadaNya, menyampaikan beban batin kepadaNya. Satu hal sudah dapat kita peroleh dari kisah perumpamaan ini. Dia yang diam di tempat tinggi itu dapat didatangi. Dia ada di sana dan siap mendengarkan. Giliran bagi yang datang: apa yang dibawakan kepadaNya itu sepadan dengan perhatianNya?

Marilah kita amati gerak-gerik orang Farisi itu. Ia memasuki Bait Allah dengan kepercayaan diri yang tebal dan penuh perhitungan. Dikatakan dalam ayat 11, ia "berdiri dan berdoa dalam hatinya". Dalam bahasa aslinya, maksudnya, ia "berhenti" di jalan masuk ke Bait Allah sambil merencanakan apa yang akan dikatakannya dalam doanya nanti. (Dalam teks Yunaninya "proseukheto" adalah imperfekt konatif, yakni bentuk untuk mengatakan perbuatan yang baru dirancang, belum sungguh dilakukan.) Disusunnya pokok-pokok yang nanti didoakannya.

Kata-kata yang disebut dalam ayat 11-12 sebetulnya belum sungguh diucapkannya sebagai doa. Baru "sketsa"-nya dalam pikirannya walau sudah jelas ke mana arahnya. Ia bermaksud mengucap terima kasih kepada Yang Mahakuasa karena ia tidak bernasib sama dengan kaum pendosa. Ia merasa mendapat perlakuan istimewa dariNya sehingga tidak perlu menjadi perampok, penjahat, orang yang tak punya loyalitas, apalagi - boleh jadi sambil mengingat orang yang tadi dilihatnya - tidak seperti pemungut cukai yang mengkhianati bangsa sendiri dengan memeras bagi penguasa asing. Dalam doanya nanti ia juga bermaksud mengingatkan Tuhan bahwa ia berpuasa dua kali seminggu dan mengamalkan bagiNya sepersepuluh dari semua penghasilannya. Ia merasa telah memenuhi semua kewajibannya. Semua beres. Dan doa yang akan disampaikan nanti pasti akan menjadi doa yang meyakinkan Tuhan pula! Begitu pikirnya.

Bagaimana dengan si pemungut cukai? Ia "berdiri jauh-jauh". Ia juga berhenti, tapi berjauhan dari tempat orang Farisi tadi. Ia merasa tak pantas berada dekat dengan orang saleh itu. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri. Apakah ia juga mau merencanakan sebuah doa? Sulit, ia bahkan tidak berani memandang ke atas. Gagasan menghadap Yang Mahakuasa membuatnya gentar. Tidak seperti orang Farisi yang penuh kepercayaan diri itu. Meskipun merasa butuh menghadap ke Bait Allah, pemungut cukai itu tidak menemukan apa yang bisa disampaikannya nanti di sana. Ia tak punya apa-apa kecuali perasaan sebagai pendosa. Ia berulang kali menepuk dada dan minta dikasihani - ia yang pendosa itu.

Menurut sang Guru, pemungut cukai tadi pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Tuhan tetapi orang Farisi itu tidak. Mengapa? Kiranya pemungut cukai tadi telah benar-benar berseru kepada Tuhan dan Ia menjawab. Dalam seruannya ia menyediakan dirinya sebagai penerima belaskasihNya. Tidak demikian dengan orang Farisi tadi. Kemasan doa yang disiapkannya itu sarat dengan "aku..., aku..., aku....". Dirinya sendirilah yang menjadi pokok doanya. Tuhan semakin tidak mendapat tempat. Doanya mandul karena terlalu penuh dengan dirinya sendiri. Doa pemungut cukai itu kabul karena membiarkan diri dipenuhi belaskasih dari atas. Pokok doanya ialah Tuhan sendiri. Pembaca boleh ingat akan doa yang diajarkan Yesus sendiri. Doa Bapa Kami dalam bahasa mana saja berpokok pada Bapa. Orang yang berdoa tidak pernah menjadi pokok kalimat di mana pun dalam doa itu.

CATATAN LUKAS

Lukas memberi catatan ringkas yang besar artinya pada awal petikan ini. Dikatakannya bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan ini "kepada beberapa orang yang menganggap diri benar dan merendahkan semua orang lain". Kiranya di kalangan umat pengarang Injil itu ada sekelompok orang yang yakin bahwa dengan menjalani serangkai tindakan kesalehan, mereka boleh merasa aman dan dekat kepada Tuhan. Tentu saja mereka ini bukan sekadar berpura-pura. Namun lambat laut timbul anggapan di antara mereka bahwa orang-orang lain jauh dari perkenan Tuhan. Orang-orang itu dianggap patut dijauhi. Mereka semakin tidak diterima sebagai sesama. Pendapat ini menjadi cara mengadili orang lain, menjadi cara memojokkan orang yang tidak disukai. Menjadi cara menjatuhkan hukuman sosial.
Sulitnya kerap kali yang dicap demikian juga sudah pasrah menerimanya. Mereka merasa diri patut disingkiri. Syukurlah di dalam umat itu masih ada orang-orang yang mampu dan berani memikirkan apa hal ini boleh dibiarkan terus. Apa kehidupan itu ya harus seperti itu? Apa Yang Mahakuasa juga memperlakukan orang demikian? Mereka mencoba menerapkan bagaimana sikap Yesus Guru mereka dulu dalam menghadapi keadaan ini. Di situ terlihat ingatan akan Yesus dan ajarannya bukan hanya kenangan belaka melainkan Roh yang hidup dan mendewasakan batin. Inilah suara hati yang makin bersatu dengan Roh Kristus yang hidup dalam batin orang, juga pada zaman ini.

Pada akhir perumpamaan itu Lukas juga masih menyertakan perkataan Yesus, "...siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri akan ditinggikan" (ayat 14). Kata-kata ini sudah pernah muncul dalam Luk 14:11. Di sana diterapkan kepada keinginan orang untuk mendapatkan kehormatan di mata orang. Sekarang dalam perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai ini, kata-kata tadi diterapkan kepada orang yang mau meninggikan diri di hadapan Tuhan. Orang yang mencari kebesaran diri di mata orang banyak dan di hadirat Tuhan akan mengalami kekecewaan karena kenyataannya nanti jauh berbeda. Penghargaan yang mereka rasakan itu semu, tak bertahan lama karena mereka akan digeser kalau ada orang lebih penting datang, atau keliru sama sekali karena Tuhan tidak terkesan oleh omongan mengenai persembahan persepuluhan, mengenai puasa dua kali seminggu, apalagi oleh kecongkakan batin yang merendahkan orang lain.

MEMBAWAKAN KABAR GEMBIRA

Disarankan dalam ulasan mengenai orang yang berebut tempat terhormat di mata orang banyak (Luk 14:1.7-14) bahwa para murid diminta ikut mengusahakan tempat terhormat bagi sebanyak mungkin orang sehingga tidak hanya satu orang saja yang bakal mendapatkannya. Perumpamaan itu tidak dimaksud untuk mencela keinginan mendapatkan tempat yang terhormat. Yang mau diajarkan ialah agar para murid tak tinggal diam melihat orang berebut tempat paling terpandang. Semestinyalah mereka mencarikan tempat terhormat bagi tiap orang karena bagi tiap orang ada tempat yang terhormat. Bagaimana dengan perumpamaan orang Farisi yang mau mendapatkan kehormatan di mata Tuhan dengan merendahkan orang lain? Orang Farisi ini hanya melihat satu jalan saja mendapatkan perkenan dari atas.

Ia sebetulnya membatasi kemerdekaan Tuhan. Para murid dan orang banyak sudah tahu sikap itu bukan sikap yang terpuji. Walaupun demikian perumpamaan ini bukanlah perumpamaan untuk mencela belaka, atau perumpamaan untuk mengukur doa mana yang betul doa mana yang kurang baik. Lalu? Yesus hendak mengajak berpikir bagaimana orang dapat sungguh mendapat perkenan Tuhan dan menjadi tinggi di dalam pandanganNya, bukan besar di mata sendiri atau di muka manusia.

Digambarkan dalam perumpamaan ini doa yang kabul dan doa yang mandul, doa yang tidak bisa didoakan dengan sungguh. Apa yang mesti dilakukan murid? Tentunya mereka diharapkan membantu orang-orang agar doa bisa sungguh didoakan. Inventarisasi kebaikan diri sendiri bukan bahan doa yang pantas disampaikan ke hadapan Tuhan. Masakan doa penuh dengan aku begini, aku begitu, aku bersih, tak seperti kaum penjahat itu! Jadi, doa pemungut cukai itu doa yang lebih baik?

Marilah kita cermat membaca dan menafsirkannya. Tidak disebutkan demikian. Yang dikatakan, orang seperti pemungut cukai itu tadi pulang ke rumah dibenarkan. Rasa-rasanya pemungut cukai itu pun masih butuh belajar berdoa. Mengakui diri pendosa satu hal, menjalankan hal yang mengatasi keterbatasan ini masih bisa dikembangkan. Dan para murid diminta juga membantu orang-orang yang seperti itu.

Murid-murid diutus memberi tahu mereka bahwa sikap mereka meminta belaskasih Tuhan itulah yang membuat hidup mereka berharga. Ini Kabar Gembira buat mereka. Bila orang-orang ini dapat mengalami Kabar Gembira lebih jauh, mereka pasti akan lebih berani mendekat kepada Dia yang Maharahim itu. Banyak orang di masa kini dapat merasa apa itu hidup dalam kedosaan, apa itu takut pada Tuhan, tetapi kurang melihat bahwa Ia juga Tuhan yang penuh kerahiman. Dan murid-murid boleh merasa ikut bahagia diajak mengajarkan kerahimanNya seperti Yesus sendiri pernah mengajarkannya kepada orang banyak.

Salam hangat
A. Gianto

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 23 Oktober 2010

Sabtu 23 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 4:7-16;

Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5;
Luk. 13:1-9
Renungan:

Rasul Paulus mengatakan: "Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." Para anggota hierarki diberikan karunia untuk mengajar, memimpin, dan menguduskan umat. Para anggota hidup bakti - biarawan-biarawati-diberikan karunia untuk membantu para imam dalam ketiga tugas tadi, dan para awam diberikan tugas untuk menggarami dunia sesuai dengan situasi dan kondisi mereka.

Dalam konteks yang lebih kecil, dapatlah dikatakan bahwa setiap orang yang dibaptis mendapat satu karunia tertentu untuk berpartisipasi dalam membangun tubuh Kristus, Gereja. Disamping tugas menggarami dunia, banyak para awam yang bekerja dengan setia untuk melayani Gereja dengan menjadi katekis, lektor dan lektris, pelatih koor, pemain organ, perangkai bunga, menjadi sukarelawan dalam karya-karya karitatif Gereja.

Memang tidak semua umat menyadari karunia-karunia yang diberikan Yesus kepada mereka. Agar kesadaran terbentuk dan terjadi, umat memerlukan konsientisasi lewat pengajaran intensif dari para gembala Gereja dan pembelajaran terus-menerus lewat bacaan dan majalah rohani, retret, seminar, dan kegiatan-kegiatan lingkungan dan paroki.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 22 Oktober 2010

Jumat 22 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 4:1-6;
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6;
Luk. 12:54-59
Renungan:

Kepekaan melihat kehadiran Tuhan dalam hidup melalui tanda-tanda alam dan peristiwa hidup itulah cara kita menilai zaman. Sabda Yesus pada hari ini sangat keras. Karena orang-orang di sekelilingNya tidak juga memahami tanda-tanda zaman. Mereka pandai menilai dan menangkap arti dari tanda-tanda alam tetapi kehadiran Tuhan Yesus mereka tidak lihat.

Pantas mereka dikritik oleh Yesus dengan kalimat: rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kami tidak dapat menilai zaman ini? Kehidupan kita dihiasi dengan banyak tanda-tanda alam dan Tuhan hadir didalam tanda itu.

Namun kita kadang-kadang tidak melihatNya. Oleh karena itu kita harus memiliki kepekaan untuk melihat kehadiranNya. Kita membutuhkan doa dan meditasi secara personal dan mendalam agar mampu melihat Tuhan dalam peristiwa hidup. Kepekaan adalah persoalan latihan rohani untuk dapat peka melihat kehadiran Tuhan.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 21 Oktober 2010

Kamis 21 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 3:14-21;
Mzm. 33:1-2,4-5,11-12, 18-19;
Luk. 12:49-53
Renungan:

Kedatangan Yesus ke dunia membawa banyak pertentangan. Demikian yang kita baca dalam Injil hari ini. Mengapa demikian? Memang benar sabda Tuhan: Aku datang membawa api dan Kuharap api itu menyala dalam diri manusia. Apa yang dimaksudkan dengan kata-kata Yesus itu? Api yang dibawa Yesus berarti semangat hidup yang menyala. Namun sebelum memberikan nyala dan membakar semangat hidup manusia, manusia mengalami pertentangan batin. Dalam diri manusia yang rapuh ini terjadi diskusi dan debat yang seru antara keinginan mau mengikuti kehendak Tuhan atau kehendak manusia yang menginginkan kompromi untuk tidak melakukan apa-apa.

Sering kali kita sangat permisif dan kompromi terhadap keinginan daging manusia sehingga tidak mampu menjalankan kehendak Tuhan. Akibatnya kita lesu, cepat frustrasi dan putus asa. Api yang dibawa Yesus tidak menghasilkan hidup baru dalam diri manusia.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Selasa, 19 Oktober 2010

Renungan Harian 20 Oktober 2010

Rabu 20 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 3:2-12;
MT Yes. 12:2-3,4bcd,5-6;
Luk. 12:39-48
Renungan:

Siapa yang mempunyai sumur keselamatan yang tak pernah kering? Dan bila orang meminumnya dia tidak akan pernah kehausan, karena air itu air kehidupan. Barangsiapa meminta pada Sang Empunya air itu, maka air itu akan memancar terus dalam hatinya.

Sang pemilik, Sumber Telaga Ilahi yang tak pernah kering adalah Tuhan sendiri. Itulah percakapan yang terjadi antara Yesus dan wanita Samaria di sumur Yakob. Dalam rasa hausnya, Yesus merasa lebih haus untuk menyelamatkan jiwa umat-Nya agar kembali kepada Sumber telaga keselamatan. Oleh karena itu Dia berkenan menjelma dan hidup diantara umatNya agar kita dapat mengangsu air itu setiap saat. Dia menawarkan air keselamatan itu kepada wanita Samaria.

Wanita itu menanggapinya bahkan setelah dirinya bertemu Sang Sumber rahmat yang tahu segala yang diperbuatnya, ia menjadi rasul memberitahukan banyak orang dan membawa mereka kepada Yesus. Kegembiraan seorang rasul senantiasa tersembul, memancar keluar mengaliri sesamanya untuk sama-sama menikmati sumber air keselamatan. Dia girang dan bahagia dalam Tuhan dan kebahagiaan itu tidak dinikmatinya sendiri melainkan disebarkan agar orang lain menikmati kesegaran rahmat Tuhan, yang membuat keindahan jiwa makin jernih dalam tatapan mata Tuhan.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 19 Oktober 2010

Selasa, 19 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 2:12-22;
Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14;
Luk. 12:35-38
Renungan:

Pinggang yang selalu berikat dan pelita tetap menyala adalah sikap yang selalu berjaga, siap menanti dan siap melayani. Orang yang rendah hati, tekun akan selalu siap menyenangkan hati tuannya.

Dia tahu persis apa yang menjadi kesenangan tuannya, dan apa yang tidak disukai oleh tuannya. Dia akan melakukan pekerjaannya dengan setia dan penuh kegembiraan hati. Saya teringat sewaktu liburan, di rumah adik saya, dia punya pembantu yang dicarikan oleh ibu, dari tetangga desa. Si Sri masih muda umur 15 tahun sewaktu ikut adik saya, sampai kini adik saya punya anak 2, dia yang mengasuh dan mengurus rumah. Sikapnya yang siap sedia dan memahami kesukaan tuannya ini yang menarik saya, dia selalu "Tanggap ing Sasmito" tanggap untuk melakukan sesuatu meskipun tidak dikatakan atau diminta.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita mesti tanggap akan kehendak Tuhan. Dia memanggil kita untuk selalu siap sedia dan berani hidup seperti teladan para martir hari ini. Sebagai warga gereja kita perlu tanggap bahwa tugas mewartakan Kristus adalah pelayanan kita bersama.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Minggu, 17 Oktober 2010

Renungan Harian 18 Oktober 2010

Senin, 18 Oktober 2010

Bacaan:

2Tim. 4:10-17b;
Mzm. 145:10-11, 12-13ab, 17-18;
Luk. 10:1-9
Renungan:

Bulan Juni 2009-Juni 2010 ditetapkan oleh Paus Benedictus XVI sebagai Tahun Imam dalam rangka memperingati 150 tahun wafatnya Santo Yohanes Maria Vianney. Sepanjang tahun itu ditekankan dua hal, yaitu pertumbuhan panggilan dan pengolahan panggilan.

Panggilan menjadi imam semakin lama semakin menurun, tidak sebanding dengan panggilan menjadi katolik. Umat terus bertambah dari tahun ke tahun, sementara perkembangan imam sangat lambat. Tentu perkembangan yang tidak sejalan itu akan mengakibatkan pelayanan kepada umat tidak maksimal. Oleh karena itu diharapkan keluarga-keluarga turut memikirkan penting dan perlunya panggilan imam dari anak-anak mereka. Dukungan dan doa-doa dari keluarga agar anak-anak menanggapi panggilan menjadi imam, sangat dibutuhkan Gereja.

Setelah menjadi imam, pengolahan panggilan sangatlah perlu. Banyak kasus yang terjadi di kalangan kaum imam, yang menjadi batu sandungan bagi umat dan menjadi noda bagi kesucian imam.

Semua itu terjadi karena lemahnya pengolahan hidup imamat. Oleh karena itu Paus mengganggap penting adanya perhatian terhadap pertumbuhan maupun pengolahan panggilan imam bagi perkembangan dan kemajuan Gereja secara menyeluruh.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Sabtu, 16 Oktober 2010

Renungan Harian 17 Oktober 2010

Minggu 17 Oktober 2010

Bacaan:

Kel. 17:8-13;
Mzm. 121:1-2,3-4,5-6,7-8;
2Tim. 3:14 - 4:2;
Luk. 18:1-8.
Renungan

Sekarang ini setiap pemberhentian traffic light, pasti ada pengamen yang meminta-minta. Ada yang sekedar menyodorkan kaleng, ada yang sambil membunyikan alat musik seadanya, ada pula yang dengan alat musik gitar untuk mengiringi lagu yang dinyanyikannya.

Pada intinya mereka meminta-minta belas kasihan pada para pengguna jalan. Para pengguna jalan, ada yang memberi, tetapi banyak yang mendiamkan saja. Namun demikian, mereka walaupun banyak yang tidak memberi tetap saja meminta-minta. Sedikit demi sedikit, akhirnya bisa jadi bukit. Mungkin itulah semboyan mereka.

Semangat para pengamen itu kiranya bisa menjadi inspirasi kita. Mereka tidak menyerah, mereka tetap tekun dalam usaha meminta-minta. Dan ketekunannya itu memang membuahkan hasil. Kita mungkin juga mempunyai harapan, cita-cita dan usaha untuk kita capai. Semangat pantang menyerah, tekun dan terus maju kiranya perlu kita miliki sambil kita tetap percaya bahwa Tuhan akan memberi siapapun yang dengan tekun berusaha.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 16 Oktober 2010

Sabtu 16 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 1:15-23;
Mzm. 8:2-3a,4-5,6-7;
Luk. 12:8-12.


Renungan:

Dalam perikop ini, Yesus masih memberikan pengajaran kepada murid-murid-Nya. Ia ingin agar para murid berani bersaksi dan mengakui Yesus di hadapan banyak orang.

Memberikan kesaksian tentang Yesus kepada orang banyak dibutuhkan keberanian. Apalagi bila kita tinggal di tengah lingkungan yang tidak mengenal Yesus, maka dibutuhkan matiraga dalam mewartakan kabar keselamatan yang datang dariNya. Keselamatan tidak datang dengan sendirinya, melainkan setiap pribadi mengusahakan hidup baik dalam kesehariannya. Tentunya, hal ini tidak bisa lepas dari relasi kita dengan Allah. Bila relasi kita dengan Allah kuat, maka kita pun akan mendapat keberanian dan dimampukan untuk mewartakan kasih Tuhan pada setiap orang.

Relasi dengan Allah merupakan dasar bagi setiap orang untuk melangkah. Bila relasi kita dengan Allah semakin ada jarak, bisa dilihat bagaimana keputusan-keputusan yang diambilnya. Sikap dan perilaku kita mencerminkan hubungan kita dengan Allah. Seperti apa yang dikatakan Yesus bahwa bila kita mengakuiNya maka kita pun akan mendapatkan pengakuan dariNya, sedangkan bila kita menyangkal maka Ia pun akan menyangkal kita. Belajarlah untuk bersikap bijaksana dalam hidup harian kita.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Kamis, 14 Oktober 2010

Renungan Harian 15 Oktober 2010

Jumat 15 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 1:11-14;
Mzm. 33:1-2,4-5,12-13;
Luk. 12:1-7

Renungan:

Yesus memberi pengajaran khusus kepada para muridNya agar waspada terhadap kemunafikan orang-orang Farisi. Kemunafikan merupakan perbuatan yang tidak dilandasi oleh iman akan Allah. Apa untungnya bila berbuat kemunafikkan dalam hidup sehari-hari?

Dalam hidup harian, banyak dari antara kita yang mengabaikan masalah kejujuran. Apalagi dalam situasi masyarakat kita saat ini. Kejujuran adalah perbuatan yang mahal. Kita lihat bagaimana maraknya tindak korupsi di negara kita. Seakan-akan bila tidak melakukannya dianggap kuno. Korupsi bukan hanya pada masalah penggelapan uang, salah satunya adalah korupsi waktu. Jarang sekali dijumpai masyarakat kita menciptakan kedisplinan dalam hal pengelolaan waktu. Tidak tepat waktu adalah hal biasa. Jadi bila mengikuti suatu pertemuan sesuai dengan waktu yang telah disepakati merupakan hal yang luar biasa.

Kita bisa belajar dari Santa Teresia untuk bersikap tegas dan disiplin terhadap dirinya sendiri. Setelah ia yakin dan merasa telah siap untuk mewartakan kasih Tuhan maka tanpa pikir panjang ia melakukan apa yang harus dilakukannya. Kedekatannya dengan Allah sejak kecil sangat membantunya dalam mengambil setiap keputusan dan konsekuensi hidupnya.



(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Semarak HUT ke-12: Kerinduan yang Baru Terwujud


HIDUP dalam kebersamaan sesama umat stasi St.Fransiskus Asisi BTN Kolhua secara perlahan tetapi pasti akan melahirkan satu karya dalam segala hal.

Ungkapan ini disampaikan Ketua
Dewan Stasi Gereja St. Fransiskus Asisi Kolhua-Kupan
g, Sentis Medi Sera pada puncak perayaan HUT ke-12 Gereja

St. Fransiskus Asisi Kolhua, Minggu (10/10/2010). Perayaan HUT gereja merupakan yang pertama selama 12 tahun kehadiran Stasi FA Kolhua-Kupang.

Sentis menambahkan, pembangunan gereja y
ang hampir rampung merupakan salah satu bukti kebersamaan umat stasi. Tanpa kebersamaan, ujar Sentis, pembangunan gereja tidak akan mengalami kemajuan seperti saat ini.

Ungkapan pentingnya kebersamaan umat, lanjut Sentis, dibuktikan dengan kehadiran Organisasi Muda Katolik (OMK) yang dipercayakan stasi untuk menyelenggarakan kegiatan menyambut perayaan HUT ke-12 Gereja.

OMK, kata Sentis, merupakan barisan pemuda yang memiliki kekuatan dasyat bagi gereja. Kemeriahan penyelenggaraan HUT ke-12 tidak terlepas dari kerja keras OMK yang didukung semua umat stasi Fransiskus Asisi Kolhua.

Hampir sebulan penuh, kata Sentis, umat disuguhkan dengan berbagai pertandingan antar-Kelompok Umat Basis (KUB) seperti pertandingan bolavoli putra dan putri, catur dan lomba tarian ja'i.

Puncak acara diawali perayaan dengan misa kudus yang dipimpin Pastor Paroki St. Familia Sikumana-Kupang, Rm.
Agus Parera, Pr.

Gembala umat ini mengajkan kepada umat untuk selalu kembali kepada kebenaran Ilahi. Manusia yang sering jatuh dalam dosa harus memiliki keberanian untuk bertobat dan kembali ke jalan Tuhan.

Perayaan misa berlangsung meriah dengan nyayian merdu paduan suara dari Pasifika Sonora. Umat terkesima dengan Hyme St. Fransiskus Asisi yang baru dinyanyikan Pasifika Sonora.

Kemeriahan HUT Stasi terus berlanjut dengan aksi panggung para anggota OKM Stasi. Dipadukan dengan tarian Ja'i dari KUB St. Yosep Wilayah II disusul dengan Dance dari anak- anak sekami KUB St. Benediktus.

Kebersamaan umat kian nyata saat santap siang bersama. Umat yang bergabung dalam setiap KUB secara sukarela menyumbangkan makanan lokal kepada. Pangan lokal seperti jagung bose, ubi goreng, sayur rumpu rampe, sambal goreng ubi, jagung rebus tanpak lezat dinikmati dengan sambal tomat dan kemangi.

Panggung kemeriahan belum juga usai, meskipun matahari sudah tepat di atas kepala. Kehadiran umat belum berkurang bahkan kian bertambah saat lagu Ja'i berkemundang di halaman Gereja St.Fransiskus Asisi Kolhua.

Luapan kegembiaraan kian mengental di setiap wajah umat yang selama sebulan penuh terlibat dalam kegiatan perlombaan. Semuanya berakhir di atas pelataran yang dibangun OMK sebagai panitia tunggal penyelenggaraan HUT ke-12. (ros woso)

Juara Pertandingan dan Lomba

Voli Putra
Juara I: KUB St.Andreas
Juara II: KUB Antonius Padua
Juara III: St.Rafael

Voli Putri
Juara I: KUB Gregorius Agung
Juara II: KUB St.Yosep
Juara III: KUB St.Rafael

Catur
Juara I: Marianus Dasilva
Juara II: Chris Lewar (KUB Arnoldus Yansen)
Juara III: Petrus Nahak (KUB Bintang Timur)

Tarian Ja'i
Juara I: KUB St.Yosep
Juara II: KUB Renya Rosari
Juara III: KUB Arnoldus Yansen
Lanjut...

Jadwal Misa Minggu 17 Oktober 2010

Waktu: Pukul 07.00 Wita
Tempat: Gereja St Fransiskus Asisi Kolhua
Pastor: Rm. Kanis Pen, Pr


Injil : Minggu Biasa XXVIX C (Luk 18:1-8)


Di dalam Luk 18:1-8 disampaikan sebuah perumpamaan sebagai bahan pemikiran bagi para murid mengapa dan dalam arti apa perlu "selalu" dan "tanpa jemu-jemu"-nya berdoa. Perumpamaan ini berbicara mengenai seorang hakim yang "tak takut akan Allah dan tak menghormati siapapun" tetapi yang akhirnya bersedia memenuhi permohonan seorang janda agar perkara janda itu dibela olehnya. Hal itu dilakukannya agar tidak lagi terganggu oleh permintaan yang terus-menerus dari pihak janda tadi (ayat 1-5). Murid-murid diminta memikirkan yang dikatakan hakim yang tak adil itu (ayat 6 "Perhatikanlah...!" merujuk ke ayat 5). Kemudian ditegaskan, bila hakim seperti itu saja akhirnya mau mendengarkan permohonan yang terus-menerus disampaikan, apalagi Allah. Dia yang Mahamurah itu tentunya akan membela orang-orang yang mendekat kepadaNya - dalam bahasa Kitab Suci, orang-orang pilihanNya. Lagipula Ia tidak akan seperti membiarkan orang menunggu-nunggu, melainkan akan segera bertindak (ayat 7-8a). Jelas kiranya perumpamaan itu juga dimaksud menggambarkan kemurahan ilahi.

PERMINTAAN DALAM IMAN

Pada akhir petikan ini (ayat 8b) Yesus menambahkan, "Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, apakah ia akan mendapati iman di bumi?" Apakah maksud perkataan ini sehubungan dengan perumpamaan di atas?

Pertanyaan Yesus itu juga erat kaitannya dengan peristiwa kedatangan Kerajaan Allah yang dibicarakan dalam Luk 17:20-37 yang mendahului petikan ini. Ditandaskan di situ bahwa Kerajaan Allah datang "tanpa tanda-tanda lahiriah", maksudnya tanpa tanda-tanda yang menggetarkan. Kerajaan Allah sudah ada di tengah-tengah manusia (Luk 17:21) dan terjadi dalam kehadiran Yesus yang membawakan warta datangnya Kerajaan Allah di tengah-tengah umat manusia. Menerima warta ini berarti percaya, mengimani bahwa Kerajaan Allah menjadi ruang hidup yang baru. Ruang hidup inilah yang membuat orang-orang yang berlindung kepada Allah boleh merasa aman. Mereka itu menjadi orang-orang pilihanNya. Allah tidak mengulur-ulur waktu bila mereka berseru minta pertolongan. Mustahil Ia mendiamkan mereka yang siang-malam berseru kepadaNya. Sikap memohon dengan tak kenal putus asa itu ditampilkan sebagai sikap yang tumbuh dalam diri orang yang beriman. Bila dipadukan dengan keinginan untuk ikut serta dalam warta dibawakan Yesus sang Anak Manusia yang diutus Allah itu, maka doa ini amat besar kekuatannya. Seperti dalam Perjanjian Lama, Allah melihat penderitaan umatNya yang berseru kepadaNya dan Ia turun untuk memimpin mereka keluar dari penderitaan mereka (bdk. Kel 3:7-10; 6:5-7).

AJARAN AGAR TETAP MEMOHON?

Mengapa Yesus menegaskan perlunya berdoa tanpa jemu-jemu? Bukankah para murid sudah tahu? Bukankah mereka juga sudah cukup yakin bahwa Allah tidak akan melalaikan orang yang berseru kepadaNya? Perumpamaan ini sebaiknya juga didalami dengan cara yang mirip dengan yang dipakai dalam memahami kata-kata Yesus dalam Luk 17:6 yang menanggapi permintaan para murid agar iman mereka ditambah. Para murid sudah tahu bahwa iman itu memiliki kekuatan, justru karena itulah mereka minta tambahan iman. Dalam ulasan mengenai petikan itu dijelaskan bahwa Yesus sebenarnya bermaksud mengajak para murid menyadari bahwa iman bukan semata-mata kekuatan batin yang menakjubkan melainkan kesediaan menjalankan kehendak Bapa dengan penuh pengabdian seperti dilakukannya sendiri. Gagasan ini jelas dari pengajaran mengenai sikap seorang hamba dalam Luk 17:7-10. Begitu pula perumpamaan dalam Luk 18:1-8 sebaiknya dilihat bukan sebagai ajaran mengenai perlunya berdoa tanpa jemu-jemunya melainkan sebagai ajakan bagi para murid agar melandaskan doa mereka pada iman yang sesungguhnya, yakni kesiagaan serta pengabdian kepada kehendak Bapa.

Kisah kesembuhan sepuluh orang kusta Luk 17:11-19 juga dapat membantu. Dari sepuluh orang yang sembuh itu hanya orang Samaria sajalah yang kembali kepada Yesus sambil meluhurkan Allah. Ia mengenali Yesus yang sedang berjalan memenuhi kehendak Bapanya menjadikan Kerajaan Allah sebuah kenyataan di bumi ini. Orang Samaria tadi sebenarnya berbagi iman dengan Yesus sendiri. Baginya Anak Manusia yang disebut dalam Luk 18:8b telah datang dan mendapatinya penuh iman.

Bagaimana dengan kata-kata Yesus setelah mengajarkan doa Bapa Kami mengenai orang yang malam hari datang membangunkan sahabatnya dan tanpa malu-malu minta dipinjami tiga potong roti bagi tamunya (Luk 11:5-8, bdk. Mat 7:7-11)? Orang itu akhirnya dibukai pintu juga. Di situ diajarkan agar orang tanpa sungkan-sungkan memohon kepada Bapa yang ada di surga. Sikap demikian itu juga menjadi ungkapan iman.

MENARIK HIKMAT DARI KEHIDUPAN

Perumpamaan mengenai hakim yang tak adil ini mengingatkan pada perumpamaan mengenai bendahara yang tak jujur dalam Luk 16:1-9. Kedua tokoh itu ditampilkan sebagai orang yang wataknya tak lurus tapi dalam keadaan tertentu dapat menjalankan hal yang pada dirinya sendiri patut dipuji. Bendahara yang tak jujur itu dapat berlaku cerdik dan dengan demikian dapat menyelamatkan diri. Begitulah bendahara itu berhasil mengatasi keadaannya yang gawat. Anak-anak terang dapat belajar dari kesigapannya. Hakim yang akhirnya mau membela si janda dapat menjadi batu loncatan untuk mengerti kemurahan Allah. Demikianlah Yesus sang Guru itu berani memakai bahan dari kehidupan yang penuh liku-liku dan yang sering kelabu itu untuk menarik garis yang lurus dan terang. Tokoh-tokoh kompleks itu ada dalam kehidupan nyata. Kebijaksanaan seorang Guru seperti Yesus itu terletak dalam kemampuannya melihat sisi yang membawa orang dapat maju ke depan, bukan yang membuat orang menyerah dan putus harapan. Tersirat di dalam perumpamaan-perumpamaan itu ajakan untuk belajar menarik hikmat dari kenyataan hidup sehari-hari. Sekaligus diajarkan agar murid-murid tidak membiasakan diri berpikir dalam arah-arah yang sudah mapan belaka. Kebiasaan seperti itu sebenarnya hanya memberi rasa aman yang semu, bukan iman yang hidup.


MENUJU KE MASA DEPAN - DENGAN IMAN

MAR: Iman yang diharapkan ada di muka bumi bila Anak Manusia datang (Luk 18:8b) ialah iman yang dalam cara bicara orang zaman ini proaktif sifatnya, bukan reaktif atau bahkan pasif melulu.

WID: Benar. Iman bukan semata-mata keteguhan yang muncul untuk membenarkan atau menyalahkannya keadaan?

MAR: Warta Injil dapat juga diperdengarkan bagi keadaan sekarang. Bagaimana sikap orang yang mengimani hadirnya Kerajaan Allah yang diumumkan oleh Yesus?

WID: Tentunya ia akan berusaha melihat arah-arah yang membawa ke perkembangan.

MAR: Saya rasa, ini dapat terjadi dengan secara proaktif berbuat menurut arah-arah tadi tanpa membiarkan diri dikeruhkan kecemasan atau impian ini atau itu belaka.

WID: Nah begitu kan! Usaha ini bisa membuahkan perbaikan, lagipula tak bergantung pada keadaan sesaat-sesaat. Ini namanya mengaktualkan warta Injil.

MAR: Jadi apa benar bila dikatakan keberanian iman itu perlu dibarengi perhitungan.

WID: Itu justru yang mematangkan iman.

MAR: Dan nanti pihak-pihak yang tadinya tidak banyak memikirkan pun akan ikut memperhitungkan?

WID: Itu baru terjadi bila appealnya ke penalaran!

MAR: ???

WID: Ingat apa yang dikatakan "dalam hati" oleh hakim tak adil tadi (Luk 18:4) - dan juga oleh bendahara yang tak jujur (Luk 16:3-4)? Bila memakai perhitungan nalar - "dalam hati" - mereka yang tidak termasuk kaum lurus itu pun dapat mengatasi keterbatasan mereka sendiri.

MAR: Kok tafsirnya sedemikian realistik.

WID: Tafsir kan tak usah mengawang-awang. Masa depan juga tidak terbangun di awang-awang sana. Perlu dititi dengan yang nyata-nyata dijalani.

Salam hangat,

A. Gianto

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 14 Oktober 2010

Kamis, 14 Oktober 2010

Bacaan:

Ef. 1:1-10;
Mzm. 98:1.2-3ab,3cd-4,5-6;
Luk. 11:47-54


Renungan:

Kebenaran kadangkala menyakitkan. Yesus mengecam perbuatan bangsa Yahudi di masa lalu, sebab para nenek moyang bangsa ini telah membunuh para nabi dan rasul utusan Allah. Bahkan darah Habel dan Zakharia mengalir karena tangan bangsa ini. Angkatan ini bukannya menyesali perbuatan nenek moyang mereka tetapi malah membangun makam baginya. Berarti mereka membenarkan pembunuhan tersebut.

Kita tahu, bangsa Yahudi adalah bangsa yang istimewa. Bangsa pilihan Allah sendiri. Hal ini membuat bangsa ini mempunyai arogansi tertentu. Dengan bangganya mereka sering menonjolkan diri sebagai umat pilihan Allah. Dengan demikian jaminan keselamatan ada di tangan mereka. Masa Allah yang sudah memilih akan mencelakakan mereka dan mengingkari janjiNya? Mereka lupa bahwa yang lebih dilihat oleh Allah adalah perbuatan bukan status sebagai bangsa terpilih. Tidak ada jaminan bahwa mereka akan selamat selama tingkah laku mereka tidak lebih dari pada nenek moyang mereka yang telah membunuh para nabi dan rasul utusan Allah.

Kita sebagai umat Allahpun tidak ada gunanya mengaku-ngaku sebagai jemaat Gereja apabila kita tidak dapat menjalankan seluruh perintahNya, hukum kasihNya dalam kehidupan ini.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 13 Oktober 2010

Rabu 13 Oktober 2010

Bacaan:

Gal 5:18-25;
Mzm 1:1-2,3,4,6;
Luk 11:42-46
Renungan:

Berkata-kata selalu lebih mudah daripada melaksanakannya. Itulah yang terjadi dalam diri orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Ada banyak aturan/hukum dan larangan pada zaman itu. Mereka mengecam apabila ada yang tidak mematuhi aturan itu sehingga orang hanya mengikuti aturan tanpa penghayatan, tanpa pemaknaan. Bahkan tanpa disadari rakyat hanya menjadi budak dari segala aturan/hukum yang berlaku. Ironisnya para ahli ini justru suka duduk di tempat terdepan dalam rumah ibadat atau senang bila mendapat penghormatan di muka umum.

Para ahli ini lupa akan hukum Allah sendiri yaitu kasih. Tidak heran orang-orang Farisi ini mengabaikan hal yang lebih utama daripada membayar persepuluhan yaitu keadilan dan kasih. Yesus mencoba mengingatkan dengan kata-kataNya yang tajam. Seorang ahli Taurat yang mendengar perkataan Yesus mencoba membela diri. Alih-alih mendapat pujian, Yesus justru mengecam ahli Taurat tersebut karena perbuatan mereka yang suka menaruh beban yang tidak terpikulkan kepada orang lain tetapi mereka sendiri tidak menyentuh beban itu. Kita diajak oleh Yesus untuk lebih mengutamakan hukum Kasih dibandingkan segala aturan yang dibuat oleh manusia.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 12 Oktober 2010

Selasa 12 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 4:31b-5:6;
Mzm. 119:41, 43, 44,45, 47,48;
Luk. 11:37-41
Renungan:

Bagi orang Yahudi, membasuh tangan sebelum makan, bukan hanya untuk kesehatan, tetapi untuk membersihkan diri karena bersentuhan dengan hal-hal najis waktu ada di luar rumah. Tetapi yang ditegur oleh Yesus, bukan pada tradisi tersebut, tetapi perhatian orang Farisi pada tradisi ini melebihi sikap sopan santunnya kepada Yesus yang diundang makan di rumahnya.

Pada zaman sekarang orang jauh lebih memperhatikan penampilan luar daripada kemampuan untuk mengasah sikap hati.Karena memang mengamati tradisi lahir jauh lebih mudah daripada mengamati praktek kemurnian hati. Padahal sikap murah hati, sedia berderma dan berbagi dengan sesama, jauh lebih dekat pada sikap hati Tuhan, dibandingkan sikap yang mementingkan penampilan pada tata lahir yang manusiawi. Apalagi bila kepentingan itu disertai dengan penghakiman dan penilaian menurut ukuran yang dibuat oleh manusia. Dan hari ini, kita diajak untuk semakin menyerupai Tuhan, bersehati dengan Dia; bukan sekedar menjadi pelaksana hukum-hukum lahiriah yang diciptakan manusia, (yang katanya) untuk menghormati Dia.

Sangat baik kita selalu membenahi dan mengkoreksi tata cara ibadat kita dalam hidup menggereja, tapi jauh lebih baik bila kita selalu membenahi sikap hati kita, menuju pemurnian dan ketulusan untuk selalu berbuah dan berbuat.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Minggu, 10 Oktober 2010

Renungan Harian 11 Oktober 2010

Senin 11 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 4:22-24,26-27,31 - 5:1;
Mzm. 113:1-2,3-4,5a,6-7;
Luk. 11:29-32
Renungan:

Ada seekor ikan kecil yang berenang tanpa lelah menyusuri luasnya samudera. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seekor ikan besar "Hi teman, kamu terlihat sangat letih, kamu hendak pergi ke mana?" "Saya hendak mencari sebuah samudera, karena aku dengar kata banyak teman bahwa samudera itu indah."

Mungkin kita tersenyum membaca cuplikan cerita itu. Tapi itulah yang terjadi pada sebagian besar orang. Mereka sibuk mencari tanda penyertaan Allah, mereka sibuk mencari berkat, mukjizat dan rahmat Allah dalam setiap perjalanan hidup mereka. Padahal tanpa disadari sebenarnya saat itu mereka hidup dalam rahmat, mukjizat dan penyertaan Allah.

Apakah kita termasuk golongan orang yang beruntung yang selalu dapat melihat kehadiran Allah dalam setiap tahap hidup kita, ataukah kita termasuk pada golongan orang yang merasa kosong dan mencari tanda-tanda penyertaan Allah dalam hidup kita?

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Jumat, 08 Oktober 2010

Renungan Harian 9 Oktober 2010

Sabtu, 9 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 3:22-29;
Mzm. 105:2-3,4-5,6-7;
Luk. 11:27-28
Meditatio:

Yesus menyampaikan sebuah kriteria tentang orang yang ‘berbahagia'. Kriterianya sangat jelas, mendengarkan dan memelihara Sabda Allah. Dengan kata lain yang menjadi pusat adalah Allah sendiri yang hadir dalam SabdaNya. Ketika seseorang menjadikan Sabda Allah makanan dan terus memeliharanya, maka ia akan sungguh berbahagia. Ia disebut berbahagia karena hidupnya sudah mengikuti gerak Sabda itu. Bahagia menjadi buah persatuan dengan Sabda itu. Untuk bisa mencapai persatuan itu, kita perlu membangun kebiasaan mendengar dan mencerna Sabda itu setiap hari.

Kita diundang untuk ikut serta dalam rombongan orang-orang yang layak disebut bahagia. Bahagia karena mengalami dan menghidupi kesatuan kita dengan SabdaNya. Ada banyak pengalaman yang membuat kita bahagia di tengah kesulitan ketika kita bersatu dengan Yesus. Marilah kita pertahankan persatuan yang membahagiakan itu.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 8 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 3:7-14;
Mzm. 111:1-2,3-4,5-6;
Luk. 11:15-26
Renungan:

Seorang bapak dalam setiap pertemuan doa lingkungan atau pendalaman iman selalu bilang, "Pokoknya... seharusnya..." Dengan kata-kata tersebut ia ingin perkataannya tak terbantahkan. Ia seolah yakin bahwa imannya telah kokoh jika sudah bilang seperti itu. Begitulah jika seseorang menanam iman seperti memancang tiang listrik dalam-dalam. Namun ia tidak bisa tumbuh.

Beda dibanding jika iman itu kita tanam seperti menanam biji. Begitu tumbuh, ia akan kita rawat baik-baik. Sebab kelak kita yakin bahwa pohon itu akan besar, rindang dan berbuah. Dia bisa menjadi peneduh. Buahnya bisa dinikmati oleh yang membutuhkan. Santo Paulus pun mengingatkan kita semua akan hidup di dalam iman. Hidup bukan berdasar apa yang kita lakukan, melainkan karena iman kepada Tuhan Yesus.

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA)
Lanjut...

Marilah Berubah Menjadi Lebih Baik

Oleh Louis Fernandez

MASA lalu, masa sekarang, dan masa akan datang. Itulah pembagian waktu yang terjadi dalam lingkaran kehidupan manusia (bdk. Why 1:7-8). Setiap manusia pasti merasakan pembagian waktu tersebut. Secara mendasar bahwa manusia ada serta hidup dalam waktu dan ruang. Itu tidak dapat dipungkiri lagi. Itu suatu realitas yang ada dalam kehidupan setiap manusia. Setiap manusia akan merasakan sesuatu yang berbeda.

Masa lalu akan berbeda dengan masa sekarang dan masa akan datang. Setiap waktu akan selalu bebeda, karena kehidupan ini selalu mengalir. Bumi selalu berputar, yang menyebabkan bahwa dunia ini tidak ada yang tetap. Waktu akan mengalir dari masa lalu menjadi masa sekarang, dan kemudian menjadi masa akan datang. Jelas bahwa manusia akan berubah karena manusa berada dalam ruang waktu itu.

Masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang merupakan unsur pembentuk waktu. Ketiga unsur pembentuk ini tidak dapat dipisahkan, ketiganya selalu terkait erat. Keterkaitannya nampak jelas bahwa masa lalu adalah sejarah, masa sekarang adalah anugerah, dan masa akan datang adalah misteri.


Masa lalu adalah sejarah yang mau tidak mau tidak dapat ditolak keberadaannya. Baik dan buruknya tidak dapat ditolak. Setiap manusia pasti pernah merasakannya baik-buruknya masa lalu. Masa kini adalah masa dimana semua yang terjadi di masa lalu dirubah menjadi lebih baik. Masa ini adalah masa transisi. Jadi apa yang dirasakan sekarang janganlah dianggap itu sudah cukup. Tapi masa sekarang adalah masa transisi menuju masa akan datang, yang penuh dengan misteri. Masa akan datang selalu dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan dan harapan. Dalam menghadapi masa akan datang ini, sering terjadi bahwa perasaan takut yang muncul. Begitu terkaitnya masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang, sehingga ketiganya tidak harus dipisahkan dalam sudut pandang atau pemikiran manusia.

Saat ini menunjukkan banyak perubahan yang terjadi pada manusia. Segala sesuatu yang dibicarakan itu bertujuan pada suatu titik yang levelnya sangat tinggi. Segala perencanaan masa depan sering ada pada level tinggi. Ini menyebabkan banyak orang cuma mau menikmati masa sekarang saja. Mereka tidak mampu merencanakan tujuan yang level tinggi, karena berbagai macam alasan. Dengan begitu juga bahwa kita tidak dapat mempersalahkan bahwa orang tidak mau merencanakan tujuan hidup pada level tinggi. Satu hal yang harus dilakukan adalah refleksi atau introspeksi.

Tidak terasa bahwa Gereja Santo Fransiskus Asisi ini telah berusia 12 tahun. Usia ini tidak boleh dianggap usia masih dini. Semua anggota Gereja Santo Fransiskus patut berbangga dengan usia ini. Tapi umat Gereja Santo Fransiskus Asisi tidak hanya patut berbangga. Umat sebaiknya refleksi dan memaknai arti ulang tahun ini. Gema ultahnya seharusnya menantang, menggugah dan menuntut umatnya untuk berubah, yang dalam arti bertumbuh ke arah kesempurnaan (Ef 4;13-16).
Dalam pengamatan saya, sesuatu yang belum nampak kokoh dalam perjalanan 12 tahun adalah kebersamaan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bapak Remus Fernandez. Menurut beliau kebersamaan inilah yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan. Beliau menilai bahwa selama ini kebersamaan hanya pada saat hari minggu (setelah keluar dari gereja), itupun hanya terjadi pada umat-umat tertentu saja. Oleh karena itu, menurut beliau harus sering diadakan kegiatan-kegiatan yang dapat semakin mempererat kebersamaan sebagai komunitas Gereja (Yunani: koinonia).

Selain pengurus dewan yang harus mewujudkan kebersamaan itu, Orang Muda
Katolik (OMK) Gereja Santo Fransiskus Asisi juga harus bisa membantu mewujudkannya. Saya berpendapat bahwa Orang Muda Katolik adalah suatu organisasi kepemudaan yang ada di dalam gereja. Tentu saja bahwa anggotanya adalah pemuda-pemudi dalam lingkungan gereja. Semangat kaum muda yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan kebersamaan itu.

Sejalan dengan pendapat Bapak Remus Fernandez ini, kemudian OMK diarahkan untuk mewujudkan kebersaman itu. Dengan memanfaatkan moment ulang tahun Gereja Santo Fransiskus Asisi, OMK mengadakan perlombaan-perlombaan. Perlombaan-perlombaan itu antara lain, perlombaan voli dan perlombaan catur. Perlombaan-perlombaan ini bertujuan untuk semakin mempererat rasa persaudaraan diantara umat Gereja Santo Fransiskus Asisi. Selain itu juga bahwa dengan diadakan perlombaan ini, teman-teman OMK belajar tanggung jawab.

Namun demikian bahwa kegiatan-kegiatan yang bertujuan mempererat persaudaraan tidak hanya berhenti pada saat menjelang ulang tahun Gereja. Masih banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan. Semua unsur gereja dapat saling bekerja sama untuk mewujudkan kebersamaan itu. Pengurus, OMK, dan umat lainnya dapat berkreasi untuk mewujudkan itu.

Menurut saya, perayaan natal dan tahun baru bersama, perayaan valentine day, paskah bersama, dan lain sebagainya, merupakan moment yang tepat untuk semakin mewujudkan kebersamaan itu, Dengan begitu masa depan Gereja Santo Fransiskus Asisi akan menjadi cerah untuk dilihat. Sehingga prestasi juga dapat dengan mudah untuk diraih, jika kebersamaan itu sudah menjadi kokoh. Kita belum terlambat mewujudkan merealisasikan itu.*
Lanjut...

Rabu, 06 Oktober 2010

Renungan harian 7 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 3:1-5;
MT Luk. 1:69-70,71-72, 73-75;
Luk. 11:5-13
Renungan:

Setiap 7 Oktober, kita (Gereja) memperingati Santa Maria Ratu Rosario. Penetapan tanggal tersebut berlatar belakang kemenangan pasukan Kristen di bawah pimpinan Don Johanes dari Austria melawan pasukan Islam Turki di Lepanto pada 7 Oktober 1571. Sebelum berlangsungnya pertempuran historis tersebut,

Paus Pius V (1566-1572) menyerukan agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Bunda Maria bagi Gereja. Sebagai ungkapan syukur, Paus Pius V lalu menetapkan 7 Oktober sebagai hari pesta Bunda Maria Ratu Rosario. Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan pesta itu berlaku di seluruh Gereja di dunia. Akhirnya Paus Leo XIII (1878-1903) menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai bulan Rosario untuk menghormati Bunda Maria.

Sedangkan dari Mutiara Iman hari ini, kita menjadi tahu bahwa kesediaan Bunda Maria amat penting bagi kita. Bunda bersedia mengandung Yesus, Putra Allah dan Juru Selamat kita itu. Sungguh tidak bisa kita bayangkan apa jadinya kita dan dunia ini seandainya saja pada waktu itu Maria tidak menanggapi dengan positif kabar yang disampaikan malaikat Gabriel. Oleh karena itu, pantaslah kita selalu bersyukurlah kepada Bunda Maria atas hal itu. Berdoa rosario menjadi salah satu cara bagi kita untuk mengungkapan terima kasih kita kepada Bunda Maria.

(Sumber: Mirifica)
Lanjut...

Selasa, 05 Oktober 2010

Misa Minggu 10 Oktober 2010 (minggu biasa XXVIII)

Misa: Mulai pukul 07.00 Wita
Dipimpin oleh. Rm. Agus Perera, Pr
Tempat: Gereja FA Kolhua Kupang

Acara: Misa Syukur pesta Pelindung St. Fransiskus Asisi dan Syukur atas 12 tahun berdirinya Gereja Stasi St.Fransiskus Asisi di bukit Kolhua yang penuh dengan Kedamaian di bawah lindungan St. Fransiskus Asisi

Bacaan I. ( 2 Raj 5:14-17 )
Bacaan II. ( 2 Tim 2:8-13)
Injil : Luk 17:11-19


Penyembuhan sepuluh orang kusta dalam Luk 17:11-19 terjadi ketika Yesus sedang dalam perjalanan menuju ke Yerusalem - ke tempat ia akan ditolak, menderita dan wafat disalibkan, tapi juga tempat ia bangkit. Ringkasnya, kisah ini terjadi dalam perjalanan memperkenalkan Yang Mahakuasa sebagai Bapa yang berbelaskasihan kepada manusia. Tidak semua orang memahaminya. Juga mereka yang mendapatkan kebaikan darinya.

Bila dieja sebagai Ierousaleem, kota tujuan perjalanannya itu tampil sebagai tempat yang menolak kehadiran utusan Yang Mahakuasa ini, bahkan memperlakukannya dengan buruk. Kota seperti ini tampil sebagai kota kezaliman - Yeru-"zalim" yang akan runtuh dan diganti dengan Hierosolyma, tempat Yesus akan dimuliakan, kota kedamaian, Yeru-"syaloom". (Sebagai tujuan perjalanan Yesus, nama kota itu ditulis sebagai Ierousaleem dalam 9:51; Hierosolyma dalam 13:22, di Ierousaleem 17:11, dan kemudian Hierosolyma 19:28). Sepuluh orang kusta yang berseru kepadanya "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" menemuinya dalam perjalanannya ke Yeru-"zalim". Sepuluh orang kusta tadi sebenarnya tidak lagi berada di dekat tempat yang bakal runtuh itu, melainkan menuju ke Yesus yang akan mengubah kota kezaliman itu menjadi kota damai. Kesepuluh penderita kusta itu sebenarnya malah lebih dekat ke pembawa keselamatan daripada Yeru-"zalim" sendiri! Tapi apa semuanya beres?

DILEMMA PRAKTEK AGAMA

Yesus tidak segera menyembuhkan kesepuluh orang berkusta tadi melainkan menyuruh mereka memperlihatkan diri kepada imam-imam (ayat 14). Hukum adat dan agama di Israel dulu menggariskan, orang kusta yang sembuh baru akan diterima kembali ke dalam masyarakat setelah dinyatakan sembuh dalam upacara yang hanya boleh dilakukan para imam. Hukum ini masih dapat dilihat dalam Im 14:1-32. Di situ diberikan pegangan untuk memeriksa apakah orang sungguh berpenyakit kusta atau tidak, apakah telah sembuh dari kusta atau belum. Hanya imam-lah yang berhak menyatakan "najis" (kotor karena kusta) atau "tahir" (bersih, sembuh dari kusta). Tujuan utamanya ialah menjamin agar kurban dan upacara kurban hanya dilakukan dan diikuti oleh mereka yang tak najis, yang bersih. Mereka yang tak bersih, termasuk mereka yang menderita kusta, tersingkir dari kehidupan yang ketika itu memang berporos pada praktek dan upacara agama. Tentunya semua ini pada awalnya berkaitan dengan upaya pencegahan penularan.

Dapatkah mereka kembali? Jelas mungkin dan ada pengaturannya. Namun menjelang zaman Yesus, penegasan sudah tahir atau masih kotor hanya dilakukan imam di Bait Allah di Yerusalem walaupun tidak dikenal larangan melakukannya di tempat lain. Dalam prakteknya para imam tidak lagi menjalankannya di luar Bait Allah karena semua upacara makin dipusatkan di situ. Tapi untuk memasuki Bait Allah orang harus bersih. Padahal bersih tidaknya mereka itu perlu ditegaskan terlebih dahulu oleh imam-imam yang kini melakukan upacara yang diterakan dalam Im 14 tadi hanya di dalam Bait Allah. Jadi orang kusta atau yang disangka menderita kusta benar-benar terkucil dan tidak memiliki tempat mengadu lagi. Dengan latar belakang seperti ini Yesus itu memang menjadi harapan satu-satunya. Mereka ingin mendapatkan belas kasihan, bukan kesembuhan saja. Ini seruan orang yang sudah bakal puas bila dapat sekadar mencicipi benarnya hal yang selalu diajarkan, yakni bahwa Tuhan itu berbelaskasihan.

APA YANG TERJADI?

Dengan menyuruh kesepuluh orang kusta tadi menghadap imam Yesus menghormati hukum agama yang dikeramatkan dalam Im 14 tadi. Tentu saja ia sadar praktek pada zaman itu tidak memudahkan orang kusta tadi menghadap imam-imam. Yesus sebetulnya menghimbau imam-imam agar berani keluar dari rambu-rambu tambahan yang menyesakkan (yaitu hanya melakukan ritual Im 14 di Bait Allah) dan tak memungkinkan tujuan hukum yang sebenarnya tercapai.

Juga para penderita kusta itu tahu bahwa sulit atau bahkan tak ada kemungkinan menghadap imam. Justru karena itulah mereka berseru kepada tokoh yang menjadi harapan banyak orang ini! Namun apa yang dikatakannya? Ah, mengecewakan. Sama saja! Ia hanya membuat kami-kami kaum tersingkir makin merasakan getirnya diemohi. Guru yang katanya tumpuan hidup ini melempar kami kembali kepada imam-imam yang sudah jelas tak dapat membuat nasib kami berubah. Seandainya toh ada di antara imam di Yerusalem yang mau memahami, takkan mudah baginya menembus kekakuan rekan-rekannya. Pembaca kisah ini boleh ingat kembali perumpamaan orang Samaria yang baik hati yang mengisahkan orang Yahudi yang malang yang tidak dipedulikan oleh kaumnya sendiri. Imam dan orang Lewi yang lewat dan "melihat" orang itu malah menyingkir (Luk 10:31-32), tentunya karena mereka mau menghindar agar tidak menjadi "kotor" dengan menyentuh darah orang yang luka itu dalam perjalanan mereka ke tempat upacara. Satu-satunya orang yang menjadi tumpuan harapan sepuluh orang kusta tadi juga "melihat" mereka (ayat 14) tapi kemudian ia hanya menyuruh mereka mencari jalan yang sudah tertutup. Maka mereka pergi dengan perasaan hampa.

WARTA GEMBIRA

Tetapi justru ketika mereka menjauh dari Yesus dalam keadaan tadi mereka mendapati diri mereka dibersihkan. Mereka sembuh dari penyakit kusta. Tak diceritakan bagaimana perasaan mereka. Apa mereka berusaha mendapat pengakuan resmi dari imam-imam bahwa mereka telah sembuh dst. tidak lagi menjadi pusat warta Injil. Lukas hanya mengisahkan bahwa salah satu dari kesepuluh orang yang sembuh tadi kembali menghadap Yesus "sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepadanya" (Luk 17:15-16). Ditambahkannya, "Orang itu orang Samaria". Ia yang nanti dalam ayat 19 disebut Yesus "orang asing", bukan orang Yahudi, bukan dari kaum sendiri itulah satu-satunya dari kesepuluh orang yang telah sembuh yang tidak kehilangan harapan yang sesungguhnya. Ia juga satu-satunya orang yang berhasil menembus keputusasaan. Ia tetap memuliakan Allah.

Di mana sembilan orang lain yang juga sembuh? Mereka mendapati diri bersih, tapi untuk mendapat pengakuan betul bersih dari imam-imam? Forget it! Di mata orang mereka masih "kotor" dan tak bisa mendapatkan pentahiran resmi. Mereka tetap pahit. Sudah terima nasib saja. Orang Samaria tadi lain. Memang baginya juga tak mungkin mendatangi imam di Bait Allah. Pertama-tama karena ia masih dipandang kotor.

Kedua, ia orang Samaria, orang asing, bukan orang Yahudi dan diharamkan mendekat ke Bait Allah. Tapi dia menemukan ganti semuanya dalam diri Yesus yang membawakan belas kasihan ilahi. Karena itu ia kembali dan mengucap terima kasih sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring. Semua orang mendengar. Kelakuannya menjadi kesaksian akan unggulnya belas kasihan Tuhan terhadap pembatasan-pembatasan yang dilakukan dan terjadi dalam..praktek agama!

"IMANMU TELAH MENYELAMATKANMU!"

GUS: Lalu apa maknanya orang Samaria tadi dikatakan telah diselamatkan berkat imannya. Ia sembuh dari kustanya karena ia meng-iman-i Yesus yang sedang lewat?

LUC: Tentu saja itulah arahnya. Tapi bagi orang Samaria itu kesembuhan bukan lagi yang paling penting.

GUS: Wait, apa maksudmu? Kan ini peristiwa penyembuhan? Kau sendiri yang cerita kan?

LUC: Ia sembuh dari penyakit yang sebenarnya. Ia tidak seperti sembilan orang yang lain yang jadi apatis terhadap Tuhan, terhadap lembaga agama, terhadap orang lain, terhadap tokoh-tokoh. Orang Samaria itu kini berani dan mau menjadi manusia wajar.

GUS: Jadi itu iman yang menyelamatkannya. Sepolos itu?

LUC: Dan juga sedalam itu. Orang Samaria itu menyangkal batas-batas yang mengungkung kehidupan. Eh, kayak kalian menyangkal setan dan segala perbuatannya ketika kalian dibaptis.

GUS: Ini terjadi dalam kontak dengan Yesus yang sedang berjalan ke Yeru-"zalim" - ke tempat bakal kena susah, tapi terus. Bisakah dikatakan, orang Samaria itu berbagi iman dengan Yesus yang berani menghadapi prospek seram di Yeru-"zalim" dan oleh karenanya diselamatkan?

LUC: Ehm! [Dehem puas karena Injilnya dimengerti setapak lebih jauh.]

Luc tenggelam dalam anganannya mengenai Yesus, mengenai orang Samaria, mengenai ilmu penyakit dan praktek ketabiban. Sore itu kami lewatkan dengan omong-omong di seputar khasiat kisah dan pengisahan sambil menghabiskan sepoci teh hibiscus hangat. Diagnosisnya menarik. Lemak-lemak rohani yang tebal mengental itu telah membuat batin para imam di Yeru-"zalim" mengalami sklerosis sehingga tidak lagi mampu mengikuti irama belaskasihan Tuhan kepada manusia yang menderita.

Salam hangat,
A. Gianto

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Renungan Harian 6 Oktober 2010

Bacaan:

Gal. 2:1-2,7-14;
Mzm. 117:1,2;
Luk. 11:1-4.
Renungan:

Paulus begitu yakin akan kasih Allah dan karunia yang telah ia terima, seperti yang diterima juga oleh para rasul. Dia dipilih dan ditunjuk oleh Allah menjadi rasul dengan cara yang unik dan luar biasa.

Dia yang semula adalah seorang pemberontak, dan pembunuh murid Kristus, telah diperbaharui. Bagi dia, Kristus adalah segalanya. Paulus hidup baru dalam Kristus dan kini menjadi orang kepercayaan

Yesus bagi bangsa bukan Yahudi. Karunia Allah itu mendorong dia untuk meneruskannya kepada orang-orang bukan Yahudi, yaitu bangsa-bangsa yang tidak bersunat/bangsa kafir. Maka ia dengan keyakinan menegaskan: "Ia member kekuatan kepadaku untuk menjadi rasul bagi orang-orang yang tidak bersunat"

(Renungan Harian Mutiara Iman 2010, Yayasan Pustaka Nusatama)

Sumber: MIRIFICA
Lanjut...

Senin, 04 Oktober 2010

Membangun Kebiasaan Mengerjakan PR

SETELAH seharian belajar, pulang pun belajar lagi. Bukan hal yang menyenangkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Tak heran, jika sekarang istilah "PR" dijadikan istilah untuk suatu hal yang menyebalkan dan melelahkan.

Bagaimana dengan anak Anda? Apakah ia dan Anda harus bertengkar dulu sebelum akhirnya ia mengerjakan pekerjaan rumahnya? Francie Alexander, dari Scholastic, situs untuk membantu anak belajar, mengatakan, anak-anak usia sekolah dasar secara garis besar menghabiskan waktu antara 40-60 menit per hari untuk mengerjakan PR. Berikut adalah beberapa hal yang bisa Anda dan si anak lakukan untuk membangun kebiasaan mengerjakan PR.

Bangun jadwal
Mengingat anak sekolah harus kembali bersekolah dan belajar pada pukul 06.30, dan ia butuh tidur selama 8-10 jam per hari. Bila waktu bersiap-siapnya sekitar 1 jam, dan perjalanan sekitar setengah jam, kemungkinan ia harus bangun pada pukul 05.00. Maka, jika ditarik ke belakang, seharusnya ia sudah lelap sekitar pukul 19.00-20.00 setiap malam.
Maka, aturlah jadwal dengan si kecil mengenai jam tidur dan jadwal kesehariannya sebelum tidur, termasuk jadwal mengerjakan PR.
Misalnya, pukul 16.00 ketika ia sudah di rumah, ia boleh beristirahat. Lalu 16.30-17.30 ia boleh bermain dengan teman-temannya. Kemudian, sekitar 17.30-18.00, membersihkan diri dan bersiap mengerjakan PR. Pukul 18.00-19.00 mengerjakan PR. Pukul 19.00-19.30 makan malam dan berkumpul. Sisa waktunya bisa ia gunakan bebas, bisa diisi dengan membahas PR dengan Anda jika belum selesai atau hal lainnya. Jadwal ini bisa Anda sesuaikan dengan aktivitas anak dan Anda.

* Bicara dengan gurunya
Coba tanyakan kepada wali kelasnya mengenai jumlah jam yang dibutuhkan dan diharapkan oleh gurunya untuk si anak mengerjakan pekerjaan rumah. Tanyakan ide bagaimana memotivasi agar mau mengerjakan PR.

* Membangun kebiasaan mengerjakan PR
Ketika Anda menemukan aturan yang tepat untuk Anda dan si anak mengenai bagaimana mengerjakan PR, konsisten lakukan hal tersebut.
Ini adalah waktu yang tepat untuk mengajak si anak membangun keseimbangan antara pekerjaan sekolah, bermain, dan aktivitas lain. Sekolah adalah sebuah pekerjaan bagi anak SD, yang sama pentingnya dengan berteman, mengejar ketertarikan, dan menjadi dirinya sendiri. Dengan membangun kebiasaan baik menerapkan jadwal dan berdisiplin, Anda mengajarkan pelajaran hidup yang berharga dan harapannya bisa meningkatkan harmoni di dalam rumah. (momshomeroom/kompas.com)

Lanjut...

TK Maria Assumpta Fokus Perilaku Anak

AKHIR pekan 29 September 2010 merupakan hari istimewa bagi Yayasan Binawirawan. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan ini merayakan ultahnya ke-36. Salah satu sekolah yang berada dalam payung yayasan ini adalah TK Maria Assumpta-Kota Baru.

Pagi itu, TK Maria Assumpta tampil beda dari hari-hari sebelumnya. Tawa dan canda mewarnai empat kelas yang berada di sekolah itu. Ada anak yang bernyanyi, duduk menunggu pembagian makanan, ada berdoa untuk santap siang. Ada juga yang tengah menikmati makanan bersama teman sebaya di kursi masing-masing.

Keceriaan anak-anak lebih kental lagi dengan kehadiran anak- anak TK St. Fransiskus Asisi BTN Kolhua yang turut merayakan ulang tahun yayasan dalam sebuah misa syukur. Mereka berbaur menjadi satu, dipandu oleh guru masing- masing.

Suasana akrab bukan hanya di dalam kelas, saat anak-anak menikmati makan siang. Di luar sekolah pun, beberapa orangtua saling bercanda menunggu akhir kegiatan ulang tahun yayasan itu. Suasana perayaan tampak ceria, halaman sekolah yang luas dan hijau. Ada belasan tanaman peneduh. Ada beringin, cemara, evergreen, menambah suasana sejuk meski matahari mulai menebarkan hawa panas.

Kepala TKK Maria Assumpta, Sr. Leonita CIJ, yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (29/9/2010), menjelaskan, 112 siswa yang belajar saat ini secara bertahap diasuh sesuai dengan standar kompetensi taman kanak-kanak. Jangka panjangnya, lembaga yang dipimpinnya akan menggunakan pola permainan sentra balok.

Sebelum melaksanakan kurikulum baru itu, kata Sr. Leonita, pihaknya masih fokus pada pendidikan perilaku anak.
Secara teoretis, aspek pengembangan dipadukan dalam bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Bidang ini, ujar Sr. Leonita, meliputi moral, nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian. Sedangkan pengembangan kemampuan dasar meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, motorik dan seni.

Konkretnya, kata suster asal Lembata ini, perilaku anak merupakan dasar pijak pendidikan di lembaga yang dipimpinnya. Ada tiga aspek yang ditekankan, yakni sikap, emosional dan sosial.

Sr. Leoni menambahkan, para guru mengajarkan hal-hal yang sederhana dan praktis. Sikap anak perlu dibentuk sejak dini seperti sopan santun. Saat tiba di sekolah, anak memberi salam kepada guru dan suster. Hal yang sama berlaku juga saat pulang sekolah.

Begitu pun pengembangan emosional, kata Sr.Leoni, anak perlu diajarkan bagaimana dengan sabar menunggu giliran. Saat antrean mencuci tangan maupun baris-berbaris masuk ke ruang kelas. Anak diajak untuk lebih sabar menunggu kapan waktunya tiba mencuci tangannya sendiri sebelum makan.

Sedangkan pengembangan sosial, lanjut Sr. Leonita, anak diajak untuk peduli dengan sesama yang kekurangan. Ada anak yang tidak membawa makanan. Anak yang lain diharapkan untuk membagi makanan kepada anak yang tidak membawa makanan.
Ketersediaan fasilitas bermain di halaman sekolah, kata Sr.Leoni, merupakan salah satu cara yang disiapkan lembaganya untuk memenuhi kebutuhan anak.

Cara mengajar kepada anak TKK, kata Sr.Leonita, tentu beda dengan orang dewasa. Anak lebih suka dengan bermain. Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kegiatan bermain dilakukan dalam suasana menyenangkan.

Strategi dalam bermain, kata Sr.Leonita, menggunakan bahan yang menarik dan mudah diikuti anak. Anak diajak untuk bereksplorasi sehingga proses bermain menjadi bermakna bagi anak. (rosalina woso)
Lanjut...